Mendirikan Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) di Indonesia merupakan proses yang memerlukan pemahaman mendapat terkait dengan regulasi dan persyaratan yang berlaku. BUMS memiliki kontribusi besar dalam meningkatkan perekonomian Indonesia dengan menyediakan lapangan pekerjaan yang luas bagi masyarakat. BUMS merupakan suatu entitas bisnis yang dimiliki dan dikelola oleh pihak swasta, berbeda dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dimiliki oleh pemerintah.

Perbedaan utama antara BUMS dan BUMN terletak pada kepemilikan dan pengelolaannya. BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Tujuan utama BUMN adalah menyediakan barang dan jasa bagi masyarakat dan mendukung program pemerintah. Sementara BUMS adalah badan usaha yang seluruh sahamnya dimiliki oleh pihak swasta, baik perseorangan, kelompok, atau pun perusahaan lain. Tujuan utama dari BUMS adalah memperoleh keuntungan maksimal bagi pemiliknya. 

Perbedaan tersebut pun berdampak pada tata kelola, sumber modal, dan tujuan operasional. BUMS biasanya lebih fleksibel dalam hal pengambilan keputusan bisnis dan inovasi, sementara BUMN cenderung lebih birokratis karena adanya keterlibatan pemerintah. Meski tak ada keterlibatan pemerintah dalam operasionalnya, BUMS tetap harus tunduk pada aturan yang dibuat oleh pemerintah, termasuk sejak awal pendirian. Terdapat persyaratan perizinan yang harus dipenuhi sebelum mendirikan BUMS,. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa BUMS yang beroperasi sesuai dengan standar yang ditetapkan pemerintah, baik dari segi keamanan, keselamatan, kesehatan, atau pun lingkungan. 

Setiap pemilik usaha harus mengantongi perizinan berusaha yakni legalitas yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (“PP 5/2021”). Diatur dalam Pasal 4 PP 5/2021, disebutkan bahwa untuk memulai dan melakukan kegiatan usaha, pelaku usaha wajib memenuhi:

  1. Persyaratan dasar Perizinan Berusaha; dan/atau
  2. Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.

Perizinan berusaha yang dimiliki harus disesuaikan dengan tingkat risiko atau potensi yang timbul dari aktivitas operasional perusahaan. Pada Pasal 7 ayat (6) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (“UU Cipta Kerja”) menyebut bahwa penilaian tingkat bahaya dilakukan dengan memperhitungkan:

  1. Jenis kegiatan usaha;
  2. Kriteria kegiatan usaha;
  3. Lokasi kegiatan usaha;
  4. Keterbatasan sumber daya; dan/atau
  5. Risiko volatilitas.

Pasal 5 ayat (1) PP 5/2021 menjelaskan bahwa persyaratan dasar Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a meliputi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, persetujuan lingkungan, persetujuan bangunan gedung, dan sertifikat laik fungsi. Ketentuan mengenai persyaratan dasar perizinan berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masing-masing diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang tata ruang, lingkungan hidup, dan bangunan gedung. Perizinan Berusaha diterbitkan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. 

Diatur dalam Pasal 10 ayat (1) PP 5/2021 diatur mengenai penilaian tingkat bahaya, penilaian potensi terjadinya bahaya, tingkat risiko, dan usaha peirngkat skala usaha kegiatan usaha, kegiatan usaha diklasifikasikan menjadi:

  1. Kegiatan usaha dengan tingkat risiko rendah;
  2. Kegiatan usaha dengan tingkat risiko menengah; dan
  3. Kegiatan usaha dengan tingkat risiko tinggi. 

Sementara kegiatan usaha dengan tingkat risiko menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terbagi atas:

  1. Tingkat risiko menengah rendah; dan
  2. Tingkat risiko menengah tinggi.

Perizinan Berusaha untuk Kegiatan Usaha Risiko Rendah

Dalam Pasal 12 ayat (1) dan (2) PP 5/2021 disebutkan bahwa perizinan berusaha untuk kegiatan usaha dengan tingkat risiko rendah berupa NIB yang merupakan identitas pelaku usaha sekaligus legalitas untuk melaksanakan kegiatan usaha. NIB untuk kegiatan usaha dengan tingkat risiko rendah yang dilakukan oleh UMK, berlaku juga sebagai:

  1. Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagaimana dimaksu dalam peraturan perundang-undangan di bidang standardisasi dan penilaian kesesuaian; dan/atau
  2. Pernyataan jaminan halal sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang jaminan produk halal.

Baca juga: Bagaimana Kontrak Kerja Melindungi Hak dan Kewajiban Antara Perusahaan dan Karyawan

Perizinan Berusaha untuk Kegiatan Usaha Risiko Menengah

Diatur dalam Pasal 13 ayat (1) PP 5/2021, perizinan berusaha dengan tingkat risiko menengah rendah berupa:

  1. NIB; dan
  2. Sertifikat Standar.

Sertifikat standar yang dimaksud merupakan legalitas untuk melaksanakan kegiatan usaha dalam bentuk pernyataan pelaku usaha untuk memenuhi standar usaha dalam rangka melakukan kegiatan usaha yang diberikan melalui sistem OSS.

Sementara itu, perizinan berusaha untuk kegiatan usaha dengan tingkat risiko menengah tinggi berupa:

  1. NIB; dan
  2. Sertifikat Standar.

Sertifikat standar yang dimaksud adalah sertifikat standar pelaksanaan kegiatan usaha yang diterbitkan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai kewenangan masing-masing berdasarkan hasil verifikasi pemenuhan standar pelaksanaan kegiatan usaha oleh pelaku usaha.

Baca juga: Strategi Merger dan Akuisisi Dalam Pengembangan Perusahaan

Perizinan Berusaha untuk Kegiatan Usaha Risiko Tinggi

Pada Pasal 15 ayat (1) PP 5/2021 disebutkan bahwa perizinan berusaha untuk kegiatan usaha dengan tingkat risiko tinggi berupa:

  1. NIB; dan
  2. Izin.

Izin sebagaimana dimaksud merupakan persetujuan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk pelaksanaan kegiatan usaha yang wajib dipenuhi oleh pelaku usaha sebelum melaksanakan kegiatan usahanya. Namun, sebelum memperoleh izin, pelaku usaha dapat menggunakan NIB untuk persiapan kegiatan usahanya. 

Mendirikan Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) memerlukan pemenuhan sejumlah persyaratan administratif untuk memenuhi regulasi yang berlaku di Indonesia, beberapa langkah yang harus dipenuhi pelaku usaha yakni dengan:

  1. Memilih bentuk badan usaha. Pemilik usaha harus memilih bentuk badan usaha yang sesuai, seperti Perseroan Terbatas (PT), Persekutuan Komanditer (CV), Firma, atau usaha perseorangan. Bentuk badan usaha ini akan menentukan struktur kepemilikan, tanggung jawab hukum dan modal yang dibutuhkan.
  2. Menyusun akta pendirian. Akta yang dibuat harus disahkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dan memuat informasi penting terkait perusahaan.
  3. Memperoleh NIB. Identitas dan legalitas yang harus dimiliki perusahaan yang dikeluarkan oleh lembaga Online Single Submission (OSS). 
  4. Mengurus izin usaha. Selain NIB, perusahaan wajib mengurus perizinan berusaha dan izin lainnya yang disesuaikan dengan tingkat risiko usaha.
  5. Mengurus pajak. Perusahaan wajib mendaftarkan diri sebagai wajib pajak dan memperoleh Nomor Induk Wajib Pajak (NPWP), serta mengurus kewajiban perpajakan lainnya.
  6. Mendaftarkan tenaga kerja. Jika perusahaan memperkerjakan karyawan, pemilik usaha wajib mendaftarkan tenaga kerja ke BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan untuk memastikan perlindungan sosial bagi karyawan.

Dalam menjalani proses mendirikan BUMS, penting untuk berkonsultasi kepada ahli hukum atau konsultan yang berpengalaman untuk memastikan langkah yang diambil telah sesuai dan tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku. Konsultasi pada ahli bertujuan untuk menghindari kesalahan administrasi dan memastikan bahwa bisnis yang berjalan sesuai dengan kerangka hukum yang telah ditetapkan.

Baca juga: Mengenal Dua Jenis Penanaman Modal pada Perusahaan di Indonesia: PMDN dan PMA

Daftar Hukum:

Referensi: