Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusannya nomor 168/PUU-XXI/2023 telah melakukan judicial review atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.

Terdapat beberapa perubahan pada materi dalam Bab IV Ketenagakerjaan UU Ciptaker. Perubahan materi tersebut meliputi: 

  1. Tenaga Kerja Asing (TKA)

Dalam rangka memprioritaskan tenaga kerja lokal asal Indonesia, MK melalui putusan Nomor 168/PUU-XXI/2023 menyatakan bahwa tenaga kerja Indonesia harus diberikan prioritas utama dalam setiap kesempatan kerja. Putusan ini juga mengalihkan kewenangan Pemerintah Pusat kepada Menteri Ketenagakerjaan RI terkait penggunaan TKA di Indonesia: 

  • Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023, kewenangan untuk menyetujui rencana penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) kini beralih dari pemerintah pusat kepada Menteri Ketenagakerjaan RI. Hal ini mengharuskan pengesahan yang lebih spesifik terkait penggunaan TKA di Indonesia; dan
  • Penggunaan TKA di Indonesia hanya diperbolehkan untuk jabatan dan waktu tertentu yang sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan. Meskipun demikian, terdapat penekanan pada pengutamaan penggunaan tenaga kerja lokal, sehingga tenaga kerja Indonesia tetap menjadi prioritas utama dalam setiap kesempatan kerja.
  1. Perjanjian Kerja

Dalam upaya memperkuat regulasi ketenagakerjaan di Indonesia, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023 membawa sejumlah perubahan penting dalam Bab IV Ketenagakerjaan UU Ciptaker, khususnya terkait dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Perubahan ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan yang lebih baik bagi pekerja, serta memastikan keselarasan antara hak-hak pekerja dan kewajiban pengusaha.

  • Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) diatur dengan jangka waktu maksimum 5 tahun, yang sudah termasuk masa perpanjangan perjanjian kerja;
  • PKWT wajib disusun dalam bentuk perjanjian tertulis menggunakan bahasa Indonesia dan huruf Latin untuk memastikan kejelasan dan pemahaman yang baik antara para pihak; dan
  • Menteri Ketenagakerjaan RI diberikan kewenangan untuk menetapkan ketentuan mengenai sebagian pelaksanaan pekerjaan alih daya sesuai dengan jenis dan bidang pekerjaan yang diperjanjikan dalam kontrak tertulis.
  1. Waktu Istirahat

Tak hanya soal Tenaga Kerja Asing (TKA) dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), pada Putusan MK Nomor 168/PUU-XXII/2024 yang mengabulkan sebagian gugatan serikat pekerja terhadap UU Ciptaker ikut juga mengatur tentang waktu istirahat pekerja/buruh: 

  • Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023, Ditambahkannya jenis istirahat mingguan, selain 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu. Adapun jenis istirahat mingguan yang ditambah adalah 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; dan
  • Terdapat penegasan mengenai kewajiban perusahaan tertentu untuk memberikan istirahat panjang yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.
  1. Pengupahan

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023 terkait Pengupahan, beberapa perubahan signifikan diatur sebagai berikut:

  • Penghidupan layak bagi pekerja/buruh diperluas maknanya, mencakup penghasilan yang wajar untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya, termasuk pendidikan, kesehatan, dan jaminan hari tua;
  • Dewan Pengupahan Daerah, termasuk pemerintah daerah, dilibatkan dalam perumusan kebijakan pengupahan, yang nantinya menjadi bahan bagi pemerintah pusat dalam menetapkan kebijakan upah;
  • Struktur dan skala upah harus memperhatikan prinsip “proporsionalitas,” yang ditambahkan sebagai dasar dalam pengaturan upah;
  • Gubernur diwajibkan menetapkan upah minimum sektoral di tingkat provinsi dan dapat pula di kabupaten/kota;
  • Perluasan makna dari salah satu pertimbangan dalam formula penghitungan upah minimum, yakni variabel indeks tertentu. Adapun indeks tertentu diartikan sebagai kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, dan mempertimbangkan kepentingan perusahaan, pekerja/buruh, serta prinsip proporsionalitas untuk memenuhi kehidupan layak bagi pekerja/buruh;
  • Pemaknaan dalam keadaan tertentu diartikan sebagai bencana alam atau non alam, termasuk kondisi luar biasa perekonomian global/nasional;
  • Upah di atas minimum dapat ditetapkan tidak hanya berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh, tetapi juga bisa dengan serikat pekerja/buruh;
  • Struktur dan skala upah kini mempertimbangkan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi, selain kemampuan perusahaan dan produktivitas;
  • Jika perusahaan pailit atau dalam proses likuidasi, pembayaran upah pekerja/buruh didahulukan, bahkan di atas kreditur preferen, kecuali untuk kreditur dengan hak jaminan kebendaan; dan
  • Dewan Pengupahan berperan aktif memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah pusat atau daerah dalam perumusan kebijakan pengupahan dan pengembangan sistem pengupahan.

Putusan ini menekankan pentingnya kesejahteraan pekerja/buruh dan pengaturan pengupahan yang lebih adil serta proporsional.

  1. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023, pengaturan terkait Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) mengalami beberapa perubahan penting sebagai berikut:

  • Apabila terjadi penolakan terhadap PHK oleh pekerja/buruh, penyelesaian PHK wajib dilakukan melalui perundingan bipartit secara musyawarah mufakat antara pengusaha dan pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/buruh.
  • Jika perundingan bipartit tidak mencapai kesepakatan, maka PHK hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan putusan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah berkekuatan hukum tetap.
  • Kewajiban antara pengusaha dan pekerja/buruh tetap berlangsung sampai berakhirnya proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial dengan putusan yang berkekuatan hukum tetap, sesuai dengan ketentuan undang-undang mengenai penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
  • Pemberian uang pesangon bagi pekerja/buruh yang terkena PHK harus diberikan paling sedikit sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 156 Bab IV Ketenagakerjaan UU 6/2023.

Putusan MK tersebut menegaskan bahwa penyelesaian PHK harus mengedepankan proses musyawarah dan mekanisme hukum yang berlaku untuk melindungi hak-hak pekerja/buruh.

Putusan MK ini tidak hanya merevisi aspek teknis, tetapi juga berupaya menciptakan standar ketenagakerjaan yang lebih adil. Dengan aturan baru ini, diharapkan tercipta lingkungan kerja yang memperhatikan hak-hak pekerja dan meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja lokal. Revisi ini juga mencerminkan komitmen hukum nasional dalam menjaga keselarasan antara kebutuhan industri dan perlindungan terhadap pekerja, sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh pihak yang terlibat dalam hubungan kerja di Indonesia. 

Baca juga: Regulasi Mengenai Upah Lembur dan Jam Kerja Ekstra