Perkembangan teknologi di bidang kesehatan telah menciptakan berbagai alat kesehatan yang canggih dan berperan penting terhadap diagnosis, terapi, maupun pemantauan kondisi pasien. Penggunaan alat kesehatan tersebut telah diatur dalam beragam regulasi untuk memastikan terkait keamanan, mutu, dan efektivitasnya. Sebelum dipasarkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, setiap alat kesehatan wajib memiliki surat izin edar yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan. 

Menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 62 Tahun 2017 tentang Izin Edar Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (“Permenkes 62/2017”), yang dimaksud dengan izin edar adalah izin untuk alat kesehatan, alat kesehatan diagnostik in vitro dan PKRT yang diproduksi oleh produsen, dan/atau diimpor oleh PAK atau importir yang akan diedarkan di wilayah Negara Republik Indonesia, berdasarkan penilaian terhadap keamanan, mutu, dan kemanfaatan. 

Hal ini turut dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (“UU Kesehatan”) dalam Pasal 143 ayat (1) bahwa:

“Setiap Orang yang memproduksi dan/atau mengedarkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT harus memenuhi perizinan berusaha dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Eksistensi izin edar bertujuan untuk memastikan alat kesehatan canggih, alat kesehatan diagnostik in vitro dan PKRT yang beredar telah memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, mutu, serta manfaat bagi pengguna sebagaimana hal ini tertera dalam Pasal 3 ayat (1) Permenkes 62/2017. Izin edar dapat digunakan untuk keperluan individu, bahkan dalam skala lebih besar seperti perusahaan atau pemilik bisnis alat kesehatan, maupun keperluan impor. 

Alat kesehatan dibagi atas 4 kelas sesuai dengan risiko yang ditimbulkan, yakni terdiri atas:

  • Kelas A

Kelas ini merupakan alat kesehatan dengan tingkat risiko paling rendah terhadap pasien dan penggunanya. Pada umumnya, alat kesehatan ini dapat digunakan tanpa menimbulkan dampak yang serius jika terjadi kesalahan maupun kegagalan terkait penggunaannya. Sebagai contoh alat kesehatan di Kelas A adalah sarung tangan medis, masker bedah, serta termometer digital.

  • Kelas B

Alat kesehatan Kelas B memiliki risiko rendah hingga sedang. Apabila terjadi kesalahan ataupun kegagalan terkait penggunaannya, potensi risiko bagi pasien ataupun pengguna masih tergolong ringan, namun lebih tinggi jika dibandingkan dengan alat kesehatan Kelas A. beberapa contoh alat kesehatan di Kelas B adalah kursi roda, alat bantu dengar, serta tensimeter.

  • Kelas C

Penggunaan alat kesehatan kelas C memiliki risiko sedang hingga tinggi terhadap penggunaannya. Apabila terjadi kegagalan pada saat menggunakannya, alat ini dapat menimbulkan dampak serius bagi kesehatan pasien maupun penggunanya. Maka dari itu, pengawasan terkait penggunaan alat kesehatan kelas ini lebih ketat jika dibandingkan dengan alat kesehatan Kelas A maupun Kelas B. Beberapa contoh alat kesehatan kelas C adalah mesin x-ray, patient monitor, dan defibrillator.

  • Kelas D

Alat kesehatan kelas D memiliki risiko tinggi terkait penggunaannya. Apabila penggunaan ini mengalami kegagalan atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya, maka akan menimbulkan dampak serius, termasuk cedera permanen, bahkan kematian. Sebagai contoh terkait alat kesehatan kelas D adalah stent jantung, pacemaker, serta prosthesis sendi total.

