Kehadiran kontrak elektronik pada era kemajuan teknologi informasi telah mengubah pola kehidupan manusia dalam melakukan transaksi atau suatu perikatan. Perjanjian yang terjadi terkait dengan penggunaan dan pemanfaatan teknologi internet atau dikenal dengan istilah kontrak elektronik. 

Kontrak elektronik adalah perjanjian yang dibuat dengan menggunakan teknologi informasi atau alat elektronik. Kontrak elektronik sah dan memiliki kekuatan hukum yang sama dengan perjanjian konvensional jika memenuhi syarat sah perjanjian. 

Perjanjian online dapat dikatakan perjanjian yang lahir dengan bantuan internet melalui media elektronik seperti email, website, electronic data interchange (EDI), dan metode serta teknologi lainnya. Umumnya perjanjian ini akan banyak dijumpai pada platform e-commerce atau aplikasi pinjaman online. 

Baca Juga: Jenis Pelanggaran dan Kewenangan Bursa Kripto

Kontrak Elektronik Dalam Perspektif Hukum Indonesia 

Hukum perjanjian di Indonesia diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) terkait dengan asas kebebasan kontrak Pasal 1338. Dasar inilah yang memungkinkan Kontrak tersebut mempunyai dasar hukum dalam sistem hukum di Indonesia. 

Selanjutnya dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) memberikan definisi kontrak elektronik sebagai “Perjanjian yang dimuat dalam dokumen elektronik atau media elektronik lainnya”. 

Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa kontrak elektronik adalah hubungan hukum yang dilakukan secara elektronik yang dihasilkan dengan perantara alat-alat elektronik dan/atau teknologi informasi dimana bentuknya dapat berbentuk dokumen elektronik atau media lainnya. 

Baca Juga: Apakah Penyadapan Telepon Selular Melanggar Hukum?

Sahnya Suatu Perjanjian

Suatu perjanjian baik yang dilakukan secara konvensional maupun secara elektronik adalah sah apabila memenuhi unsur-unsur sebagaimana diatur dalam Pasal 1320-1337 KUHPerdata. Dimana syarat-syarat tersebut adalah: 

  1. Adanya kesepakatan bagi mereka yang mengikatkan diri
  2. Cakap untuk membuat perjanjian
  3. Terdapat pokok persoalan tertentu
  4. Adanya suatu sebab (kausa) yang halal

Namun jika suatu perjanjian atau perikatan dibuat atas dasar paksaan atau penipuan, maka perjanjian itu tidak sah. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 1321, yang berbunyi: “Tiada suatu persetujuan pun mempunyai kekuatan jika diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan”. 

Baca Juga: Kekuatan Hukum Rekaman CCTV Sebagai Alat Bukti di Pengadilan

Kesimpulan

Kontrak elektronik adalah perjanjian yang dibuat dengan menggunakan teknologi informasi atau alat elektronik. Kontrak tersebut sah dan memiliki kekuatan hukum yang sama dengan perjanjian konvensional jika memenuhi syarat sah perjanjian. Dapat dikatakan bahwa apabila syarat-syarat tersebut terpenuhi, perjanjian atau kontrak tersebut dapat dikatakan sah 

Berdasarkan hukum Indonesia kontrak elektronik diatur oleh KUHPerdata dan UU ITE. Jika merujuk pada Pasal 1320-1337 KUHPerdata, suatu perjanjian dianggap sah jika memenuhi syarat adanya kesepakatan bagi mereka yang mengikatkan diri, cakap membuat perjanjian, terdapat pokok persoalan tertentu, dan suatu sebab (kausa) yang halal.

Baca Juga: Jenis Kejahatan Cyber dan Cara Pencegahannya