Aturan Tata ruang, menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (UU Tata Ruang) merupakan  wujud struktur ruang dan pola ruang. Ruang yang dimaksud terdiri atas ruang darat, laut, dan udara bertempatan di mana makhluk hidup dapat melakukan kegiatan dan melangsungkan kehidupannya.

Penataan ruang merupakan proses, pemanfaatan, serta pengendalian pemanfaatan ruang yang terbagi atas sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan yang terbagi atas penataan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.

Hal-hal terkait Aturan Tata Ruang di Indonesia diatur dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-undang dan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Baca Juga: Penting Diketahui, Ini Syarat dan Prosedur Balik Nama Sertifikat Tanah

Indikasi Pelanggaran Tata Ruang di Danau Toba

Danau Toba merupakan danau terbesar se-Asia Tenggara yang terletak di Provinsi Sumatera Utara dan dijadikan sebagai tempat wisata. Pada awalnya, Danau Toba adalah kawah vulkanik akibat letusan gunung berapi. Saat ini, danau toba dikenal sebagai danau tektonik yang memiliki keindahan alam dan keindahan budaya yang memukau.

Dalam pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Perkuatan Kolaborasi Antar Pihak dalam Mendorong Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Danau Toba” 24 November 2022 di Medan, Sumatera Utara, Dirjen Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang Kementerian ATR/BPN Budi Situmorang mengatakan regulasi terkait pengendalian tata ruang di kawasan Danau Toba telah ada dan berlaku. Akan tetapi pada pelaksanaannya telah terjadi banyak pembangunan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang sesuai dengan pemanfaatan tata ruang.

Pada FGD yang membahas perlunya kolaborasi antara pusat, provinsi, kabupaten, dan kota dalam pelaksanaan penataan ruang ditemukan indikasi terkait pelanggaran tata ruang yang tidak sesuai di Kawasan Danau Toba berjumlah 1.482. Setelah dilakukan verifikasi dan konfirmasi, 19 kasus telah ditetapkan sebagai pelanggaran pemanfaatan ruang.

Pada Pasal 61 UU Tata Ruang disebutkan, terdapat 4 kategori terkait kewajiban bagi setiap orang untuk menaati rencana tata ruang, memanfaatkan ruang sesuai rencana aturan tata ruang, mematuhi ketentuan terkait persyaratan kegiatan pemanfaatan ruang dan memberi akses terhadap kawasan dalam lingkup publik (umum). Apabila terdapat orang yang tidak menaati kewajiban tersebut, khususnya jika mengakibatkan adanya perubahan fungsi penataan ruang, maka akan dikenakan sanksi administratif.

Sebagaimana tertera pada Pasal 62 Tata Ruang, terdapat sanksi administratif bagi setiap orang yang melakukan pelanggaran.  Sanksi administratif yang dimaksud dapat berupa peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan, penghentian sementara pelayanan umum, penutupan lokasi, pencabutan izin, pembatalan izin, pembongkaran bangunan, pemulihan fungsi ruang dan/atau denda administratif.

Sanksi administratif terkait pelanggaran rencana tata ruang tertera dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-undang sebagai berikut:

Pasal 69 UU Tata Ruang menyebutkan, pelanggaran jika tidak menaati rencana tata ruang, sehingga:

  1. Mengakibatkan perubahan fungsi: Pidana paling lama 3 tahun dan denda maksimal Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah)
  2. Mengakibatkan kerugian terkait harta benda/kerusakan barang: Pidana penjara paling lama tahun dan denda maksimal Rp2.500.000.000 (dua miliar rupiah)
  3. Mengakibatkan kematian orang: Pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp8.000.000.000 (delapan miliar rupiah)

Dalam Pasal 70 UU Tata Ruang dikemukakan terkait pelanggaran bagi setiap orang yang tidak memanfaatkan ruang sesuai dengan rencana tata ruang sebagai berikut:

  1. Mengakibatkan perubahan fungsi ruang: Pidana penjara maksimal 4 tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah)
  2. Mengakibatkan kerugian harta benda/kerusakan barang: Pidana penjara maksimal 4 tahun dan denda paling banyak Rp2.500.000.000 (dua miliar lima ratus juta rupiah)
  3. Mengakibatkan kematian orang: Pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda paling banyak Rp8.000.000.000 (delapan miliar rupiah).

Sementara itu, Pasal 71 Tata Ruang menegaskan, pelanggaran terhadap orang yang tidak mematuhi ketentuan yang tertera dalam persyaratan sesuai kegiatan pemanfaatan ruang dan mengakibatkan perubahan fungsi ruang, maka akan dikenakan pidana penjara maksimal hingga 3 tahun dan denda maksimal Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).

Sanksi terkait pelanggaran rencana tata ruang tak hanya berlaku bagi orang sebagai warga sipil. Pada Pasal 73 terdapat regulasi terkait pelanggaran yang dilakukan oleh pejabat pemerintah jika menerbitkan persetujuan terkait pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan tata ruang yakni  pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah). Tak hanya itu, pejabat tersebut dapat dikenakan pidana tambahan dalam bentuk pemberhentian secara tidak hormat dari jabatannya.

Sanksi pelanggaran rencana tata ruang juga dapat diberlakukan bagi perusahaan badan hukum/bukan badan hukum. Ketika perusahaan melanggar Pasal 69, Pasal 70, atau Pasal 71, maka tak hanya pidana penjara dan denda yang dapat diberikan kepada pengurus, melainkan perusahaan tersebut dapat dijatuhkan pidana denda pemberatan ⅓ kali dari pidana denda sebagaimana tertera dalam Pasal 69, Pasal 70, atau Pasal 71. Selain itu juga diberi sanksi berupa pidana tambahan dalam bentuk pencabutan perizinan berusaha dan/atau pencabutan status badan hukum.

Masalah Tata Ruang bukan hal sepele. Jika tidak dikelola sebagaimana aturan yang berlaku bisa memunculkan konflik kepentingan, penggunaan lahan yang tidak efisien, kerusakan lingkungan, penurunan kualitas hidup masyarakat dan menghambat pembangunan yang berkelanjutan. Sanksi yang tegas terhadap tindak pelanggaran dimaksudkan untuk melindungi tindakan yang  mengancam keberlanjutan Sumber Daya Alam. 

Baca Juga: Syarat dan Prosedur Pengajuan KPR ke Perbankan

Sumber: