Saat ini penggunaan arbitrase sebagai wadah penyelesaian sengketa dan perselisihan telah menjadi pilihan bagi kalangan dunia usaha. Penyelesaian putusan hukum sengketa arbitrase tanpa melibatkan pengadilan ini dianggap memiliki beberapa keuntungan diantaranya, adalah kemudahan memiliki arbiter sesuai keahliannya, penyelesaian sengketa lebih cepat dan terjaminnya rahasia para pihak bersengketa. Bandingkan jika penyelesaian sengketa lewat pengadilan yang menghabiskan waktu begitu lama. 

Seiring dengan perkembangan arbitrase, pada tanggal, 12 Oktober 2023 Mahkamah Agung (MA) telah menerbitkan Peraturan Tentang Tata Cara Penunjukan Arbiter dan Pembatalan Putusan Arbiter. Peraturan itu tertuang dalam Perma No. 3 Tahun 2023 tentang Tata Cara Penunjukan Arbiter oleh Pengadilan, Hak Ingkar, Pemeriksaan Permohonan Pelaksanaan dan Pembatalan Putusan Arbitrase. Perma terbaru ini menggantikan Perma No. 1 Tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing yang terbit sebelumnya. Di Indonesia, putusan arbitrase domestik maupun putusan arbitrase internasional mensyaratkan adanya pendaftaran putusan tersebut sebelum putusan tersebut dieksekusi.

Perma terbaru ini secara rinci menguraikan tata cara pelaksanaan putusan arbitrase internasional, termasuk upaya hukum yang dapat dilakukan apabila pelaksanaan tersebut ditolak. Sudah selayaknya, Mahkamah Agung diberikan apresiasi atas terbitnya peraturan tersebut agar pelaku bisnis mendapatkan kepastian hukum dan kemudahan melakukan eksekusi terhadap putusan arbitrase internasional. 

Pelaksanaan Putusan Arbitrase Nasional dalam Perma No. 3 Tahun 2023

Dalam Perma tersebut, Mahkamah Agung (MA) mengatur pelaksanaan putusan arbitrase internasional yang selama ini banyak dinilai kurang efektif. Namun terbitnya peraturan baru tersebut, MA memberikan penegasan bahwa Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memiliki kewenangan menolak permohonan eksekuatur pelaksanaan putusan arbitrase asing jika tidak masuk dalam ruang lingkup perdagangan dan/atau bertentangan dengan ketertiban umum.

Perma tersebut juga memberikan penegasan terkait dengan upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap putusan arbitrase internasional. Apabila salah satu pihak mengajukan upaya hukum, maka berkas perkara tidak dikirim ke Mahkamah Agung dan akan dicatatkan sebagai upaya hukum yang tidak memenuhi syarat, selanjutnya Ketua Pengadilan Negeri akan membuat penetapan.

Dari uraian di atas semakin menegaskan adanya upaya MA dalam memberikan kepastian hukum kepada para pelaku usaha ketika memilih arbitrase sebagai jalan penyelesaian sengketa, khususnya terkait dengan putusan arbitrase internasional. 

Kewenangan Hakim dalam Putusan

Muncul pertanyaan dari pihak yang kalah terkait upaya hukum terhadap putusan arbitrase internasional. Perma 3 Tahun 2023  secara tegas mengatur bahwa kewenangan menolak permintaan pelaksanaan putusan arbitrase internasional sepenuhnya berada pada kewenangan Hakim Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Apalagi jika putusan arbitrase internasional tersebut terbukti bertentangan dengan kebijakan umum atau tidak termasuk kepada ruang lingkup perdagangan. 

Sehingga, sesuai dengan Perma tersebut jelas bahwa Putusan Arbitrase Internasional/Putusan Arbitrase Syariah Internasional bersifat final dan tidak ada upaya hukum yang dapat dilakukan bagi pihak yang kalah terkait dengan pelaksanaan putusan arbitrase internasional, sesuai dengan Pasal 20. 

Baca Juga: Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Arbitrase