Perlindungan dalam sektor ketenagakerjaan merupakan hak mutlak bagi seluruh pekerja, tak terkecuali para tenaga medis yang bekerja di sektor kesehatan. Sejumlah pekerja di sektor kesehatan pun mendeklarasikan serikat pekerja pada Minggu (8/9/2024) lalu. Pendirian serikat pekerja tenaga medis bertujuan untuk melindungi, sekaligus menjaga harmonisasi hubungan profesi medis di dunia kerja. Para pekerja medis yang terdiri dari dokter, perawat, bidan, apoteker, dan tenaga medis tergabung ke dalam Kesatuan Serikat Pekerja Medis dan Kesehatan Indonesia (KSP TMKI).

Di Indonesia, regulasi ketenagakerjaan diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”). Namun, terkait dengan hak tenaga medis telah diatur dalam Pasal 273 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (“UU Kesehatan”) bahwa tenaga medis dan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik berhak:

  1. Mendapatkan perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan profesi, standar prosedur operasional, dan etika profesi, serta kebutuhan kesehatan pasien;
  2. Mendapatkan informasi yang lengkap dan benar dari pasien atau keluarganya;
  3. Mendapatkan gaji/upah, imbalan jasa, dan tunjangan kinerja yang layak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  4. Mendapatkan perlindungan atas keselamatan, kesehatan kerja, dan keamanan;
  5. Mendapatkan jaminan kesehatan dan jaminan ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  6. Mendapatkan pelindungan atas perlakuan yang tidak sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral, kesusilaan, serta nilai sosial budaya;
  7. Mendapatkan penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  8. Mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan diri melalui pengembangan kompetensi, keilmuan, dan karir di bidang profesinya;
  9. Menolak keinginan pasien atau pihak lain yang bertentangan dengan standar profesi, standar pelayanan, standar prosedur operasional, kode etik, atau ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
  10. Mendapatkan hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Baca juga: Perubahan Paradigma Ketenagakerjaan: Implikasi Putusan MK Nomor 168/PUU-XXI/2023

Sebagaimana disebutkan pada Pasal 273 ayat (1) huruf h UU Kesehatan bahwa para pekerja di bidang kesehatan bisa mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan diri melalui pengembangan kompetensi, keilmuan, serta karir di bidang profesinya. Hal tersebut turut ditegaskan dalam Pasal 258 ayat (1) UU Kesehatan bahwa dalam rangka menjaga dan meningkatkan mutu tenaga medis dan tenaga kesehatan, dilakukan pelatihan dan/atau kegiatan peningkatan kompetensi yang mendukung kesinambungan dalam menjalankan praktik.

Terkait dengan pemberian sertifikasi kepada tenaga kerja juga dijelaskan dalam Pasal 18 ayat (1) UU Ketenagakerjaan bahwa tenaga kerja berhak memperoleh pengakuan kompetensi kerja setelah mengikuti pelatihan kerja yang diselenggarakan lembaga pelatihan kerja pemerintah, lembaga pelatihan kerja swasta, atau pelatihan di tempat kerja. Sertifikasi kompetensi kerja dapat diikuti oleh tenaga kerja yang telah berpengalaman. Penyelenggaraan pelatihan atau kegiatan kompetensi bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat dan/atau lembaga pelatihan yang terakreditasi oleh Pemerintah Pusat. 

Disebutkan dalam Pasal 258 ayat (3) UU Kesehatan bahwa penjagaan dan peningkatan mutu tenaga medis dan tenaga kesehatan tersebut dilakukan sesuai dengan standar profesi, standar kompetensi, standar pelayanan, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tenaga medis dan tenaga kesehatan yang melakukan pelatihan atau kegiatan peningkatan kompetensi dapat menggunakan hal tersebut untuk proses sertifikasi melalui konversi ke dalam satuan kredit profesi. Sertifikasi bertujuan untuk memastikan agar tenaga medis dan tenaga kesehatan memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas. 

Baca juga: Regulasi Mengenai Upah Lembur dan Jam Kerja Ekstra

Selain peningkatan mutu dan keterampilan para pekerja di bidang kesehatan, terkait dengan kesejahteraan juga menjadi aspek penting dalam regulasi ketenagakerjaan di sektor kesehatan. Penyelenggaraan jaminan sosial menjadi hak yang harus terpenuhi, apalagi para tenaga medis dan tenaga kesehatan menjadi garda terdepan dalam penanggulangan penyakit. Pemberian jaminan sosial menjadi upaya perlindungan atas beban besar yang dipikul para tenaga medis dan tenaga kesehatan dalam kesehariannya, yang juga menjadi barisan paling berisiko terpapar penyakit.

Dalam Pasal 99 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan disebutkan bahwa setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jenis program jaminan sosial sebagaimana dalam Pasal 82 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (“UU Cipta Kerja”) yang meliputi:

  1. Jaminan kesehatan;
  2. Jaminan kecelakaan kerja;
  3. Jaminan hari tua;
  4. Jaminan pensiun;
  5. Jaminan kematian; dan
  6. Jaminan kehilangan pekerjaan.  

Pelaksanaan regulasi dalam sektor kesehatan menjadi hal yang krusial untuk melindungi hak-hak dan sebagai bentuk apresiasi atas pengabdian para pekerja di bidang kesehatan. Aturan terkait menjadi upaya dalam mendorong upah layak dan hak-hak lain yang semestinya diterima para pahlawan kesehatan. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memegang peranan penting dalam mengawasi dan menegakkan regulasi ketenagakerjaan di sektor kesehatan agar terlaksana secara adil dan merata di seluruh wilayah Indonesia. 

Baca juga: Investasi SDM Melalui Pendidikan dan Pelatihan Kerja

 Daftar Hukum:

Referensi: