Putusan adalah suatu pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan. Terdapat dua putusan perkara yang umum dikenal masyarakat, yaitu amar putusan pidana dan amar putusan perdata. Kedua putusan ini memiliki makna berbeda antara satu putusan dengan putusan perkara lainnya, baik dari sanksi dan hukumannya. 

Putusan perdata timbul karena terjadi pelanggaran terhadap hak seseorang seperti diatur dalam hukum perdata. Sedangkan perkara pidana disebabkan karena timbulnya pelanggaran atas perbuatan pidana yang telah ditetapkan dalam hukum pidana.

Pada artikel kali ini kita akan membahas tentang jenis putusan dan amar putusan dalam perkara perdata. 

Pengertian Amar Putusan 

Pada proses persidangan kerap kita mendengar istilah amar putusan peradta. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) amar dapat diartikan sebagai bunyi putusan sesudah kata memutuskan, mengadili. Amar putusan dapat juga diartikan putusan yang dijatuhkan oleh hakim. Dalam hukum perdata, putusan hakim umumnya diklasifikasikan berdasarkan kehadiran para pihak, saat membacakan putusan. 

Putusan yang diambil oleh hakim merupakan hasil pemeriksaan sebuah perkara yang diajukan para pihak. Ketika putusan sudah dibacakan oleh hakim, maka putusan tersebut harus dipatuhi. Hal ini disebabkan oleh adanya asas yang berlaku universal, bahwa putusan hakim harus dianggap benar meskipun salah. Hakim juga tidak bisa dituntut atas pelaksanaan menjalankan fungsi dan kewenangan peradilan. 

Putusan sebagai produk hakim dalam menangani perkara sering dianggap sebagai ‘mahkota’. Martabat seorang hakim pada hakikatnya dapat diukur dari seberapa putusan yang dibuatnya memiliki kualitas tertentu. Selain bertanggung jawab kepada para pihak pencari keadilan, hakim juga harus mempertanggungjawabkan putusannya kepada Tuhan YME. . 

Putusan hakim juga merupakan jawaban hakim atas kasus perkara yang sedang diperiksa dengan segenap penguasaan hukum yang dimiliki, baik hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis. Beberapa putusan ada yang memiliki kualitas istimewa karena sifat perkara dan dasar pertimbangan yang berasal dari pemikiran hakim dan mengandung substansi yang dapat berlaku pada kasus-kasus lain. 

Putusan itu kemudian diikuti oleh hakim-hakim lain untuk memutus perkara dalam kasus yang sama. Putusan yang demikian dalam dunia hukum sering dikenal sebagai yurisprudensi. Yurisprudensi  adalah keputusan dari hakim terdahulu untuk menghadapi suatu perkara yang tidak diatur didalam undang-undang dan dijadikan sebagai pedoman bagi para hakim yang lain untuk menyelesaikan suatu perkara yang sama.

Baca Juga: Prinsip-prinsip Dalam Hukum Perdata

Jenis dan Sifat Putusan Perkara Perdata 

Sebelum membahas tentang jenis putusan perkara perdata, ada baiknya mengenal berbagai macam golongan putusan dalam suatu perkara. Dilihat dari segi fungsinya putusan terbagi menjadi dua golongan, yaitu; 

  1. putusan akhir, putusan  yang mengakhiri pemeriksaan perkara, baik telah melalui semua tahap pemeriksaan maupun belum; 
  2. putusan sela (provisional), putusan yang dijatuhkan sebelum putusan akhir yang bertujuan untuk memperlancar jalannya pemeriksaan.

Putusan sela terdiri dari putusan preparatoir, putusan insidentil, dan putusan provisional. Putusan preparatoir dipergunakan untuk mempersiapkan perkara, demikian pula putusan insidentil, sedangkan putusan provisional adalah putusan yang dijatuhkan sehubungan dengan tuntutan dalam pokok perkara. 

Putusan sela banyak dipergunakan dalam acara singkat dan dijatuhkan karena harus segera diambil tindakan. Contoh putusan sela, pemilik rumah (pemohon) mengajukan gugatan perdata terhadap penyewa (tergugat) yang telah merusakkan atap rumah sewaan, sedangkan waktu itu adalah musim hujan. Oleh karena itu, hakim diminta segera menjatuhkan putusan sela agar tergugat dihukum untuk segera memperbaiki atap rumah yang rusak.

Contoh lain, seorang istri yang mengajukan gugatan cerai terhadap suaminya dan memohon agar diperkenankan untuk meninggalkan tempat tinggal bersama selama proses berlangsung. Hakim yang memeriksa akan menjatuhkan putusan sela atas permohonan untuk meninggalkan tempat tinggal bersama tersebut. Putusan provisional selalu dapat dilaksanakan terlebih dahulu (Pasal 180 HIR).

Putusan jika dilihat dari segi sifatnya dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: 

  • Putusan deklarator (declaratoir vonnis

Pernyataan hakim yang tertuang dalam putusan yang dijatuhkan, dimana pernyataan tersebut merupakan penjelasan atau penetapan tentang sesuatu hak atau title maupun status. Pernyataan hakim tersebut dicantumkan dalam amar atau diktum putusan. Dengan kata lain putusan jenis ini hanya menegaskan status hukum sesuatu atau seseorang; 

  • Putusan konstitutif  (constitutif vonnis

Putusan yang menciptakan hukum baru ataupun meniadakan suatu keadaan hukum yang telah ada. Misalnya, putusan perceraian terhadap pasangan suami–istri yang kemudian resmi bercerai, menyebabkan perubahan status sebagai janda atau duda;

  • Putusan konstitutif (Condemnatoir vonnis) 

Putusan yang amar putusannya menghukum salah satu pihak yang berperkara untuk melakukan sesuatu atau menyerahkan sesuatu kepada pihak lawan. Apabila pihak putusan tersebut tidak dilaksanakan secara sukarela maka akan dilakukan eksekusi paksa oleh pengadilan atas dasar permohonan penggugat. 

Baca Juga: Inilah Tips Untuk Terhindar Dari Wanprestasi

Asas-asas Putusan 

Suatu putusan harus memiliki asas seperti diatur dalam Pasal 178 HIR/Pasal 189 RBg dan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU Kekuasaan Kehakiman 4/2004), agar suatu putusan tidak mengandung cacat, harus memenuhi asas-asas sebagai berikut:

  1. Memuat dasar yang jelas dan rinci. Pasal 178 ayat (1) HIR pada pokoknya mewajibkan hakim karena jabatannya atau secara ex officio, wajib mencukupkan segala alasan yang tidak dikemukakan para pihak yang berperkara; 
  2. Wajib mengadili seluruh bagian gugatan dan tidak boleh hanya memeriksa dan memutus sebagian saja, dan mengabaikan gugatan lainnya. Hakim harus secara menyeluruh  memeriksa dan mengadili setiap segi gugatan yang diajukan;
  3. Tidak boleh mengabulkan melebihi tuntutan. Asas ini tidak hanya melarang hakim untuk menjatuhkan putusan yang mengabulkan melebihi tuntutan, karena dapat dianggap melanggar asas ultra petitum, sehingga mengakibatkan putusan tersebut harus dibatalkan di tingkat selanjutnya;
  4. Diucapkan di muka atau terbuka untuk umum yang bersifat imperative. Dalam hal pemeriksaan tertutup, putusan tetap diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. 

Baca Juga: Kesalahan dalam Kontrak dan Implikasinya

Kesimpulan

Amar putusan perdata timbul karena pelanggaran terhadap hak seseorang yang diatur dalam hukum perdata. Amar putusan adalah pernyataan keputusan hakim yang harus dipatuhi oleh para pihak. Putusan perdata terbagi menjadi putusan akhir dan putusan sela, sementara sifat putusan dapat berupa deklarator, konstitutif, dan condemnatoir. 

Asas-asas yang harus dipenuhi dalam putusan perdata mencakup kejelasan dan rincian dasar putusan, pengadilan seluruh bagian gugatan, batasan dalam mengabulkan tuntutan, dan penyampaian putusan secara terbuka untuk umum.

Baca Juga: Sepelekan Aturan Tata Ruang Bisa Dipenjara dan Denda Miliaran Rupiah

Dasar Hukum

Referensi