Pajak Barang dan Jasa Tertentu atas Tenaga Listrik (PBJT Tenaga Listrik) merupakan salah satu pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah. Pemberlakuan pajak ini bertujuan untuk memastikan bahwa semua pihak yang memanfaatkan tenaga listrik turut berkontribusi terhadap pendapatan negara, serta mendorong penggunaan energi yang lebih efisien dan berkelanjutan.
Aturan terkait dengan pungutan PBJT Tenaga Listrik telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pemungutan Pajak Badang dan Jasa Tertentu atas Tenaga Listrik (“PP 4/2023”). Dalam Pasal 1 ayat (8) PP 4/2023 disebutkan PBJT atas Tenaga Listrik adalah pajak yang dibayarkan oleh konsumen akhir atas konsumsi tenaga listrik.
Adapun konsumsi tenaga listrik yang dikecualikan dari pengenaan PBJT Tenaga Listrik sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (“UU 1/2022”) di antaranya:
- Konsumsi Tenaga Listrik oleh instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan penyelenggara negara lainnya;
- Konsumsi Tenaga Listrik pada tempat yang digunakan oleh kedutaan, konsulat, dan perwakilan asing berdasarkan asas timbal balik;
- Konsumsi Tenaga Listrik pada rumah ibadah, panti jompo, panti asuhan, dan panti sosial lainnya yang sejenis;
- Konsumsi Tenaga Listrik yang dihasilkan sendiri dengan kapasitas tertentu yang tidak memerlukan izin dari instansi teknis terkait; dan
- Konsumsi Tenaga Listrik lainnya yang diatur dengan Perda.
Tarif PBJT atas Tenaga Listrik ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen). Sementara dalam Pasal 7 ayat (2) PP 4/2023 disebutkan bahwa khusus tarif PBJT atas Tenaga Listrik untuk:
- Konsumsi Tenaga Listrik dari sumber lain oleh industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam, ditetapkan paling tinggi sebesar 3% (tiga persen); dan
- Konsumsi Tenaga Listrik yang dihasilkan sendiri, ditetapkan paling tinggi sebesar 1,5% (satu koma lima persen).
Baca juga: Peranan Pajak dalam Mewujudkan Keadilan Sosial
Setiap daerah memiliki kebutuhan dan kondisi yang berbeda. Hal ini pun membuat Pemerintah Daerah dapat menetapkan besaran tarif PBJT Tenaga Listrik yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi di daerah tersebut dan disesuaikan dalam kebijakan daerah. Pasal 2 ayat (1) PP 4/2023 menegaskan bahwa PBJT atas Tenaga Listrik ditetapkan dalam Perda. Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mengatur ketentuan mengenai:
- Jenis, objek, subjek, dan Wajib Pajak;
- Dasar pengenaan pajak;
- Tarif pajak;
- Saat terutang pajak; dan
- Wilayah pemungutan pajak.
Di wilayah DKI Jakarta, sebagaimana diatur dalam Pasal 53 ayat (3) Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (“Perda DKI 1/2024”) bahwa tarif PBJT atas Tenaga Listrik untuk:
- Konsumsi Tenaga Listrik dari sumber lain oleh industri pertambangan minyak bumi dan gas alam, ditetapkan sebesar 3% (tiga persen);
- Konsumsi Tenaga Listrik dari sumber lain oleh selain industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam sebagaimana dimaksud pada huruf a, ditetapkan sebesar 2,4% (dua koma empat persen); dan
- Konsumsi Tenaga Listrik yang dihasilkan sendiri, ditetapkan sebesar 1,5% (satu koma lima persen).
Baca juga: Pengurangan Beban Pajak Secara Legal dengan Tax Planning
Sementara untuk PBJT Tenaga Listrik wilayah Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat melalui laman Bapenda ditetapkan bahwa PBJT Tenaga Listrik ditetapkan sebesar 8% (delapan persen) dan untuk:
- Konsumsi Tenaga Listrik dari sumber lain oleh industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam, ditetapkan sebesar 3% (tiga persen); dan
- Konsumsi Tenaga Listrik yang dihasilkan sendiri, ditetapkan 1,5% (satu koma lima persen).
Bahwa Pemerintah Daerah berdasarkan Pasal 101 UU 1 /2022 dapat memberikan insentif fiskal kepada Pelaku Usaha di Daerah. Insentif fiskal tersebut dapat berupa pengurangan, keringanan, dan pembebasan, atau penghapusan pokok Pajak, pokok Retribusi, dan/atau sanksi pajak daerah. Mengingat PBJT atas tenaga listrik merupakan salah satu pajak daerah, maka PBJT atas tenaga listrik merupakan salah satu jenis pajak yang dapat diberikan insentif fiskal oleh Pemerintah Daerah.
Mengenai batas maksimal tarif PBJT atas tenaga listrik telah ditetapkan berdasarkan Pasal 7 ayat (2) PP 4/2023, namun Pemerintah Daerah memiliki Diskresi untuk menetapkan sendiri besaran tarif PBJT (dengan tetap tunduk pada Pasal 7 ayat (2) PP 4/2023) serta pemerintah daerah juga dapat memberikan insentif fiskal terhadap PBJT atas tenaga listrik tersebut.
Baca juga: Dongkrak Tax Compliance Melalui Digitalisasi Sistem Perpajakan
Daftar Hukum:
- Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pemungutan Pajak Badang dan Jasa Tertentu atas Tenaga Listrik (“PP 4/2023”).
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (“UU 1/2022”).
- Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (“Perda DKI 1/2024”).
Referensi:
- Pajak Barang dan Jasa Tertentu. Bapenda Ketapang. (Diakses pada 11 Februari 2025 pukul 13.40 WIB).
- Pedoman Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Direktorat Jenderal Perimbangan Keungan. (Diakses pada 14 Februari 2025 pukul 10.40 WIB).
Author / Contributor:
![]() | Irvan Zaldya, S.H. Junior Associate Contact: Mail : irvan@siplawfirm.id Phone : +62-21 799 7973 / +62-21 799 7975 |