Delisting saham merupakan proses di mana suatu perusahaan menghapus sahamnya dari pencatatan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Pada Mei 2024 lalu, PT Bursa Efek Indonesia menerbitkan dan memberlakukan Peraturan Nomor I-N tentang Pembatalan Pencatatan (delisting) dan Pencatatan Kembali (relisting). Peraturan tersebut mengatur mengenai ketentuan delisting dan relisting bagi saham dan ketentuan delisting bagi Efek Bersifat Utang dan Sukuk (EBUS). 

Terkait dengan tata cara delisting dapat dilakukan melalui tiga hal, pertama karena permohonan dari perusahaan (voluntary delisting), delisting karena perintah OJK sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK Nomor 3/POJK.04/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal (“POJK 3/2021”), dan delisting atas keputusan Bursa Efek (forced delisting). 

Voluntary delisting dilakukan dengan mengubah Perusahaan Terbuka menjadi Perseroan tertutup. Terdapat sejumlah kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak perusahaan yang diatur dalam Pasal 64 ayat (1) POJK 3/2021. Selanjutnya, OJK menerbitkan surat yang memerintahkan Bursa Efek untuk membatalkan Efek di Bursa Efek, sebagaimana diatur dalam Pasal 64 ayat (5) huruf a POJK 3/2021. Bursa Efek pun wajib membatalkan pencatatan Efek Perusahaan Terbuka paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah diterimanya surat OJK. 

Dalam Pasal 66 ayat (1) POJK 3/2021, dijelaskan bahwa dalam kondisi tertentu, OJK dapat memerintahkan Perusahaan Terbuka untuk mengubah status dari Perusahaan Terbuka menjadi Perseroan yang tertutup. Sementara itu, dalam Pasal 66 ayat (8) POJK 3/2021, OJK menerbitkan surat yang memerintahkan:

  • Bursa Efek untuk membatalkan pencatatan Efek di Bursa Efek; dan
  • Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian untuk mendaftarkan Efek pada penitipan kolektif di Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, setelah pencabutan efektifnya Pernyataan Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (7).

Perubahan status dari Perusahaan Terbuka menjadi Perseroan yang tertutup wajib disertai tindakan Perusahaan Terbuka untuk melaksanakan beberapa hal yang diatur dalam Pasal 66 ayat (4) POJK 3/2021, di antaranya:

  • Memperoleh persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS);
  • Mengumumkan kepada masyarakat sesegera mungkin paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah diterimanya perintah perubahan status dari Otoritas Jasa Keuangan;
  • Melakukan pembelian kembali atas seluruh saham yang dimiliki oleh pemegang saham publik sehingga jumlah pemegang saham menjadi kurang dari 50 (lima puluh) Pihak atau jumlah lain yang ditetapkan oleh OJK;
  • Menyampaikan pernyataan bahwa pemegang saham Perusahaan Terbuka telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf c dengan dilampiri susunan pemegang saham terakhir, dari:
    1. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian; dan
    2. Biro Administrasi Efek atau Perusahaan Terbuka yang menyelenggarakan administrasi Efek sendiri;
  • Memenuhi seluruh kewajibannya kepada OJK, Bursa Efek, dan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian; dan
  • Meminta persetujuan perubahan anggaran dasar mengenai status Perusahaan Terbuka menjadi Perseroan yang tertutup kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia. 

Baca juga: Hak Pemegang Saham Pasar Modal

Berdasarkan Pasal 67 ayat (1) POJK 3/2021, Bursa Efek wajib membatalkan pencatatan Efek Perusahaan Terbuka paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah diterimanya surat Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 66 ayat (8) huruf a. Selain itu, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian pun wajib membatalkan pendaftaran Efek Perusahaan Terbuka pada penitipan kolektif paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah diterimanya surat OJK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (8) huruf b. 

Terkait dengan forced delisting, pada Pasal 68 POJK 3/2021, Bursa Efek dapat melakukan pembatalan pencatatan Efek Perusahaan Terbuka, jika:

  • Perusahaan Terbuka mengalami suatu kondisi atau peristiwa yang signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha Perusahaan Terbuka; dan/atau
  • Perusahaan Terbuka tidak memenuhi persyaratan pencatatan Efek di Bursa Efek.

Sebelum melakukan pembatalan pencatatan Efek Perusahaan terbuka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 huruf b, Bursa Efek wajib mengajukan permohonan perubahan status Perusahaan Terbuka menjadi Perseroan yang tertutup kepada Otoritas Jasa Keuangan. 

Seperti yang diketahui bahwa Perusahaan tertutup tidak diwajibkan untuk mendaftarkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia, maka ada sejumlah kewajiban tertentu yang harus dipatuhi oleh perusahaan yang tidak lagi menjadi anggota BEI. Hal tersebut diatur pada Pasal 9 ayat (1) POJK 3/2021 yakni Perusahaan Efek yang tidak lagi menjadi Anggota Bursa Efek harus:

  • Mengalihkan saham Bursa Efek yang dimilikinya kepada Perusahaan Efek lain yang memenuhi persyaratan sebagai Anggota Bursa Efek; atau
  • Mengajukan permintaan kepada Bursa Efek agar menjual saham dimaksud kepada Perusahaan Efek lain yang memenuhi persyaratan sebagai Anggota Bursa Efek, paling lambat 36 (tiga puluh enam) bulan sejak Perusahaan Efek tidak lagi menjadi Anggota Bursa Efek.

Delisting saham memiliki dampak yang signifikan bagi perusahaan dan para pemegang saham. Salah satu dampak utama adalah pengurangan transparansi. Setelah delisting, perusahaan tidak lagi diwajibkan untuk menyampaikan laporan keuangan secara berkala kepada publik. Selain itu, delisting juga dapat mempengaruhi nilai investasi para pemegang saham. Saham perusahaan yang telah delisting cenderung mengalami penurunan nilai karena tidak lagi diperdagangkan di bursa utama. 

Baca juga: Kejahatan Insider Trading, Bentuk Ancaman Terhadap Kepercayaan Investor

 Daftar Hukum:

Referensi: