Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (‘‘UU Perbankan 10/1998’’) bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya. Bank didirikan dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. 

Penggolongan bank tidak hanya berdasarkan kegiatan usahanya, melainkan juga mencakup bentuk badan hukumnya, pendirian dan kepemilikannya, dan target pasarnya. Masing-masing perbankan menargetkan pasar berbeda tergantung dari jenis dan usaha yang akan dijalankannya.

Jenis-jenis Bank di Indonesia 

Berdasarkan jenisnya, industri perbankan di Indonesia terdiri dari bank umum, bank perkreditan rakyat (BPR) dan bank syariah yang diatur tersendiri oleh Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah (‘’UU Bank Syariah 21/2008’’). Aturan ini memuat tata cara dan persyaratan dalam perizinan usaha bank syariah, serta ketentuan mengenai badan hukumnya.

Penggolongan bank di Indonesia dapat dilihat dari berbagai aspek, seperti kegiatan usaha, bentuk badan hukum, pendirian dan kepemilikan, serta target pasarnya. Berikut adalah jenis-jenis bank di Indonesia:

  1. Bank Umum

Bank Umum merupakan bank yang melayani seluruh segmen masyarakat dan menawarkan beragam layanan keuangan. Bank ini bertujuan untuk menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk lainnya. Fungsi utama Bank Umum adalah menyediakan jasa keuangan yang lengkap dan kompleks, termasuk simpanan, pinjaman, layanan pembayaran, investasi, dan lainnya.

Bank jenis ini melayani seluruh nasabah tanpa membeda-bedakan latar belakangnya. Umumnya, bank umum memiliki berbagai produk perbankan seperti tabungan, giro, deposito, kredit, dan layanan lainnya. Karena melayani semua lapisan masyarakat, bank umum memiliki jaringan kantor cabang di setiap kota/kabupaten, bahkan hingga ke luar negeri.

  1. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang secara khusus melayani usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta masyarakat pedesaan. BPR tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran sehingga operasionalnya lebih sederhana dibandingkan bank umum.

  1. Bank Syariah

Bank Syariah adalah bank yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam, yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Bank Syariah tidak mengenal konsep bunga, melainkan menggunakan sistem bagi hasil, jual beli, dan sewa menyewa.

Bank syariah memiliki produk dan layanan berbasis bagi hasil (mudharabah), kerjasama usaha (musyarakah), jual beli (murabahah), dan sewa menyewa (ijarah). Bank ini diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah untuk memastikan semua operasional dan produk bank sesuai dengan prinsip syariah.

Baca Juga: Sejarah Hukum Perbankan di Indonesia

Hak dan Kewajiban Bank

Dalam melakukan kegiatannya, bank berfungsi untuk melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Untuk mendirikan sebuah bank, wajib mendapatkan izin usaha dari menteri (menteri keuangan) setelah mendengar pertimbangan dari Bank Indonesia (BI) sebagai pengawas dan pembina industri perbankan di Tanah Air. 

Untuk mendapatkan izin usaha, bank umum maupun bank perkreditan rakyat, sebagaimana dimaksud Pasal 16 UU Perbankan, bank wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  1. susunan organisasi;
  2. permodalan; 
  3. kepemilikan; 
  4. keahlian dibidang perbankan; 
  5. kelayakan rencana kerja; dan 
  6. hal-hal lain yang ditetapkan oleh menteri, setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.

Selain itu, bank juga wajib memberikan perlindungan hukum kepada nasabahnya yang diatur oleh UU Perbankan dan undang-undang perlindungan konsumen. Bentuk perlindungan hukum kepada nasabah sebagaimana diatur dalam UU Perbankan terdiri atas:

  1. Penyediaan informasi mengenai potensi risiko kerugian nasabah bertujuan untuk memastikan akses yang lebih terbuka terhadap informasi kegiatan usaha dan kondisi bank. Hal ini juga menjamin adanya transparansi dalam sektor perbankan;
  2. Rahasia bank dimaksudkan agar kepercayaan masyarakat meningkat, dengan jaminan bahwa pengetahuan bank mengenai simpanan dan kondisi keuangan nasabah tidak akan disalahgunakan;
  3. Pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan mewajibkan setiap bank untuk menjamin dana masyarakat yang disimpan dalam bank tersebut.

Baca Juga: Deposito Berjangka atau Deposito On Call, Mana Yang Lebih Untung?

Prinsip Perbankan 

Adapun prinsip perbankan dalam melindungi nasabahnya adalah: 

  • Prinsip Kepercayaan (Fiduciary Principe)

Setiap bank diwajibkan untuk memelihara kesehatan keuangannya agar dapat mempertahankan kepercayaan masyarakat. Aturan mengenai prinsip kepercayaan ini tertuang dalam Pasal 29 Ayat (4) UU Perbankan, yang berbunyi:

“Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank.”

  • Prinsip Kehati-hatian (Prudential Principe)

Prinsip ini menekankan pentingnya kehati-hatian bagi bank dalam melaksanakan kegiatan usahanya, terutama dalam mengumpulkan dan menyalurkan dana kepada masyarakat. Aturan ini dapat ditemukan dalam Pasal 2 dan Pasal 29 Ayat (2) UU Perbankan, yang berbunyi:

“Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.”

  • Prinsip Kerahasiaan (Secrecy Principe)

bank diwajibkan untuk menjaga kerahasiaan informasi mengenai identitas nasabah dan simpanannya (Pasal 40 hingga 47A UU Perbankan) Namun, terdapat beberapa pengecualian dalam aturan tersebut, yaitu bank diizinkan untuk memberikan informasi tersebut kepada pihak pajak, Badan Urusan Piutang dan Lelang atau Panitia Urusan Piutang Negara (BUPLN/PUPN) dalam hal penyelesaian utang piutang bank, serta dalam kasus-kasus pidana dan perdata antara bank dan nasabah. Tidak hanya itu, bank juga diizinkan untuk menukar informasi dengan bank lain sesuai dengan kebutuhan.

  • Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principe)

Prinsip ini untuk mengidentifikasi dan memantau aktivitas transaksi nasabah serta melaporkan transaksi mencurigakan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No.3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah.

Baca Juga: Penyebab dan Pengendalian Kredit Macet

Kesimpulan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (‘‘UU Perbankan 10/1998’’) mengatur bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dan menyalurkan dana dari masyarakat. Industri perbankan Indonesia terdiri dari beberapa jenis bank, seperti bank umum, bank perkreditan rakyat, dan bank syariah yang diatur dalam peraturan perundangan-undangan tersendiri. 

Penggolongan bank didasarkan pada berbagai faktor seperti kegiatan usaha, bentuk badan hukum, pendirian, kepemilikan, dan target pasar. Bank berkewajiban untuk memenuhi prinsip-prinsip kepercayaan, kehati-hatian, kerahasiaan, dan mengenal nasabah, serta memberikan perlindungan hukum kepada nasabah.

Baca Juga: Mengenal Jenis dan Dasar Hukum Surat Berharga Negara

Dasar hukum: 

Referensi: