Dalam sistem bisnis di Indonesia, pemilihan bentuk badan usaha menjadi fondasi penting yang memengaruhi arah operasional, perlindungan hukum, dan peluang ekspansi suatu entitas bisnis. Sebagai bagian dari upaya reformasi regulasi, pemerintah memperkenalkan model baru berupa Perseroan Terbatas (PT) Perorangan, sebuah alternatif yang dirancang khusus untuk mendukung pelaku Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Skema ini hadir sebagai solusi atas tantangan legalitas usaha kecil, dengan menawarkan proses pendirian yang lebih sederhana dan akses hukum yang lebih terbuka dan merata.
Meski PT Perorangan menawarkan kemudahan administratif dan efisiensi biaya, banyak pelaku usaha tetap mempertimbangkan pendirian PT Biasa atau PT konvensional. Faktor seperti kredibilitas di mata mitra bisnis, potensi pertumbuhan, dan kebutuhan akan struktur kepemilikan yang lebih kompleks menjadi alasan utama. SIP Law Firm akan mengupas secara mendalam perbedaan antara kedua bentuk PT tersebut, serta menyajikan analisis strategis untuk membantu pelaku usaha menentukan pilihan yang paling sesuai dengan kebutuhan dan visi bisnis mereka.
Mengenal PT Biasa dan PT Perorangan
Di Indonesia, korporasi merupakan entitas yang diakui sebagai subjek hukum, memiliki hak dan kewajiban tersendiri, serta berperan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Salah satu bentuk korporasi yang paling umum digunakan adalah Perseroan Terbatas (PT), yang menawarkan struktur legal formal, pemisahan kekayaan pribadi dan perusahaan, serta fleksibilitas dalam pengelolaan dan pengembangan usaha. PT menjadi pilihan strategis bagi pelaku usaha yang ingin membangun kredibilitas, mendapatkan perlindungan hukum, dan membuka akses terhadap pendanaan eksternal.
Seiring dengan reformasi regulasi melalui kebijakan pemerintah yang mempermudah pendirian badan usaha, lahirlah 2 (dua) jalur utama pendirian PT, yakni PT Biasa dan PT Perorangan. PT Biasa atau PT Konvensional telah lama dikenal sebagai bentuk badan usaha yang didirikan oleh dua orang atau lebih, dengan struktur organisasi yang mencakup direksi dan komisaris.
Definisi Perseroan Terbatas (PT) diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU PT”) sebagaimana telah diubah dalam Pasal 109 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penerapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (“UU Cipta Kerja”) yang berbunyi:
“Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham atau badan hukum perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro dan kecil sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai usaha mikro dan kecil.”
Definisi tersebut menandai adanya perubahan dalam sistem hukum korporasi di Indonesia. Sebelumnya, pendirian PT hanya dimungkinkan melalui perjanjian antara dua pihak atau lebih, yang berarti pelaku usaha individu tidak memiliki akses langsung untuk membentuk badan hukum berbentuk PT. Dengan dimasukkannya frasa “badan hukum perorangan” dalam definisi resmi, pemerintah secara eksplisit membuka ruang bagi satu orang pendiri untuk mendirikan PT secara mandiri, selama memenuhi kriteria usaha mikro dan kecil.
Dalam Pasal 109 ayat (5) UU Cipta Kerja, dijelaskan bahwa di antara Pasal 153 dan Pasal 154 UU PT, disisipkan 10 (sepuluh) pasal, yakni Pasal 153A, Pasal 153B, Pasal 153C, Pasal 153D, Pasal 153E, Pasal 153F, Pasal 153G, Pasal 153H, Pasal 153I, dan Pasal 153J.
Pada Pasal 153A berbunyi:
- Perseroan yang memenuhi kriteria usaha mikro dan kecil dapat didirikan oleh 1 (satu) orang;
- Pendirian Perseroan untuk usaha mikro dan kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan surat pernyataan pendirian yang dibuat dalam bahasa Indonesia;
- Ketentuan lebih lanjut mengenai pendirian Perseroan untuk usaha mikro dan kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Apa Perbedaan Mendasar antara Keduanya?
Meskipun PT Perorangan dan PT Biasa sama-sama merupakan badan hukum berbentuk perseroan terbatas, namun terdapat perbedaan mendasar di antara keduanya yakni sebagai berikut:
- Jumlah Pendiri dan Pemegang Saham
Untuk memenuhi kriteria UKM, PT Perorangan hanya didirikan oleh 1 (satu) orang pendiri, sebagaimana diatur dalam Pasal 109 ayat (5) UU Cipta Kerja yang menyisipkan Pasal 153A ayat (1). Sementara itu, UU PT sejak awal telah mengatur terkait pendirian PT Biasa melalui Pasal 7 ayat (1) yakni, “Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia.”
- Cakupan Usaha
PT Perorangan hanya diperuntukkan bagi usaha mikro dan kecil (UKM), sedangkan PT Biasa dapat mencakup usaha menengah dan besar.
- Struktur Organisasi
PT Perorangan memiliki struktur yang lebih sederhana, karena pendiri merangkap sebagai direktur sekaligus pemegang saham. Sementara PT Biasa memerlukan struktur yang lebih kompleks, termasuk komisaris dan direksi.
- Modal Dasar
Modal dalam PT Perorangan ditentukan sepenuhnya oleh pendiri tanpa ada batas minimum yang ditetapkan oleh Undang-Undang, namun tidak melebihi Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Modal PT Biasa diatur dalam Pasal 32 ayat (1) UU PT bahwa paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
- Akta Pendirian
PT Perorangan tidak memerlukan akta notaris, namun cukup dengan mengisi pernyataan pendirian yang diajukan kepada Menteri Hukum. Sementara PT Biasa memerlukan akta notaris sebagai syarat sahnya pendirian.
Baca juga: Membongkar Peran Strategis Audit Internal dalam Mitigasi Risiko Perusahaan
Pertimbangan Memilih PT Biasa atau PT Perorangan untuk Usahamu
Memilih antara PT Biasa atau PT Perorangan bukan sekadar soal kemudahan administratif pendirian, namun juga menyangkut arah bisnis dan kebutuhan jangka panjang. PT Perorangan sangat cocok bagi pelaku usaha mikro dan kecil yang ingin segera memiliki legalitas tanpa proses rumit. Dengan struktur yang sederhana, hal ini menawarkan efisiensi biaya, kemudahan pengurusan, dan fleksibilitas dalam pengelolaan. Bagi pemilik usaha yang masih beroperasi secara mandiri dan belum membutuhkan investor atau mitra, PT Perorangan bisa menjadi titik awal yang ideal untuk masuk ke dalam ekosistem bisnis formal dan legal.
Sebaliknya, PT Biasa atau PT Konvensional lebih tepat bagi usaha yang memiliki visi ekspansi, kerja sama strategis, atau pun kebutuhan pembagian kepemilikan. Dengan organisasi yang lebih kompleks dan fleksibel, PT Biasa memungkinkan adanya direksi dan komisaris, serta pembagian saham di antara beberapa pemegang saham. Hal ini memberikan ruang bagi pertumbuhan bisnis yang lebih besar, termasuk akses terhadap pendanaan eksternal, partisipasi dalam tender, dan peningkatan kredibilitas di mata mitra bisnis. Oleh karena itu, pemilihan bentuk PT sebaiknya disesuaikan dengan skala usaha, rencana jangka panjang, dan tujuan yang ingin dicapai.
Baca juga: Membedah Peran ESG dalam Meningkatkan Daya Saing Perusahaan
Lalu, Apakah Bisa Mengubah Status PT Perorangan Menjadi PT Biasa?
Status PT Perorangan dapat diubah menjadi PT Biasa, terutama ketika usaha telah berkembang melampaui kriteria Usaha Mikro dan Kecil (UMK) atau ketika pemilik ingin menambah pemegang saham dan memperluas struktur perusahaan. Perubahan ini merupakan langkah legal dan sah. Prosesnya melibatkan penambahan pemegang saham baru, pembuatan akta perubahan di hadapan notaris, serta pengesahan perubahan melalui sistem Administrasi Hukum Umum (AHU) di Kementerian Hukum. Selain itu, data perusahaan juga perlu diperbarui di sistem OSS dan kantor pajak agar sesuai dengan status baru sebagai PT Biasa.
Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2021 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pendirian, Perubahan, dan Pembubaran Badan Hukum Perseroan Terbatas (“Permenkumham 21/2021”) bahwa:
Perseroan perorangan harus mengubah status badan hukumnya menjadi Perseroan persekutuan modal jika:
- Pemegang saham menjadi lebih dari 1 (satu) orang; dan/atau
- Tidak memenuhi kriteria usaha mikro dan kecil sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Untuk itu, pelaku usaha perlu memahami mengenai skala usaha yang dijalankan, rencana pertumbuhan bisnis, dan kebutuhan jangka panjangnya. Ketika usaha berkembang, perubahan status dari PT Perorangan ke PT Biasa menjadi langkah penting untuk menjaga kepatuhan hukum dan membuka peluang bisnis yang lebih luas. Dengan memahami perbedaan dan mekanisme masing-masing, pelaku usaha dapat mengambil keputusan yang tepat dan strategis dalam membangun fondasi hukum bagi keberlanjutan bisnisnya.***
Baca juga: Panduan Lengkap Pendirian PT Perorangan
Daftar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (“UU Cipta Kerja”).
- Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU PT”).
- Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2021 tentang Modal Dasar Perseroan Serta Pendaftaran Pendirian, Perubahan, dan Pembubaran Perseroan yang Memenuhi Kriteria Untuk Usaha Mikro dan Kecil (“PP 8/2021”).
- Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2021 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pendirian, Perubahan, dan Pembubaran Badan Hukum Perseroan Terbatas (“Permenkumham 21/2021”).
Referensi:
- 3 Langkah Mengubah PT Perorangan Jadi PT Biasa. HukumOnline. (Diakses pada 6 September 2025 pukul 14.50 WIB).