Mediasi merupakan salah salah upaya pengendalian dan penyelesaian konflik, termasuk terkait dengan konflik rumah tangga. Dalam konflik rumah tangga, mediasi menjadi langkah penyelesaian sengketa yang bertujuan untuk mencapai kesepakatan bersama antara pihak-pihak yang berselisih dalam lingkup keluarga. Dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan (“Perma 1/2016”) disebutkan bahwa mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.
Dalam Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) disebutkan bahwa gugatan perceraian diajukan kepada pengadilan. Namun, konflik-konflik yang muncul dalam kehidupan berumah tangga seperti perceraian, warisan, perebutan harta dan aset keluarga, hak asuh anak, dan lainnya dapat diselesaikan melalui mediasi. Upaya mediasi dapat dipilih untuk menuntaskan persoalan di luar mekanisme pengadilan. Dalam hal ini, pengacara memiliki peranan penting dalam mengarahkan proses mediasi agar mencapai hasil yang optimal bagi para pihak yang bersangkutan.
Peran pengacara atau advokat ialah memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (“UU Advokat”). Dalam proses mediasi keluarga, penggunaan pengacara sangat penting untuk memastikan bahwa semua pihak terwakili dengan baik dan hak-hak mereka dilindungi.
Sebagaimana tertera dalam Pasal 6 ayat (1) Perma 1/2016 bahwa para pihak wajib menghadiri secara langsung pertemuan mediasi dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum. Dalam proses mediasi tersebut, pengacara berperan untuk memberikan berbagai opsi penyelesaian yang tersedia, serta konsekuensi hukum dari setiap pilihan sehingga klien dapat membuat keputusan yang terbaik dan mendampingi klien dalam proses mediasi yang dilakukan.
Selain itu, dalam hal ini pula pengacara dapat memastikan bahwa klien yang ditanganinya menjalani proses mediasi dengan baik, serta memenuhi unsur itikad baik yang diatur dalam Pasal 7 Perma 1/2016 bahwa:
- Para pihak dan/atau kuasa hukumnya wajib menempuh mediasi dengan itikad baik.
- Salah satu pihak atau para pihak dan/atau kuasa hukumnya dapat dinyatakan tidak beritikad baik oleh mediator dalam hal bersangkutan:
- Tidak hadir setelah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut dalam pertemuan mediasi tanpa alasan sah;
- Menghadiri pertemuan mediasi pertama, tetapi tidak pernah hadir pada pertemuan berikutnya meskipun telah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut tanpa alasan sah;
- Ketidakhadiran berulang-ulang yang mengganggu jadwal pertemuan mediasi tanpa alasan sah;
- Menghadiri pertemuan mediasi, tetapi tidak mengajukan dan/atau tidak menanggapi Resume Perkara pihak lain; dan/atau
- Tidak menandatangani konsep Kesepakatan Perdamaian yang telah disepakati tanpa alasan sah.
Beberapa manfaat serta peran pengacara hukum keluarga dalam proses mediasi keluarga di antaranya:
- Pertama, pengacara dapat membantu klien memastikan hak-hak semua pihak dilindungi dan dipenuhi dalam proses mediasi;
- Kedua, pengacara mampu mengurus dokumen legal dan memastikan dokumen tersebut sesuai dengan aturan hukum yang berlaku;
- Ketiga, sebagai pendamping dalam proses mediasi;
- Keempat, membantu klien dalam memberikan opsi penyelesaian sengketa;
- Kelima, memastikan putusan mediasi mematuhi hukum yang berlaku.
Peran pengacara dalam proses mediasi mengenai konflik keluarga menjadi hal krusial, yakni sebagai pihak yang memastikan proses tersebut berjalan dengan lancar, adil, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan memenuhi hak-hak kedua belah pihak. Untuk itu, pengacara tidak hanya berfungsi sebagai penasihat bagi klien, namun juga sebagai penjaga kepatuhan hukum.
Baca juga: Hukum Penetapan Nafkah Pasca Perceraian
Daftar Hukum:
- Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan (“Perma 1/2016”).
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”).
- Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (“UU Advokat”).