Sertifikasi tenaga kerja adalah salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja di Indonesia. Sertifikasi memiliki pengaruh besar terhadap kualitas tenaga kerja di Indonesia. Dengan sertifikasi, pekerja dapat menunjukkan keahlian dan kompetensi yang dimiliki sesuai dengan standar yang berlaku di industri. Hal ini tidak hanya meningkatkan daya saing individu di pasar kerja, tetapi juga memberikan kepercayaan kepada pemberi kerja mengenai kemampuan karyawan yang bersangkutan.
Sertifikasi juga membantu dalam menciptakan tenaga kerja yang lebih terampil dan profesional. Pasalnya, melalui proses sertifikasi, tenaga kerja akan menjalani pelatihan dan evaluasi untuk memastikan bahwa keterampilan yang dimiliki sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Ini tentu berdampak positif pada kualitas output kerja yang dihasilkan oleh tenaga kerja bersertifikat. Selain itu, sertifikasi membuka peluang bagi tenaga kerja untuk mendapatkan pengakuan internasional, karena beberapa sertifikat memiliki jangkauan global yang dapat diterima di banyak negara.
Bagi perusahaan, sertifikasi pekerja berfungsi sebagai alat untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi operasional. Perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja bersertifikat cenderung memperoleh hasil yang lebih maksimal karena kualitas pekerjanya terjamin. Oleh karena itu, sertifikasi tidak hanya menguntungkan pekerja, tetapi juga menjadi investasi jangka panjang bagi perusahaan.
Hak Tenaga Kerja Melalui Sertifikasi
Menurut Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) yang mengatur tentang hak pekerja untuk memperoleh pengakuan atas kompetensi, tenaga kerja berhak untuk mendapatkan sertifikat sebagai bukti kompetensi yang dimilikinya. Sertifikasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa pekerja memiliki keterampilan dan pengetahuan yang relevan dengan pekerjaan yang dijalankan, sehingga dapat meningkatkan profesionalisme dan kualitas kerja.
Menurut Pasal 9 UU Ketenagakerjaan, pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas, dan kesejahteraan.
Pelatihan kerja dapat diselenggarakan oleh Lembaga pelatihan kerja pemerintah, Lembaga pelatihan kerja swasta, atau Lembaga pelatihan kerja perusahaan. Pelatihan kerja dapat berlangsung di tempat pelatihan atau tempat kerja. Lembaga pelatihan kerja pemerintah juga dapat bekerja sama dengan pihak swasta dalam penyelenggaraannya. Ketentuan ini sesuai dengan perubahan yang diatur dalam Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (“UU Cipta Kerja”).
Tenaga kerja yang telah mengikuti pelatihan dari lembaga-lembaga tersebut berhak memperoleh pengakuan atas kompetensi mereka melalui proses sertifikasi. Sertifikasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa tenaga kerja memiliki keterampilan dan pengetahuan yang sesuai dengan standar industri yang berlaku, sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan.
Sertifikasi kompetensi kerja juga dapat diikuti oleh tenaga kerja yang telah memiliki pengalaman di bidangnya. Untuk mendukung proses sertifikasi ini, dibentuk badan nasional sertifikasi profesi yang bersifat independen, sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (3) dan (4) UU Ketenagakerjaan.
Baca juga: Strategi Pengembangan Kompetensi Tenaga Kerja
SKKNI dan Pelatihan Kerja Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional
Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional (“PP 31/2006”) mengatur mengenai sistem pelatihan kerja di Indonesia, termasuk pengembangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). SKKNI merupakan standar kompetensi yang digunakan sebagai acuan dalam proses sertifikasi tenaga kerja di Indonesia. Melalui SKKNI, setiap bidang pekerjaan memiliki standar kompetensi yang harus dipenuhi oleh tenaga kerja agar dapat dikatakan memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan industri.
Pelatihan kerja merupakan langkah awal dalam memperoleh sertifikat kompetensi. Dalam pelatihan ini, tenaga kerja akan dibekali dengan keterampilan teknis maupun non-teknis sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam SKKNI. Setelah mengikuti pelatihan, tenaga kerja akan mengikuti ujian untuk menilai apakah mereka memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan. Jika berhasil, mereka akan mendapatkan sertifikat yang menjadi bukti kompetensinya di bidang tersebut.
Proses pelatihan kerja yang berbasis pada SKKNI ini bertujuan untuk menghasilkan tenaga kerja yang berkualitas dan terampil sesuai dengan kebutuhan pasar. Hal ini juga memastikan bahwa tenaga kerja yang telah terlatih dan bersertifikat dapat beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan perubahan pasar kerja yang dinamis.
Baca juga: Perawat Wajib Ikuti Uji Kompetensi, Ini Syaratnya
Tantangan dalam Implementasi Sertifikasi Tenaga Kerja
Meskipun sertifikasi tenaga kerja memiliki banyak manfaat, terdapat beberapa tantangan dalam implementasinya. Salah satu tantangan utama adalah biaya sertifikasi yang sering kali cukup tinggi, mencakup biaya pelatihan maupun ujian sertifikasi. Hal ini dapat menjadi kendala bagi tenaga kerja yang ingin meningkatkan kompetensinya tetapi memiliki keterbatasan finansial.
Selain itu, kesadaran tenaga kerja terhadap pentingnya sertifikasi masih tergolong rendah. Banyak pekerja yang belum memahami bagaimana sertifikasi dapat meningkatkan daya saing mereka di pasar kerja dan memberikan keuntungan jangka panjang.
Tantangan lainnya adalah kesenjangan standar industri. Beberapa sektor industri belum memiliki standar sertifikasi yang seragam, sehingga terjadi ketidaksesuaian dalam penerapan kompetensi tenaga kerja. Hal ini dapat menyebabkan perbedaan kualitas tenaga kerja di berbagai bidang.
Terakhir, akses terhadap pelatihan juga menjadi kendala. Tidak semua tenaga kerja memiliki kemudahan dalam mendapatkan pelatihan bersertifikasi, terutama mereka yang berada di daerah terpencil. Keterbatasan infrastruktur dan ketersediaan lembaga pelatihan yang berkualitas seringkali menjadi hambatan utama dalam pemerataan akses sertifikasi kompetensi pekerja.
Baca juga: Regulasi Ketenagakerjaan dalam Sektor Kesehatan
Daftar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”).
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (“UU Cipta Kerja”).
- Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional (“PP 31/2006”).
Referensi:
- Wahyuni, S. & Santoso, P. (2022). “Pengaruh Sertifikasi terhadap Kualitas Tenaga Kerja di Indonesia”. Jurnal Hukum dan Ketenagakerjaan, 15(3), 120-134. (Diakses pada 10 Februari 2025 pukul 11.44 WIB).