Di Indonesia, kebutuhan akan perlindungan terhadap anak didasarkan pada tiga pemahaman. Pertama, anak dilihat sebagai bagian dari warga negara yang harus dilindungi oleh negara. Kedua, anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan yang memiliki harkat dan martabat manusia seutuhnya. Ketiga, anak adalah generasi penerus cita-cita bangsa yang menjamin keberlangsungan bangsa dan negara di masa depan. Pemenuhan hak anak di Indonesia dapat dilihat sejak munculnya regulasi yang mengakui dan melindungi hak anak.
Pemerintah telah meratifikasi Konvensi Hak Anak pada tahun 1990 melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Rights of the Child (Konvensi tentang Hak-Hak Anak) (“Keppres 36/1990”). Adanya ratifikasi ini bukan tanpa alasan, sebab anak merupakan potensi sumber daya insani bagi pembangunan nasional, maka dari itu pembinaan dan pengembangannya dimulai sedini mungkin agar dapat berpartisipasi secara optimal bagi pembangunan bangsa dan negara.
Hak-hak anak menjadi bagian integral dari sistem hukum Indonesia yang diatur dalam berbagai Undang-Undang, seperti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU PA”). Hak anak atas identitas, status hukum, dan hak untuk mendapat perlindungan dari orang dewasa merupakan salah satu hak fundamental yang diakui dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”). Identitas anak mencakup nama, kewarganegaraan, serta tempat dan tanggal lahir harus diakui secara hukum.
Setiap anak memiliki hak untuk memakai nama keturunan ayahnya atau ibunya dan diakui secara hukum. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 5a KUHPerdata bahwa anak sah, dan juga anak tidak sah namun juga diakui oleh bapaknya, memakai nama keturunan bapaknya. Sementara itu pada Pasal 5b KUHPerdata menyebutkan bahwa anak-anak tidak sah yang tidak diakui oleh bapaknya, memakai nama keturunan ibunya. Lebih lanjut, disebutkan dalam Pasal 261 KUHPerdata bahwa setiap anak yang lahir dari pernikahan yang sah berhak mendapatkan status hukum yang jelas sebagai anak sah dari orang tuanya.
Status hukum memberikan anak hak untuk mendapatkan perlindungan hukum, warisan, dan juga hak-hak lainnya yang diakui oleh hukum. Selain itu, pencatatan kelahiran anak oleh instansi yang berwenang menjadi bagian penting dari hak atas identitas, yang memastikan bahwa setiap anak memiliki identitas yang diakui secara resmi oleh negara. Pencatatan ini penting untuk memudahkan anak untuk mendapatkan fasilitas dan layanan publik, seperti pendidikan dan kesehatan, serta melindungi anak dari risiko eksploitasi dan perdagangan manusia.
Hak anak untuk mendapatkan perlindungan dari orang tuanya juga diatur tegas dalam Pasal 104 KUHPerdata bahwa suami isteri, dengan hanya melakukan perkawinan, telah saling mengikatkan diri untuk memelihara dan mendidik anak mereka. Orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sampai dewasa atau mampu berdiri sendiri. Pemeliharaan ini mencakup pemberian kasih sayang, pendidikan, dan kebutuhan sang anak. Selanjutnya berdasarkan Pasal 298 KUHPerdata maka apabila orang tua atau wali kehilangan kekuasaan, tidak membebaskan mereka dari kewajiban untuk memberi tunjangan menurut besarnya pendapatan mereka guna membiayai pemeliharaan dan pendidikan anak-anak mereka.
Baca juga: Tanggung Jawab Orang Tua dan Sanksi bagi Pelaku Kekerasan Pada Anak
Terkait dengan pemenuhan hak tersebut tidak berhenti meski terjadi perceraian pada kedua orang tuanya. Dalam hal perceraian, pengadilan harus menetapkan siapa yang akan mendapatkan hak asuh atas anak. Keputusan ini harus didasarkan pada kepentingan terbaik bagi anak yang mencakup berbagai faktor, seperti kemampuan orang tua untuk menyediakan kebutuhan anak. Kepentingan terbaik untuk anak menjadi prinsip yang harus dijunjung tinggi dalam setiap pengambilan keputusan terkait hak asuh untuk memastikan bahwa anak tetap mendapatkan pemeliharaan dan perlindungan yang layak meski orang tuanya bercerai. Pengadilan juga mempertimbangkan keinginan anak, terutama jika anak tersebut sudah cukup dewasa untuk menyatakan pendapatnya. Hal ini penting untuk memastikan bahwa suara anak didengar dan dipertimbangkan dalam proses pengambilan keputusan.
Pasal 329a KUHPerdata menyebut bahwa, “nafkah yang diwajibkan menurut buku ini, termasuk yang diwajibkan untuk pemeliharaan dan pendidikan seorang anak di bawah umur, harus ditentukan menurut perbandingan kebutuhan pihak yang berhak atas pemeliharaan itu, dengan pendapatan dan kemampuan pihak yang wajib membayar, dihubungkan dengan jumlah dan keadaan orang-orang yang menurut buku ini menjadi tanggungannya.”
Orang tua yang tidak mendapatkan hak asuh tetap berkewajiban memberikan nafkah kepada anak-anak mereka. Nafkah tersebut mencakup kebutuhan dasar anak dan biaya pemeliharaan dan perlindungan. Besaran nafkah ditentukan oleh pengadilan berdasarkan kemampuan ekonomi yang bersangkutan. Dalam situasi di mana kedua orang tua tidak dapat memberikan pemeliharaan yang memadai, KUHPerdata mengatur bahwa anak dapat ditempatkan di bawah perwalian. Perwalian dapat diberikan kepada anggota keluarga lainnya atau lembaga sosial yang berwenang. Tujuan dari perwalian ini adalah untuk memastikan bahwa anak tetap mendapatkan pemeliharaan, perlindungan, dan pendidikan yang layak, serta untuk melindungi hak-hak tersebut yang mungkin terabaikan jika tidak ada perwalian yang sah.
Hak-hak anak yang diatur dalam KUHPerdata ataupun peraturan perundang-undangan lainnya di Indonesia mencerminkan pentingnya perlindungan dan pemenuhan hak-hak tersebut untuk memastikan kesejahteraan dan perkembangan mereka. Anak perlu mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, maupun sosial. Untuk itu, perlu dilakukan upaya perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan anak dan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya tanpa perlakuan diskriminatif.
Baca juga: Peran Pengacara dalam Mediasi Konflik Rumah Tangga
Daftar Hukum:
- Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Rights of the Child (Konvensi tentang Hak-Hak Anak) (“Keppres 36/1990”).
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU PA”).
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”).
Referensi:
- Hak, Perlindungan, dan Persoalan Anak di Indonesia. Kompas.id. (Diakses pada 13 Desember 2024 pukul 09.43 WIB).