Sejarah hukum perbankan di Indonesia tidak terlepas dari masa kolonial Hindia Belanda. Setelah VOC diambil alih oleh pemerintah kerajaan Belanda pada akhir abad ke-18, tercatat beberapa bank memiliki peran penting bagi pemerintah kolonial. Bank tersebut adalah De Javasche NV, De Post Polar Bank, Hulp en Spaar Bank, De Escompto bank NV nationale Handelsbank, De, Algemene Volkscredietbank, dan Nederland Handel Maatschappij.

De Javasche Bank menjadi cikal bakal bank sentral Indonesia. Bank ini memiliki fungsi sebagai bankir bagi pemerintah Hindia Belanda. De Javasche Bank menjalankan beberapa tugas antara lain, mendiskonto wesel dan surat utang jangka pendek, mengeluarkan uang kertas, menjadi kasir pemerintah, menyimpang dana devisa dan menjadi pusat kliring.

Seiring perkembangan waktu, bank asing mulai beroperasi. Beberapa diantaranya yaitu, The Chartered Bank of India, Australia and China, Hong Kong and Shanghai Banking Corporation, Yokohama Specie Bank, taiwan Bank, Mitsui Bank, China and Southern Ltd, dan Overseas China Banking Corporation.

Ketika Jepang menguasai Asia Pasifik, bank-bank Belanda, Inggris dan sejumlah bank China dilikuidasi. Pada saat itu Jepang hanya ingin mengendalikan seluruh keuangan pada satu bank, yaitu Bank Rakyat Indonesia, bank yang dioperasikan oleh putra Indonesia.

Baca Juga: Landasan Hukum, Pengertian, dan Jenis Usaha Bank Syariah di Indonesia

Nasionalisasi Bank DJB 

Setelah Indonesia merdeka, bank-bank Belanda dan bank-bank asing kembali beroperasi. De javasche Bank berfungsi sebagai bank sentral, meskipun masih menjadi badan usaha swasta dan beberapa bagian sahamnya masih dimiliki oleh tangan asing. Pada tahun 1951, De Javasche Bank dinasionalisasi berdasarkan Undang-Undang No. 24 tahun 1951 tentang Nasionalisasi De Javasche Bank N.V.

Alasan Presiden Pertama RI Ir. Soekarno mengambil alih De Javasche Bank karena dinilai bank sentral yang masih dimiliki oleh bangsa asing bertentangan dengan kedudukan suatu negara berdaulat. Dalam undang-undang tersebut Soekarno juga menegaskan bahwa bank sentral harus bersifat otonom dan pemerintah tidak ikut campur dalam urusan kebijaksanaan pimpinan bank sentral.

Pada 1952, Pemerintah Indonesia mengubah nama De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia (BI). Pada 1 Juli 1953, pemerintah RI menerbitkan Undang-Undang No. 11 Tahun 1953 tentang Pokok Bank Indonesia. Berdasarkan aturan itu, Bank Indonesia resmi berdiri sebagai Bank sentral. Selain menjadi bank sirkulasi, BI juga mempunyai tugas lain, yakni sebagai bank komersial dengan melakukan pemberian kredit.

Baca Juga: Kasus Pembobolan Bank, Salah Siapa?

Membantu Perekonomian Bangsa

Pada tahun 1965, Presiden Soekarno menerbitkan Perpres No. 7 tahun 1964, berisi tentang berdirinya Bank Tunggal Milik Negara. Saat itu Soekarno mencoba menyatukan seluruh bank negara menjadi bank sentral. Namun, tiga tahun kemudian, pada 1968, pemerintah RI kembali mengeluarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral. UU tersebut menyebutkan tentang pengembalian tugas BI sebagai Bank Sentral RI dan sebagai pembeda dengan bank-bank komersial lainnya.

Memasuki era baru pada tahun 1999, wewenang dan tugas utama baru Bank Indonesia adalah mencapai dan menjaga nilai rupiah agar tetap stabil. Tugas dan wewenang Bank Indonesia tersebut diatur dan ditetapkan dalam Undang-Undang No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Selain itu, tugas lain dari Bank Indonesia adalah membantu pemerintah dalam meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat. 

Selanjutnya, pemerintah melakukan amandemen perubahan kedua atas Undang-Undang No. 23 tahun 1999 sebagai solusi untuk memelihara stabilitas sistem keuangan negara.

Fungsi dari amandemen UU tentang Bank Indonesia adalah meningkatkan daya tahan perbankan nasional saat terjadi krisis global dengan cara memanfaatkan fasilitas pembiayaan jangka pendek dari Bank Indonesia melalui peningkatan akses perbankan.

Baca Juga: Deposito Berjangka atau Deposito On Call, Mana Yang Lebih Untung?

Kesimpulan 

De Javasche Bank menjadi cikal bakal bank sentral Indonesia dan kemudian menjadi Bank Indonesia setelah dinasionalisasi oleh Pemerintahan Presiden Soekarno melalui Undang-Undang No. 24 tahun 1951 tentang Nasionalisasi De Javasche Bank N.V.

Pada 1952, Pemerintah Indonesia mengubah nama De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia (BI). Bank Indonesia resmi berdiri setahun kemudian setelah diterbitkannya Undang-Undang No. 11 Tahun 1953 tentang Pokok Bank Indonesia. 

Pada tahun 1968, pemerintah RI kembali mengeluarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Indonesia. UU tersebut menyebutkan tentang pengembalian tugas BI sebagai Bank Sentral dan sebagai pembeda dengan bank-bank komersial lainnya.

Memasuki era baru pada tahun 1999, wewenang dan tugas utama baru Bank Indonesia adalah mencapai dan menjaga nilai rupiah agar tetap stabil. Selain itu, tugas lain dari Bank Indonesia adalah membantu pemerintah dalam meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat. 

Baca Juga: Tips Memilih Bank Bagi Produk Investasi Deposito

Referensi : 

Sumber Hukum