Baca juga: Masa Depan Teknologi Kesehatan Indonesia di Era Digital

Ketika melewati tahapan evaluasi dan dinyatakan telah memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan manfaat terkait izin edar alat kesehatan, perusahaan telah mendapatkan izin edar dari Kementerian Kesehatan, maka langkah yang dapat dilakukan adalah dengan mencantumkan nomor izin edar pada kemasan/wadah/pembungkus/etiket, produk, brosur/leaflet PKRT. Terdapat perbedaan antara penulisan nomor izin edar alat kesehatan dalam negeri dengan alat kesehatan impor, yakni sebagai berikut:

  1. Penulisan nomor izin edar alat kesehatan dalam negeri: KEMENKES RI AKD XXXXXXXXXXX
  2. Penulisan nomor izin edar alat kesehatan impor: KEMENKES RI AKL XXXXXXXXXXXX

Setelah memperoleh izin edar, perusahaan tidak hanya bertanggung jawab atas pencantuman nomor izin edar pada produk dan materi pendukung lainnya, namun juga harus memastikan bahwa alat kesehatan digunakan dan dipelihara sesuai dengan standar serta ketentuan yang berlaku.

Pemeliharaan alat kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan merupakan aspek penting untuk memastikan bahwa alat kesehatan tetap dapat berfungsi dengan baik dan aman jika digunakan. Pada Pasal  2 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2023 tentang Pemeliharaan Alat Kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Permenkes 15/2023) yang berbunyi:

“Setiap alat kesehatan yang digunakan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus berfungsi dengan baik sesuai dengan standar pelayanan, persyaratan mutu, keamanan, manfaat, keselamatan, dan laik pakai.”

Tujuan dari adanya pemeliharaan alat kesehatan canggih di fasilitas pelayanan kesehatan yakni sebagai berikut:

  1. Untuk menjamin tersedianya alat kesehatan sesuai standar pelayanan, persyaratan mutu, keamanan, manfaat, keselamatan, dan laik pakai guna mendukung penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu
  2. Untuk menjaga kualitas pelayanan kesehatan
  3. Untuk memperpanjang umur pakai alat kesehatan

Baca juga: Tanggung Jawab Produsen dan Distributor Alat Kesehatan

Kegiatan pemeliharaan alat kesehatan dapat dilakukan melalui inventarisasi alat kesehatan, pemeliharaan promotif, pemeliharaan pemantauan fungsi/inspeksi, pemeliharaan preventif, dan pemeliharaan korektif/perbaikan sebagaimana hal ini tertera pada Pasal 3 ayat (1) Permenkes 15/2023).

Pemeliharaan alat kesehatan tentu harus diimbangi dengan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah. Berdasarkan Pasal 138 ayat (6) UU Kesehatan yang mengatur bahwa Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah berkewajiban membina, mengatur, mengendalikan, dan mengawasi produksi, pengadaan, penyimpanan, promosi, dan peredaran sediaan farmasi, alat kesehatan, dan PKRT sesuai dengan kewenangannya. Dalam hal ini, pemerintah dapat mengupayakan beberapa tindakan untuk melakukan pengawasan dan pengendalian alat kesehatan, yakni sebagai berikut: 

  • Pengawasan sebelum beredar (Pre-market control)

Sebagaimana telah diketahui, nomor izin edar alat kesehatan harus dimiliki terlebih dahulu oleh perusahaan maupun pemilik bisnis alat kesehatan sebelum alat kesehatan tersebut beredar di Indonesia. Maka dari itu, pemerintah perlu melakukan pengawasan dengan memperhatikan persyaratan dan proses pendaftaran izin edar alat kesehatan telah sesuai dengan standar operating procedure (SOP).

  • Pengawasan setelah beredar (Post-market control)

Upaya pemerintah terhadap pengawasan dan pengendalian alat kesehatan canggih pada tahap post-market control bertujuan untuk memastikan bahwa alat kesehatan yang telah beredar memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan kemanfaatan, serta meminimalisir kemungkinan terjadinya risiko yang akan timbul pada pasien maupun penggunanya.

Baca juga: Telemedicine di Indonesia: Navigasi Perizinan untuk Penyedia Layanan Kesehatan

Daftar Hukum:

Referensi: