Dalam setiap hubungan hukum, baik itu kontrak bisnis, hubungan kerja, atau pun kerja sama lainnya, kerap kali terjadi perselisihan yang tidak dapat diselesaikan secara damai. Untuk itu, diperlukan pemahaman terkait dengan alternatif penyelesaian sengketa yang dapat dijadikan pilihan selain melalui proses litigasi. Arbitrase menjadi salah satu metode alternatif penyelesaian sengketa yang banyak dipilih terutama dalam bisnis dan investasi. Dalam konteks ini, seorang konsultan hukum atau ahli hukum memegang peranan penting dalam penyelesaian sengketa yang dapat mempengaruhi hasil akhir dari proses tersebut.

Pada Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (“UU Arbitrase”) disebutkan bahwa dalam hal sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat diselesaikan, maka atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator. 

Apabila para pihak tersebut dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dengan bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator tidak berhasil mencapai kata sepakat, atau mediator tidak berhasil mempertemukan kedua belah pihak, maka para pihak menghubungi sebuah lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa untuk menunjuk seorang mediator, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (4) UU Arbitrase.

Dalam hal ini, ahli hukum berperan dalam memberikan nasihat hukum dan membantu para pihak memahami hak-hak mereka, mengevaluasi opsi yang tersedia, dan menentukan langkah terbaik untuk mencapai hasil yang diinginkan. Selama proses penyelesaian sengketa, konsultan hukum dan kuasa hukum dapat mewakili kliennya dalam proses negosiasi. Hal ini karena dalam proses tersebut, para pihak yang bersengketa mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam mengemukakan pendapat masing-masing. Tercantum dalam Pasal 29 ayat (2) UU Arbitrase, bahwa para pihak yang bersengketa dalam diwakili oleh kuasanya dengan surat kuasa khusus.

Baca juga: Arbitrase Investasi: Alternatif Penyelesaian Sengketa Investor Internasional

Konsultan hukum atau ahli hukum memiliki tanggung jawab untuk memberikan masukan yang objektif dan profesional terkait dengan sengketa yang sedang berlangsung, serta membantu klien dalam mempersiapkan dokumen yang diperlukan. Konsultan hukum tidak hanya bertindak sebagai perwakilan klien, namun juga sebagai pihak yang harus memastikan bahwa proses penyelesaian sengketa sesuai dengan hukum yang berlaku, yakni dengan memperhatikan kepentingan dan hak-hak para pihak yang terkait. Namun, penting untuk dicatat bahwa meskipun seorang konsultan memiliki peran krusial mewakili pihak yang terlibat, mereka tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan akhir dalam sengketa. 

Proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase diselesaikan oleh seorang ahli hukum, yakni arbiter yang bertugas untuk memberikan putusan sengketa. Untuk dapat ditunjuk atau diangkat sebagai arbiter setidaknya harus memenuhi syarat sebagaimana tertera dalam Pasal 12 UU Arbitrase, di antaranya:

  1. Cakap melakukan tindakan hukum;
  2. Berumur paling rendah 35 tahun;
  3. Tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan salah satu pihak bersengketa;
  4. Tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain atas putusan arbitrase; dan
  5. Memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif di bidangnya paling sedikit 15 tahun.

Dukungan dan saran dari seorang konsultan hukum dapat memperkuat posisi klien dan meningkatkan peluang keberhasilan dalam arbitrase. Konsultan bukan hanya membantu dalam persiapan dan penyampaian argumen, namun juga memberikan analisis yang mendalam dan dukungan strategis selama proses penyelesaian sengketa berlangsung.

Baca juga: Menakar Keabsahan Peninjauan Kembali dalam Sengketa Arbitrase di Indonesia

 Daftar Hukum:

Referensi: