Arbitrase telah menjadi salah satu metode penyelesaian sengketa yang banyak dipilih, tak terkecuali dalam penyelesaian sengketa kontrak barang dan jasa di pemerintahan. Metode penyelesaian non litigasi ini memiliki sejumlah kelebihan yang dirasa lebih menguntungkan para pihak yang ingin menyelesaikan perselisihan secara efisien dan efektif, serta dapat melindungi privasi. Arbitrase sebagai alternatif penyelesaian sengketa dilakukan tanpa memasuki lingkup pengadilan, sehingga prosesnya lebih sederhana dan dapat menghemat waktu dan biaya.
Salah satu kelebihan utama arbitrase dalam penyelesaian sengketa kontrak dalam pemerintahan adalah fleksibilitasnya. Fleksibilitas ini juga mencakup penentuan waktu dan tempat sidang, yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan para pihak, sehingga proses arbitrase dapat berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan litigasi di pengadilan umum. Selain fleksibilitas, arbitrase juga menawarkan kerahasiaan. Dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase (“UU Arbitrase”) disebutkan bahwa semua pemeriksaan sengketa oleh arbiter atau majelis arbitrase dilakukan secara tertutup. Ketentuan bahwa pemeriksaan dilakukan secara tertutup adalah menyimpang dari ketentuan acara perdata yang berlaku di Pengadilan Negeri yang pada prinsipnya terbuka untuk umum. Hal ini untuk lebih menegaskan sifat kerahasiaan penyelesaian arbitrase.
Dalam lingkup pengadaan barang dan jasa di pemerintahan, arbitrase hadir menjadi salah satu alternatif dalam penyelesaian jika terdapat sengketa. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 85 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (“Perpres 12/2021”) bahwa penyelesaian sengketa kontrak antara PPK dan Penyedia dalam pelaksanaan kontrak dapat dilakukan melalui layanan penyelesaian kontrak, arbitrase, Dewan Sengketa Konstruksi, atau penyelesaian melalui pengadilan.
Selain itu, diatur dalam Pasal 85 ayat (2) Perpres 12/2021, bahwasannya Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) memegang kendali dalam menyelenggarakan layanan penyelesaian sengketa kontrak. Ruang lingkup layanan penyelesaian sengketa kontrak pengadaan yang dimaksud diatur dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 18 Tahun 2018 tentang Layanan Penyelesaian Sengketa Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (“Peraturan LKPP 18/2018”) adalah::
- Mediasi;
- Konsiliasi; dan
- Arbitrase.
Terkait dengan prosedur penyelesaian sengketa pengadaan barang dan jasa di pemerintahan melalui arbitrase telah diatur dalam Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan LKPP 18/2018 yakni:
- Arbitrase dilakukan paling lama 90 (sembilan puluh) hari kerja sejak permohonan diterima dengan lengkap.
- Apabila permohonan yang diajukan tidak diputus dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Layanan Penyelesaian Sengketa Kontrak Pengadaan wajib menetapkan putusan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui.
Baca juga: Peran Konsultan Hukum dalam Proses Arbitrase
Proses arbitrase yang dilakukan bersifat terbuka dan pertemuan arbitrase dapat dilakukan melalui media komunikasi audio visual jarak jauh yang memungkinkan semua pihak saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam pertemuan, hal ini sebagaimana pada Pasal 34 Peraturan LKPP 18/2018. Terkait dengan penunjukan arbiter diatur dalam Pasal 22 Peraturan LKPP 18/2018 yakni para pihak mengusulkan arbiter yang tercatat dalam daftar arbiter Layanan Penyelesaian Sengketa Kontrak Pengadaan. Lebih lanjut penunjukan Majelis Arbiter dilaksanakan sebagai berikut:
- Masing-masing pihak menunjuk arbiter;
- Kedua arbiter yang telah ditunjuk tersebut menunjuk arbiter ketiga; dan
- Ketua majelis arbiter dipilih oleh anggota majelis arbiter.
Dalam hal tidak ada kesepakatan para pihak untuk mengusulkan arbiter, maka Sekretaris Layanan menunjuk arbiter.
Lebih lanjut, mengenai pemeriksaan arbitrase maka berdasarkan Pasal 38 Peraturan LKPP 18/2018, Arbiter atau Majelis Arbiter menetapkan jadwal pemeriksaan yang dilakukan oleh:
- Majelis Arbiter, dengan 1 (satu) orang ketua dan 2 (dua) orang anggota; atau
- Arbiter tunggal berdasarkan kesepakatan para pihak.
Sementara itu, pemeriksaan arbitrase dilaksanakan dengan tahapan:
- Pemeriksaan pendahuluan;
- Pembuktian;
- Kesimpulan; dan
- Putusan
Mengenai putusan maka merujuk Pasal 42 Peraturan LKPP 18/2018, putusan arbitrase dalam sengketa pengadaan barang dan jasa di pemerintahan ditentukan oleh pertimbangan mutlak oleh arbiter tunggal, atau dalam Majelis Arbiter didasarkan pada putusan mayoritas. Putusan Arbitrase didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat oleh para pihak paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya putusan.
Implementasi putusan arbitrase dalam penyelesaian sengketa di pemerintahan merupakan langkah penting untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil dapat dilaksanakan dengan baik dan efektif, sebab putusan yang diberikan bersifat final dan mengikat. Namun, jika dalam hal para pihak tidak melaksanakan putusan secara sukarela, salah satu pihak dapat mengajukan gugatan baru ke Ketua Pengadilan Negeri setempat atau dapat pula kemudian para pihak bersepakat untuk menuangkan isi putusan tersebut dalam suatu Akta perdamaian dan dimintakan pelaksanaan putusannya melalui prosedur yang berlaku di Pengadilan.
Baca juga: Penyelesaian Sengketa Keuangan melalui Arbitrase
Daftar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase (“UU Arbitrase”).
- Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (“Perpres 12/2021”).
- Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 18 Tahun 2018 tentang Layanan Penyelesaian Sengketa Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (“Peraturan LKPP 18/2018”).
Referensi:
- Mengenal Penyelesaian Sengketa Kontrak Pengadaan Barang atau Jasa. Hukumonline. (Diakses pada 27 Desember 2024 pukul 08.24 WIB).