Dalam dunia perpajakan ada yang yang disebut pengembalian pajak atau yang disebut dengan restitusi pajak yang disebabkan oleh beberapa hal. Restitusi pajak merupakan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak kepada negara. Kondisi seperti ini dapat terjadi apabila wajib pajak membayar pajak yang seharusnya tidak terutang dan membayar pajak yang lebih besar dari yang seharusnya.
Berdasarkan Pasal 6 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 209/PMK.03/2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak dijelaskan bahwa untuk mendapatkan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, wajib pajak yang telah memenuhi kriteria tertentu harus melakukan pengajuan permohonan terlebih dahulu dengan cara mengisi kolom pengembalian pendahuluan dalam Surat Pemberitahuan (SPT).
Kemudian Direktur Jenderal Pajak akan melakukan penelitian kewajiban formal pengembalian pendahuluan. Apabila wajib pajak memenuhi ketentuan, maka selanjutnya dilakukan penelitian terkait kebenaran pengisian dan perhitungan pajak, bukti pemotongan atau bukti pemungutan pajak penghasilan, dan pajak masukan yang dikreditkan dan/atau dibayar sendiri oleh wajib pajak. Hasil dari penelitian tersebut nantinya akan digunakan untuk memberikan pengembalian pendahuluan kepada wajib pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak. Akan tetapi, apabila wajib pajak tidak memenuhi ketentuan kewajiban formal pengembalian pendahuluan, maka wajib pajak tersebut tidak diberikan pengembalian pendahuluan.
Landasan hukum yang mendasari restitusi pajak adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 209/PMK.03/2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak.
Baca Juga: Mengenal Dasar Hukum dan Syarat Pemutihan Pajak Kendaraan Bermotor
Ada beberapa penyebab terjadinya restitusi pajak, yakni:
Kelebihan Pembayaran Pajak (Overpayment). Wajib pajak mungkin telah melakukan pembayaran pajak yang lebih besar dari yang seharusnya karena kesalahan dalam menghitung pajak terutang atau karena adanya pembayaran ganda. Menurut Pasal 17B Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) No. 28 Tahun 2007, Wajib pajak dapat mengajukan restitusi jika terdapat kelebihan pembayaran pajak yang dilakukan, baik itu Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), maupun pajak lainnya.
Kredit Pajak yang Melebihi Pajak Terutang. Hal ini terjadi karena pajak yang sudah dipotong oleh pihak ketiga atau dari pajak yang dibayar di muka. Dalam beberapa kasus, pengusaha yang melakukan ekspor barang dapat mengajukan restitusi pajak karena barang yang diekspor umumnya dikenakan tarif pajak 0%. Menurut Pasal 28A Undang-Undang PPN No. 42 Tahun 2009: Restitusi dapat terjadi jika jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang dalam satu masa pajak. Misalnya, PPN yang dipungut dari penjualan lebih kecil dibandingkan dengan PPN yang dibayar untuk pembelian barang dan jasa.
Pengembalian Pajak untuk Wajib Pajak Tertentu. Pada Pasal 17C UU KUP No. 28 Tahun 2007 dijelaskan, Pemerintah memberikan fasilitas pengembalian pendahuluan atas kelebihan pembayaran pajak kepada wajib pajak tertentu yang memenuhi persyaratan tertentu, seperti wajib pajak yang patuh dan tidak memiliki tunggakan pajak.
Kelebihan Pembayaran dalam Skema Pajak Penghasilan (PPh). Pemerintah terkadang memberikan insentif pajak, seperti pengurangan atau penghapusan pajak untuk sektor tertentu atau untuk investasi tertentu. Jika insentif ini melebihi pajak yang terutang, maka wajib pajak berhak mengajukan restitusi. Pasal 28 Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 menyatakan, Jika setelah penghitungan akhir, jumlah pajak yang telah dibayar lebih besar daripada pajak yang terutang, wajib pajak dapat mengajukan permohonan restitusi.
Pengembalian PPN atas Ekspor. Wajib pajak mungkin memiliki kredit yang melebihi pajak terutang yang berasal dari pajak yang sudah dipotong oleh pihak ketiga atau dari pajak yang dibayar di muka. Dalam beberapa kasus, pengusaha yang melakukan ekspor barang dapat mengajukan restitusi pajak karena barang yang diekspor umumnya dikenakan tarif pajak 0%. Menurut Pasal 17B UU KUP dan Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN No. 42 Tahun 2009: Wajib pajak yang melakukan ekspor barang kena pajak dapat mengajukan restitusi PPN karena tarif PPN untuk ekspor adalah 0%, sehingga pajak masukan dapat direstitusi.
Kondisi Khusus Lainnya. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 185/PMK.03/2015 mengatur tata cara pengembalian kelebihan pembayaran pajak dalam kondisi tertentu, termasuk force majeure seperti bencana alam atau kejadian luar biasa lainnya yang mengakibatkan kerugian bagi wajib pajak.
Lalu bagaimana proses pengajuan restitusi pajak sebagaimana ketentuan undang-undang ?
- Pengajuan Permohonan: Wajib pajak harus mengajukan permohonan restitusi secara tertulis kepada otoritas pajak dengan menyertakan dokumen-dokumen pendukung yang relevan.
- Pemeriksaan Pajak: Otoritas pajak akan melakukan pemeriksaan untuk memastikan keabsahan permohonan dan jumlah kelebihan pembayaran pajak.
- Keputusan: Berdasarkan hasil pemeriksaan, otoritas pajak akan mengeluarkan surat keputusan mengenai permohonan restitusi.
- Pengembalian Dana: Jika disetujui, kelebihan pembayaran pajak akan dikembalikan kepada wajib pajak dalam bentuk pengembalian dana.
Pada tahun 2020 terungkap kasus restitusi pajak senilai Rp11,62 triliun yang harus dibayar oleh Dirjen Pajak sebagaimana tertera dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) berdasarkan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (SKPKPP) yang telah terbit, namun belum terbit di dalam Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP).
Restitusi pajak bertujuan untuk memastikan keadilan dalam sistem perpajakan, di mana wajib pajak hanya membayar pajak sesuai dengan kewajiban yang sebenarnya dan tidak terbebani oleh pembayaran pajak yang berlebih.
Baca Juga: Mengenal Biaya Jasa dan Tugas Pengacara Pajak
Sumber:
- Website DJP
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 209/PMK.03/2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak
- Undang-Undang PPN No. 42 Tahun 2009
- Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008
- Contoh Kasus Diakses tanggal 2 Juli 2024 pukul 12:00 wib