Klausul perjanjian arbitrase dalam perjanjian bisnis merupakan komponen yang krusial karena akan menentukan jalur penyelesaian sengketa yang akan digunakan apabila terjadi perselisihan diantara para pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian. Dalam perjanjian, para pihak tidak hanya menyatakan kesediaan mereka untuk mengajukan perselisihan melalui forum arbitrase tetapi juga aspek-aspek prosedur yang ingin mereka butuhkan. 

Karena itulah perjanjian yang dirancang dengan benar menjadi sangat penting. Artikel ini memberikan sepuluh kiat tentang apa yang harus dimasukkan dan diperhatikan saat menyusun klausul arbitrase dalam sebuah kontrak.

Baca Juga: Mengenal Hak Ingkar dalam Arbitrase

Konsep Dasar Perjanjian Arbitrase

Berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 199 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase) merupakan suatu proses penyelesaian sengketa/perselisihan di luar pengadilan, dimana para pihak yang bersengketa sepakat untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada lembaga arbitrase. Sehingga dalam klausul perjanjian arbitrase akan menetapkan bahwa sengketa yang timbul, dengan perjanjian tersebut akan diselesaikan melalui arbitrase bukan melalui pengadilan. 

Pada dasarnya, klausul perjanjian arbitrase memberikan kebebasan kepada para pihak untuk memilih jalur penyelesaian sengketa yang dianggap paling sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan mereka. Hal ini berbeda dengan proses pengadilan konvensional, di mana para pihak tidak memiliki kendali atas proses penyelesaian sengketa dan terikat pada aturan dan prosedur yang telah ditetapkan oleh pengadilan.

Baca Juga: Mengenal Badan Arbitrase Syariah Nasional

Bentuk Perjanjian Arbitrase 

  1. Pactum Decompromittendo, perjanjian ini disusun sebelum dimulainya penandatanganan klausula arbitrase yang tercantum dalam pokok perjanjian.
  2. Akta Kompromis, perjanjian ini disusun setelah dimulainya perjanjian berupa perjanjian tersendiri (bukan berupa amandemen ataupun addendum perjanjian pokok). Sebagaimana tertuang dalam Pasal 9 UU Arbitrase yang telah memberikan pengaturan khusus mengenai isi dari perjanjian arbitrase. 

Baca Juga: Pelaksanaan Putusan Hukum Arbitrase Internasional

Tips Menyusun Klausul Arbitrase

Dikutip dari laman Arbitrase Internasional berikut 10 tips dalam menyusun klausul arbitrase internasional; 

  1. Jangan gunakan kata-kata permisif seperti “mungkin”. Sebaiknya gunakan kata-kata yang mengungkapkan kewajiban yang mengikat secara hukum seperti “harus” atau “akan”.  
  2. Para pihak dapat menentukan lembaga arbitrase yang akan membantu menyelesaikan sengketa baik lembaga dalam negeri seperti BANI atau lembaga arbitrase internasional seperti Lembaga Arbitrase London (LCIA), Lembaga Arbitrase Internasional Singapura (SIAC), Pusat Arbitrase Internasional Hong Kong (HIAC), dll.
  3. Langkah ketiga yang paling penting adalah memilih seperangkat aturan arbitrase, yang menyediakan kerangka kerja prosedural. Setiap lembaga memiliki klausa model yang disarankan untuk pihak yang ingin memasukkannya dalam kontrak mereka. Dalam kasus arbitrase internasional, para pihak biasanya memilih seperangkat aturan arbitrase yang dikembangkan oleh Komisi PBB tentang Hukum Perdagangan Internasional atau UNCITRAL. 
  4. Tempat kedudukan arbitrase menentukan hukum acara yang akan digunakan dalam penyelesaian sengketa. Para pihak harus memilih tempat yang netral. Sebagai aturan umum, para pihak harus selalu memilih tempat di yurisdiksi yang merupakan penandatangan Konvensi New York 1958 atau Konvensi New York serta yang wilayah hukum nasionalnya mendukung arbitrase.
  5. Hati-hati dalam mendefinisikan ruang lingkup arbitrase, kecuali Anda setuju semua perselisihan, termasuk klaim gugatan dan ganti rugi yang timbul dari kontrak dan dari hubungan bisnis harus diselesaikan dengan arbitrasi. Pastikan untuk mengecualikan perselisihan yang tidak akan diajukan ke arbitrase. 
  6. Para pihak harus menentukan hukum yang mengatur atau dikenal dengan hukum substantif yang biasanya diatur dalam klausa terpisah dari klausul arbitrase. Penting untuk dicatat bahwa hukum yang mengatur kontrak tidak sama dengan hukum arbitrase atau hukum prosedural yang mengatur arbitrase. 
  7. Para pihak harus mempertimbangkan jumlah arbiter yang akan menjadi penengah dalam penyelesaian sengketa. Jumlah arbiter memiliki dampak pada biaya keseluruhan dan durasi arbitrase, contohnya tiga arbiter akan lebih mahal dibandingkan satu arbiter dan mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk mengeluarkan putusan. Kerugian Jika para pihak tidak menyetujui jumlah arbiter, ini menyebabkan penundaan yang tidak perlu pada keseluruhan proses.
  8. Penting untuk menetapkan metode pemilihan dan penggantian arbiter. Oleh karena itu para pihak harus menunjuk pihak otoritas yang dapat menunjuk/mengganti pihak arbiter sesuai aturan prosedur untuk menetapkan aturan baku tentang penunjukan arbiter. 
  9. Memilih satu bahasa yang digunakan dalam penyusunan klausul kontrak akan lebih disukai daripada beberapa opsi. Ini adalah elemen opsional, dan tidak harus ada persetujuan bagi para arbiter untuk memutuskan bahasa arbitrase.
  10. Akan lebih baik bagi para pihak untuk mencoba menegosiasikan penyelesaian perselisihan sebelum terlibat dalam proses arbitrase yang lebih memakan waktu dan biaya. Masalah penting untuk dipertimbangkan ketika memasukkan klausa adalah untuk memperjelas apakah itu wajib atau opsional. Jika para pihak menggunakan kata-kata wajib seperti “harus”, tak ada jalan lain untuk mediasi atau negosiasi melalui arbitrase. Penting harus diperhatikan untuk memasukkan batas waktu dimana perselisihan dapat diajukan ke arbitrase. 

Pada tahun 2010, Asosiasi Pengacara Internasional menerbitkan Pedoman IBA untuk Penyusunan Klausul Arbitrase Internasional. Ini merupakan panduan komprehensif untuk menyusun klausul arbitrase dan memastikan ada klausa yang sah dan berlaku.

Baca Juga: Arbitrase Dalam Sosiologi, Solusi Efektif Penyelesaian Sengketa