Penerbitan obligasi merupakan salah satu instrumen penting dalam pasar modal yang digunakan oleh perusahaan untuk memperoleh dana dari publik. Obligasi adalah surat utang yang diterbitkan oleh entitas, baik itu perusahaan maupun pemerintah dengan menjanjikan pembayaran kembali sejumlah uang yang dipinjam dalam jangka waktu tertentu beserta bunga yang telah disepakati. Dalam konteks pasar modal Indonesia, penerbitan obligasi diatur dengan ketat oleh peraturan yang bertujuan untuk melindungi semua pihak yang terlibat, khususnya investor.

Obligasi merupakan instrumen keuangan yang penting dalam dunia pasar modal, yang digunakan oleh pemerintah atau perusahaan untuk memperoleh dana dari masyarakat. Pengaturan mengenai obligasi di Indonesia diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang memberikan definisi dan ketentuan terkait penerbitan serta pelaksanaannya.

Dalam hal ini, Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1993 tentang Obligasi Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian (“PP 4/1993”) mendefinisikan obligasi sebagai surat pengakuan hutang jangka panjang yang diterbitkan oleh Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian. Obligasi tersebut diperoleh dari pinjaman masyarakat dengan imbalan bunga tertentu yang dibayar secara berkala, yang menjadi kewajiban bagi Perum Pegadaian.

Senada dengan hal tersebut, Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1992 tentang Obligasi Perusahaan Umum (Perum) Listrik Negara (“PP 60/1992”) juga memberikan pengertian serupa terkait obligasi yang diterbitkan oleh Perusahaan Umum (Perum) Listrik Negara. Obligasi ini pun merupakan surat pengakuan hutang jangka panjang Perum listrik-negara atas pinjaman masyarakat yang disertai dengan pembayaran bunga secara berkala.

Lebih lanjut, Pasal 1 angka 3 dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.08/2020 tentang Penjualan Surat Utang Negara Ritel di Pasar Perdana Domestik (“27/PMK.08/2020”), mengatur mengenai obligasi negara yang dikenal dengan Surat Utang Negara (SUN). Surat utang ini memiliki jangka waktu sampai dengan 12 bulan dan dapat diberikan kupon dan/atau menggunakan sistem bunga diskonto, yang memiliki mekanisme pembayaran yang lebih fleksibel.

Obligasi memiliki berbagai jenis, tergantung pada fitur dan hak-hak yang dimilikinya. Beberapa jenis obligasi yang sering diterbitkan di pasar modal Indonesia antara lain:

  • Obligasi Korporasi: Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan swasta untuk memperoleh dana dari investor dengan tujuan melaksanakan berbagai kegiatan perusahaan, seperti ekspansi atau modal kerja.
  • Obligasi Negara: Obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah untuk membiayai anggaran negara atau proyek-proyek pembangunan nasional.
  • Obligasi Konversi: Jenis obligasi yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk mengonversi obligasi menjadi saham perusahaan penerbit pada waktu tertentu dan dengan harga yang telah ditentukan.
  • Obligasi Syariah: Jenis obligasi yang diterbitkan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, tanpa menggunakan bunga sebagai imbalan, melainkan berdasarkan bagi hasil atau kontrak tertentu yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.

Proses dan Persyaratan Penerbitan Obligasi dalam POJK 10/2024

Penerbitan obligasi di pasar modal Indonesia diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10 Tahun 2024 tentang Penerbitan dan Pelaporan Obligasi Daerah dan Sukuk Daerah (“POJK 10/2024”). Proses penerbitan obligasi dimulai dengan persiapan yang matang, yang mencakup pengumpulan dokumen yang diperlukan dan penunjukan lembaga yang akan membantu dalam proses penerbitan, seperti underwriter atau penasihat hukum.

Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh perusahaan yang ingin menerbitkan obligasi, menurut POJK 10/2024, antara lain:

  • Perusahaan harus terdaftar dan berbadan hukum yang sah.
  • Perusahaan harus memiliki laporan keuangan yang sudah diaudit oleh auditor independen dan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
  • Perusahaan harus menyusun prospektus yang memuat informasi yang jelas dan transparan mengenai tujuan penerbitan obligasi, profil risiko, penggunaan dana, serta hak dan kewajiban bagi pemegang obligasi.

Setelah persyaratan administratif dipenuhi, perusahaan dapat mengajukan permohonan penerbitan obligasi kepada OJK. OJK kemudian melakukan evaluasi dan memberikan persetujuan atau penolakan terhadap permohonan tersebut. Jika disetujui, perusahaan dapat melaksanakan penerbitan obligasi melalui mekanisme penawaran umum atau private placement.

Baca juga: Strategi Kepatuhan Perusahaan Dalam Aktivitas Pasar Modal

Aspek Hukum dan Perlindungan Investor

Dalam pasar modal, perlindungan terhadap investor adalah hal yang sangat penting, khususnya terkait dengan penerbitan obligasi. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (“UU Pasar Modal”) yang mengatur berbagai aspek yang berkaitan dengan perlindungan investor. Salah satu ketentuan utama adalah kewajiban perusahaan untuk memberikan informasi yang transparan dan akurat kepada publik. Setiap informasi yang disampaikan harus jelas dan tidak menyesatkan, sehingga memungkinkan investor untuk membuat keputusan yang berdasarkan pada fakta dan analisis yang tepat. Selain itu, perusahaan juga diharuskan untuk melaporkan kondisi keuangan dan operasional mereka secara berkala, guna menjaga transparansi pasar dan meminimalkan potensi risiko bagi investor.

Peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam pasar modal sangat krusial. OJK bertugas mengawasi penerbitan obligasi untuk memastikan bahwa seluruh proses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Salah satu peran OJK adalah memastikan bahwa kewajiban perusahaan untuk memberikan laporan berkala tentang kondisi keuangan dan operasional perusahaan dapat dipenuhi dengan baik. Pengawasan yang ketat ini bertujuan untuk memastikan bahwa perusahaan memenuhi standar transparansi yang dibutuhkan oleh pasar.

Lebih lanjut, perlindungan terhadap investor juga dijamin melalui kewajiban perusahaan untuk membayar bunga obligasi tepat waktu, serta melunasi pokok obligasi pada saat jatuh tempo. Jika perusahaan gagal memenuhi kewajiban tersebut, pemegang obligasi berhak menuntut penyelesaian melalui jalur hukum, yang menjamin hak-hak mereka sebagai investor. Dalam hal terjadi pelanggaran ketentuan tersebut, Pasal 9 dalam POJK 10/2024 mengatur bahwa pihak yang melanggar akan dikenai sanksi administratif oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pelanggaran yang dimaksud, antara lain, meliputi ketentuan dalam Pasal 3 ayat (2), Pasal 4 ayat (3), Pasal 6, dan Pasal 8.

Adapun sanksi administratif yang dimaksud, antara lain:

  1. Peringatan Tertulis
    Sanksi pertama yang mungkin dijatuhkan adalah peringatan tertulis. Peringatan ini diberikan sebagai langkah awal untuk memperingatkan pihak yang bersangkutan agar segera memperbaiki pelanggaran yang dilakukan. Peringatan ini adalah bentuk teguran yang resmi, namun tidak mempengaruhi langsung kegiatan usaha, meskipun tetap mencatatkan adanya pelanggaran.
  2. Denda
    Denda adalah kewajiban bagi pihak yang melanggar untuk membayar sejumlah uang tertentu sebagai sanksi. Denda dapat dikenakan secara tersendiri atau bersamaan dengan sanksi administratif lainnya. Dalam hal ini, denda berfungsi sebagai bentuk sanksi finansial yang bertujuan untuk memberikan efek jera kepada pihak yang melanggar. Besaran denda dapat disesuaikan dengan jenis pelanggaran yang dilakukan.
  3. Pembatasan Kegiatan Usaha
    Pembatasan kegiatan usaha dapat dikenakan kepada pihak yang melanggar untuk membatasi atau menghentikan sementara sebagian kegiatan usahanya. Pembatasan ini bertujuan untuk mengurangi dampak negatif dari pelanggaran terhadap pasar modal, serta untuk memberikan kesempatan bagi pihak yang bersangkutan untuk memperbaiki pelanggaran tersebut sebelum kembali melanjutkan kegiatan usaha mereka.
  4. Pembekuan Kegiatan Usaha
    Pembekuan kegiatan usaha adalah sanksi yang lebih berat dibandingkan dengan pembatasan. Dalam hal ini, kegiatan usaha yang bersangkutan dapat dihentikan sementara waktu, yang dapat memengaruhi kelangsungan operasional perusahaan atau entitas yang melanggar. Pembekuan kegiatan usaha bertujuan untuk menanggulangi risiko lebih besar yang bisa muncul akibat pelanggaran yang dilakukan.
  5. Pencabutan Izin Usaha
    Sanksi pencabutan izin usaha adalah langkah paling ekstrem dalam sanksi administratif. Dengan pencabutan izin usaha, perusahaan atau entitas yang bersangkutan tidak lagi diperkenankan untuk menjalankan usahanya di sektor pasar modal atau kegiatan yang berhubungan. Pencabutan izin usaha ini biasanya dijatuhkan ketika pelanggaran yang dilakukan sangat serius dan merugikan kepentingan publik atau investor.
  6. Pembatalan Pendaftaran
    Pembatalan pendaftaran adalah sanksi yang dikenakan untuk membatalkan status atau status hukum dari suatu entitas atau penerbit yang terdaftar di pasar modal. Pembatalan ini dapat berkaitan dengan hak terdaftar yang tidak sesuai atau telah melanggar ketentuan yang ada, sehingga entitas tersebut tidak dapat lagi beroperasi di pasar modal.
  7. Pencabutan Pernyataan Pendaftaran Secara Efektif
    Selain pembatalan pendaftaran, sanksi ini bertujuan untuk mencabut status hukum yang dipegang oleh pihak yang terdaftar. Hal ini berarti pihak yang bersangkutan tidak lagi dapat melakukan kegiatan yang terdaftar, dan statusnya sebagai entitas terdaftar akan hilang secara efektif.

Sanksi administratif tersebut tidak langsung diberikan tanpa prosedur. Pasal 9 ayat (7) POJK No. 10/2024 mengatur bahwa tata cara pengenaan sanksi administratif harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang pasar modal. Ini berarti bahwa sebelum sanksi dijatuhkan, pihak yang melanggar diberikan kesempatan untuk memberikan klarifikasi atau pembelaan terkait pelanggaran yang dilakukan. Sanksi yang dijatuhkan bisa berupa kombinasi dari beberapa jenis sanksi sesuai dengan tingkat keparahan pelanggaran yang terjadi.

Sanksi administratif ini bertujuan untuk memberikan efek jera kepada pihak yang melanggar, serta menjaga integritas pasar modal. Beberapa jenis sanksi yang dapat dijatuhkan oleh OJK meliputi peringatan tertulis, denda, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha, hingga pencabutan izin usaha dan pembatalan pendaftaran. Sanksi administratif ini juga dapat dikenakan dengan atau tanpa peringatan tertulis sebelumnya, tergantung pada beratnya pelanggaran yang dilakukan. 

Menurut Pasal 9 ayat (5) POJK 10/2024, sanksi administratif seperti denda, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha, pencabutan izin usaha, pembatalan pendaftaran, dan pencabutan efektifnya pernyataan pendaftaran dapat dikenakan dengan atau tanpa peringatan tertulis terlebih dahulu. Dalam beberapa kasus, apabila pelanggaran yang dilakukan sangat serius atau merugikan kepentingan pasar modal atau investor, OJK bisa langsung menjatuhkan sanksi berat tanpa terlebih dahulu memberikan peringatan tertulis. Namun, dalam kasus yang lebih ringan, pihak yang melanggar akan diberi kesempatan untuk memperbaiki pelanggaran dengan peringatan tertulis.

Melalui penerapan ketentuan yang ketat dan pengawasan yang transparan, OJK berperan sebagai pengawas yang menjaga keberlanjutan pasar modal Indonesia serta melindungi hak-hak investor yang berinvestasi di instrumen obligasi.

Baca juga: Hak Pemegang Saham Pasar Modal

Daftar Hukum:

Referensi:

Pratama, F., & Dewi, R. (2021). “Aspek Hukum Penerbitan Obligasi dan Perlindungan Investor di Pasar Modal Indonesia”. Jurnal Hukum Bisnis, 16(1), 45-61. (Diakses pada 2 Februari 2025 pukul 10.03 WIB).