Istilah kepailitan sering digunakan dalam dunia bisnis dan usaha.  Kepailitan dapat diartikan sebuah proses penyelesaian sengketa bisnis melalui jalur litigasi atau melalui sebuah proses di Pengadilan Niaga. Kepailitan diatur dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan & PKPU). 

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU Kepailitan & PKPU menyebutkan bahwa kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan Hakim Pengawas. Rumusan pasal ini dapat disimpulkan bahwa kepailitan adalah sita umum (berlaag) atas kekayaan debitur pailit. 

Syarat untuk mengajukan permohonan kepailitan diatur oleh Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan & PKPU yang menyebutkan bahwa permohonan kepailitan dapat diajukan jika debitur mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak dapat membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. 

Permohonan gugatan pailit diajukan ke Pengadilan Niaga oleh pihak yang memiliki kewenangan seperti kreditur, debitur, Bank Indonesia, Menteri Keuangan, Badan Pengawas Pasar Modal, dan Jaksa demi kepentingan umum. Putusan pailit dibacakan selambat-lambatnya 60 hari pasca tanggal permohonan gugatan pailit didaftarkan. 

Baca Juga: Sejarah Pengadilan Niaga di Indonesia

Akibat Putusan Pailit

Putusan pailit dapat berakibat hukum terhadap debitur pailit, salah satunya kewenangan debitur terhadap harta kekayaannya jadi terbatas. Debitur pailit hanya dapat melakukan perbuatan yang memberikan keuntungan dan menambah harta kekayaan yang selanjutnya dijadikan boedel pailit. 

Namun apabila perbuatan debitur pailit berpotensi mendatangkan kerugian atau dapat mengurangi harta pailit, kurator dapat meminta pembatalan perbuatan hukum yang telah dilakukan oleh debitur pailit. Pembatalan tersebut bersifat relatif sebagaimana diatur dalam Pasal 41 UU Kepailitan & PKPU. Tindakan yang dilakukan kurator untuk meminta pembatalan tersebut disebut dengan actio paulina. Pembatalan ini bertujuan menjaga agar harta pailit tidak berkurang dan melindungi kepentingan kreditur, agar tidak dirugikan.

Baca Juga: Benarkah PKPU Jadi Momok Menakutkan Bagi Pelaku Usaha?

Boedel Pailit

Menurut hukum boedel pailit merupakan harta kekayaan milik individu atau badan yang telah dinyatakan pailit atau bangkrut. Boedel pailit ini dilakukan setelah Pengadilan Niaga memutus pailit terhadap debitur. Selanjutnya pengelolaan harta kekayaan milik debitur pailit akan diserahkan kepada Balai Harta Peninggalan atau bankrupt estate sebagai pihak kurator sebagaimana diatur dalam Pasal 100 UU Nomor 37 Tahun 2004.

Jika pihak debitur tidak mampu lagi memenuhi kewajiban atau membayar utangnya, harta milik debitur harus ditetapkan terlebih dahulu oleh pengadilan sebagai boedel pailit. Selanjutnya, kurator wajib mencatat boedel pailit maksimal dua hari setelah terbitnya surat pengangkatannya sebagai kurator. Sementara Hakim Pengawas akan mengawasi kurator dalam mengurus dan membereskan harta pailit.

Adapun harta debitur pailit yang dapat dijadikan boedel pailit harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu:

  1. Debitur harus bisa membuktikan bahwa harta yang dijadikan boedel pailit adalah miliknya dan sah secara hukum. Jika syarat ini tidak dapat dipenuhi, harta tersebut tidak bisa dijadikan boedel pailit. (Pasal 1131 KUHPer).
  2. Harta debitur tidak diperoleh dengan melakukan perbuatan melawan hukum. Jika kedapatan pihak debitur melakukan perbuatan tersebut, maka debitur wajib memberikan ganti rugi kepada pihak yang menjadi korban. Salah satu bentuk kompensasinya adalah berupa boedel pailit (Pasal 1365 KUHPer). 
  3. Adanya akta jual beli akan menjadi batal demi hukum apabila tidak memenuhi unsur objektif dan tidak memenuhi syarat sebab yang halal. Jika perjanjian batal demi hukum ini untuk melakukan perbuatan hukum lain, perbuatan tersebut menjadi cacat dan harus batal demi hukum (1320 KUHPer). 

Baca Juga: Tugas Pokok Hakim Pengawas Perkara Kepailitan

Pemberesan Boedel Pailit

Dalam rangka pemberesan dan penyelesaian boedel pailit, kurator memiliki wewenang untuk melakukan pemberesan, meskipun nantinya putusan pengadilan diajukan kasasi atau peninjauan kembali. Pihak kurator juga dapat menentukan harta apa saja yang bisa dijual atau disimpan sementara.

Harta pailit dijual dengan harga tertingginya dengan demikian kurator harus kreatif dalam menjualnya. Hasil penjualannya dapat menjadi tambahan atas kewajiban yang ditagih dan diserahkan kepada masing-masing kreditur. Sedangkan keputusan untuk menyimpan harta boedel pailit, apabila nilainya akan meningkat di kemudian hari. 

Adapun urutan prioritas pembagian hasil penjualan boedel pailit kepada masing-masing kreditur adalah sebagai berikut:

– Kreditur preferen karena punya hak istimewa dan berkedudukan lebih tinggi.

– Kreditur konkuren karena memiliki hak gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, dan hipotik yang belum terlunasi

Baca Juga: Inilah Tugas dan Wewenang Hakim Pengawas

Kesimpulan 

Putusan pailit dapat berakibat hukum terhadap debitur pailit, salah satunya kewenangan debitur terhadap harta kekayaannya jadi terbatas. Debitur hanya bisa melakukan perbuatan yang memberikan keuntungan bagi hartanya yang disita dan dijadikan boedel pailit. 

Jika perbuatan debitur pailit dinilai dapat merugikan atau dapat mengurangi harta pailit, kurator dapat meminta pembatalan atas perbuatan yang telah dilakukan oleh debitur pailit. Tindakan yang dilakukan kurator untuk meminta pembatalan disebut dengan actio paulina.

Harta debitur pailit yang dapat dijadikan boedel pailit harus memenuhi persyaratan seperti yang tertuang dalam Pasal 1131 KUHPer, Pasal 1365 KUHPer, dan Pasal 1320 KUHPer. 

Kurator bisa menentukan apa saja harta boedel pailit yang bisa dijual atau disimpan sementara. Keputusan untuk menyimpan harta boedel pailit, apabila nilainya akan meningkat di kemudian hari. Adapun urutan prioritas pembagian hasil penjualan boedel pailit kepada kreditur, yaitu kreditur preferen dan kreditur konkuren.

Baca Juga: Sita Harta Pailit vs Sita Harta Pidana, Mana Yang Harus Didahulukan?