Banyak calon orang tua angkat yang memiliki niat baik untuk memberikan kehidupan yang lebih baik bagi anak, tetapi niat tersebut terkendala karena kurangnya pemahaman mengenai regulasi dan prosedur adopsi yang sah. Kurangnya edukasi mengenai aturan hukum kerap kali menyebabkan proses adopsi terhenti atau bahkan dilakukan secara informal, yang tentu hal ini berpotensi menimbulkan masalah hukum di kemudian hari.

Penting untuk meningkatkan sosialisasi tentang mekanisme adopsi yang legal, termasuk terkait dengan persyaratan yang harus dipenuhi, tahapan yang perlu dilalui, serta konsekuensi hukum dari setiap langkahnya. Pemerintah dan berbagai lembaga terkait dapat berperan aktif dalam memberikan edukasi kepada masyarakat agar proses adopsi dapat berjalan sesuai dengan hukum, sekaligus menjamin kesejahteraan anak.

Regulasi Adopsi Anak di Indonesia

Regulasi adopsi anak di Indonesia berlandaskan bahwa setiap anak berhak untuk diasuh dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang sehat dan penuh kasih sayang. Oleh sebab itu, pemerintah menetapkan sejumlah syarat dan prosedur bagi calon orang tua angkat, serta mekanisme pengawasan dalam proses pengangkatan anak. 

Adopsi anak di Indonesia diatur dalam sejumlah regulasi yang saling melengkapi. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU PA”) menjadi salah satu payung hukum terkait dengan ketentuan pengangkatan anak. Aturan adopsi anak diatur dalam Pasal 39 ayat (1) hingga (5) UU PA yang menegaskan sejumlah poin, di antaranya bahwa:

    1. Pengangkatan Anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi Anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
    2. Pengangkatan Anak tidak memutuskan hubungan darah antara Anak yang diangkat dan Orang Tua kandungnya;
    3. Pengangkatan Anak wajib dicatatkan dalam akta kelahiran, dengan tidak menghilangkan identitas awal anak;
    4. Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon Anak Angkat;
    5. Dalam hal Anak tidak diketahui asal usulnya, orang yang akan mengangkat Anak tersebut harus menyertakan identitas anak sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 ayat (4);
    6. Dalam hal asal usul Anak tidak diketahui, agama Anak disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat.

Selain UU PA, pengangkatan anak juga diatur lebih teknis dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak (“PP 54/2007”). PP ini mengatur tujuan pengangkatan anak, kriteria anak dan orang tua angkat, prosedur hukum, serta keterlibatan lembaga sosial dan instansi pemerintah. Dalam PP 54/2007 melalui Pasal 12 ayat (1) dijelaskan bahwa tak semua anak dapat diadopsi. Anak yang dapat diadopsi harus memenuhi beberapa kriteria, seperti:

    1. Belum berusia 18 (delapan belas) tahun;
    2. Merupakan anak terlantar atau ditelantarkan;
    3. Berada dalam asuhan keluarga atau dalam lembaga pengasuhan anak; dan 
    4. Memerlukan perlindungan khusus. 

Terkait dengan ketentuan usia, lebih lanjut Pasal 12 ayat (2) PP 54/2007 mengatur secara rinci dengan syarat sebagai berikut:

    1. Anak belum berusia 6 (enam) tahun, merupakan prioritas utama;
    2. Anak berusia 6 (enam) tahun sampai dengan belum berusia 12 (dua belas) tahun, sepanjang ada alasan mendesak; dan
    3. Anak berusia 12 (dua belas) tahun sampai dengan belum berusia 18 (delapan belas) tahun, sepanjang anak memerlukan perlindungan khusus. 

Kemudian sebagai pelaksanaan lebih lanjut, Peraturan Menteri Sosial Nomor 110/HUK/2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak (“Permensos 110/2009”) menjabarkan secara rinci tentang syarat administratif, prosedur permohonan, proses asesmen awal, sampai pada tahap evaluasi pasca-adopsi.

Regulasi-regulasi ini menjadi dasar hukum yang memastikan bahwa adopsi tidak dijadikan sebagai alat komersialisasi atau tindakan sewenang-wenang, melainkan sebagai alat dari pemenuhan hak anak atas pengasuhan dan perlindungan. 

Syarat bagi Calon Orang Tua Angkat

Tidak sembarangan, calon orang tua angkat harus memenuhi beberapa persyaratan hukum sebelum dinyatakan mampu untuk dapat mengadopsi anak. Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 13 PP 54/2007, yakni calon orang tua angkat harus memenuhi syarat-syarat:

    1. Sehat jasmani dan rohani;
    2. Berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun dan paling tinggi 55 (lima puluh lima) tahun;
    3. Beragama sama dengan agama calon anak angkat;
    4. Berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak kejahatan;
    5. Berstatus menikah paling singkat 5 (lima) tahun;
    6. Tidak merupakan pasangan sejenis;
    7. Tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang anak;
    8. Dalam keadaan mampu ekonomi dan sosial;
    9. Memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis orang tua atau wali anak;
    10. Membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi kepentingan terbaik bagi anak, kesejahteraan dan perlindungan anak;
    11. Adanya laporan sosial dari pekerja sosial setempat;
    12. Telah mengasuh calon anak paling singkat 6 (enam) bulan, sejak izin pengasuhan diberikan; dan 
    13. Memperoleh izin Menteri dan/atau kepala instansi sosial.

Calon orang tua angkat diwajibkan mengikuti proses asesmen sosial oleh pekerja sosial profesional. Selain itu, untuk pengangkatan anak antar negara atau intercountry adoption, berlaku ketentuan khusus yang lebih ketat melalui regulasi yang ada. Calon orang tua angkat warga negara asing hanya dapat mengadopsi anak Indonesia dalam keadaan luar biasa dan jika tidak ada keluarga di Indonesia yang memenuhi syarat untuk mengasuh anak tersebut.

Baca juga: Fenomena Fatherless: Sanksi Ayah yang Tak Menafkahi Anak

Prosedur dan Pengawasan Adopsi

Prosedur adopsi menurut Permensos 110/HUK/2009 terdiri atas beberapa tahap berikut:

    1. Permohonan: Calon orang tua angkat mengajukan permohonan kepada Dinas Sosial setempat, disertai dokumen persyaratan (akta nikah, KTP, SKCK, surat keterangan kesehatan, dll).
    2. Asesmen dan Home Visit: Pekerja sosial melakukan asesmen psikososial dan kunjungan ke rumah untuk menilai kelayakan.
    3. Pembinaan dan Pengasuhan Sementara: Anak diasuh oleh calon orang tua angkat dalam jangka waktu paling singkat 6 bulan di bawah pengawasan pekerja sosial.
    4. Rekomendasi dan Penetapan Pengadilan: Bila dinilai layak, Dinas Sosial akan memberikan rekomendasi kepada Kementerian Sosial. Selanjutnya, orang tua angkat mengajukan permohonan penetapan pengangkatan anak ke pengadilan negeri setempat.
    5. Penetapan Pengadilan: Setelah melalui proses sidang, jika semua syarat terpenuhi, pengadilan akan mengesahkan pengangkatan anak melalui penetapan.

Selain itu, dalam Permensos 110/HUK/2009 Pasal 24 hingga Pasal 27, pengawasan terhadap anak angkat dilakukan secara berkala oleh pekerja sosial untuk memastikan anak mendapatkan pengasuhan yang layak dan sehat. Evaluasi ini penting sebagai kontrol bahwa adopsi tidak disalahgunakan untuk eksploitasi atau penelantaran. Jika ditemukan pelanggaran terhadap hak anak, maka Dinas Sosial dan Kementerian Sosial dapat melakukan intervensi, termasuk pembatalan adopsi jika diperlukan demi perlindungan anak.***

Baca juga: Hak Anak dalam KUHPerdata

Daftar Hukum:

Referensi:

  • Calon Orang Tua Angkat Terganjal Aturan. Kompas.id. (Diakses pada 12 Mei 2025 pukul 11.04 WIB).