Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan mendukung percepatan pemulihan perekonomian, diperlukan strategi konsolidasi fiskal yang berfokus pada perbaikan defisit anggaran dan peningkatan rasio pajak. Hal ini dilakukan melalui penerapan kebijakan peningkatan kinerja penerimaan pajak, reformasi administrasi perpajakan, hingga peningkatan kepatuhan sukarela wajib pajak. 

Telah diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang  Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (“UU 28 Tahun 2007”) bahwa pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Wajib pajak, baik orang pribadi maupun badan mengemban kewajiban untuk menunaikan kontribusi pajaknya. Setiap wajib pajak sebagai pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (“UU Perpajakan”). 

Namun, terdapat upaya yang dapat dilakukan wajib pajak untuk mengurangi beban pajak secara legal, yakni melalui perencanaan pajak atau tax planning. Tax planning merupakan salah satu langkah mengurangi atau meminimalkan beban pajak yang harus dibayarkan kepada negara, sehingga pajak yang harus dibayarkan tidak melebihi jumlah yang ditetapkan. Hal ini menjadi proses strategis yang dilakukan wajib pajak untuk meminimalisir kewajiban pajak secara legal. Yang dimaksud secara legal adalah penghematan pajak dilakukan dengan memanfaatkan hal-hal yang tidak diatur oleh Undang-Undang, sehingga tidak ada pelanggaran konstitusi ataupun Undang-Undang Perpajakan yang berlaku.

Keuntungan tentu akan dirasakan oleh wajib pajak yang melakukan perencanaan pajak, yakni beban pajak yang harus dibayarkan menjadi lebih kecil sehingga dapat memaksimalkan keuntungan bagi perusahaan. Selain itu, perusahaan juga tetap berada pada koridor hukum yang semestinya karena memahami celah-celah UU Perpajakan dan tidak melanggar regulasi yang berlaku.

Konteks pokok bahasan dalam tax planning adalah pemahaman mengenai jenis pajak yang berlaku. Dalam konteks hukum perpajakan di Indonesia, terdapat beberapa objek pajak yang diatur, antara lain Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Setiap objek pajak memiliki karakteristik dan tarif yang berbeda, serta prosedur yang harus diikuti oleh wajib pajak. 

Salah satunya diatur dalam Pasal 3 angka 1 UU Perpajakan atas perubahan Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan bahwa yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Beberapa objek pajak yang tercantum dalam Pasal tersebut meliputi penghasilan dalam bentuk apapun, termasuk imbalan pekerjaan, hadiah, laba usaha, keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta, dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi, serta yang lainnya. 

Baca juga: Pemerintah Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi dengan Pemberian Tax Holiday

Setidaknya ada beberapa prinsip-prinsip yang dapat diterapkan dalam menyusun tax planning, di antaranya:

  • Kepatuhan terhadap hukum

Prinsip utama dalam tax planning adalah kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setiap strategi yang dirancang untuk meminimalisir biaya pajak harus tetap mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam UU Perpajakan di Indonesia. 

  • Pemanfaatan Insentif Pajak

Pemerintah kerap memberikan insentif pajak untuk mendorong iklim investasi dan kegiatan usaha tertentu. Dengan memanfaatkan insentif ini dalam tax planning, maka dapat membantu mengurangi beban pajak secara signifikan.

  • Perencanaan Keuangan yang Holistik

Penyusunan tax planning tidak hanya berfokus pada beban pajak, melainkan juga harus mempertimbangkan aspek keuangan lain, seperti perencanaan investasi, pengelolaan kas, dan pengeluaran yang dapat berdampak pada kewajiban pajak.

Oleh karena itu, penyusunan tax planning yang baik harus dimulai dengan analisis menyeluruh terhadap objek pajak yang relevan bagi entitas atau individu yang bersangkutan. Pentingnya memahami risiko perpajakan juga tidak dapat diabaikan dalam penyusunan tax planning. Selain itu, terdapat ketentuan mengenai sanksi administratif dan pidana bagi wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya. Risiko ini mencakup kemungkinan audit oleh otoritas pajak, yang dapat mengakibatkan denda dan bunga atas keterlambatan pembayaran pajak. Oleh karena itu, wajib pajak perlu melakukan evaluasi secara berkala terhadap kepatuhan perpajakan mereka dan menyiapkan strategi mitigasi risiko untuk menghindari masalah di masa depan.

Baca juga: Dongkrak Tax Compliance Melalui Digitalisasi Sistem Perpajakan

 Daftar Hukum:

Referensi: