Sertifikat tanah adalah surat tanda bukti hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah. Sertifikat tanah dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). 

Sertifikat tanah berfungsi sebagai tanda bukti yang berisi data fisik dan data yuridis. Data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas, dan luas bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan di atasnya. 

Sedangkan data yuridis adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan hak pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya. 

Pembelian tanah atau rumah harus melakukan pendaftaran tanah atau balik nama sertifikat demi mendapatkan kepastian hukum. Tujuan pendaftaran tanah tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“PP 24/1997”). PP ini mengatur tentang: 

  • Kepastian dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak lain yang terdaftar, agar membuktikan dirinya sebagai pemegang bersangkutan; 
  • Menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah, agar mudah memperoleh data yang diperlukan;
  • Penyajian data atas peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah, dan daftar nama di kantor pertanahan.  

Pembatalan Sertifikat Tanah

Pembatalan sertifikat hak atas tanah atau pembatalan sertifikat dilakukan karena adanya cacat hukum administratif dalam penerbitannya atau melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah). 

Pembatalan sertifikat tanah diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 21 Tahun 2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan (“Permen ATR/BPN 21/2020”) yang kemudian diperkuat dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah (“PP 14/2021”). 

Pembatalan sertifikat tanah dapat dilakukan dengan dua jalur, yakni mengajukan permohonan kepada Menteri ATR/BPN untuk pembatalan sertifikat tanah melalui Kantor Pertanahan jika terdapat kesalahan hukum dalam proses penerbitannya atau bisa juga melalui gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Pembatalan sertifikat tanah melalui PTUN memiliki batas waktu terhitung 90 hari sejak diterimanya atau diumumkannya keputusan badan atau Pejabat Tata Usaha Negara sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (“UU PTUN”). Jika masa waktu yang diberikan melewati lebih dari 90 hari, maka jalur yang ditempuh harus melalui Pengadilan Negeri. 

Persyaratan menggugat sertifikat tanah atau membatalkan sertifikat tanah harus merujuk Pasal 29 ayat (1) Permen ATR/BPN 21/2020, permohonan pembatalan dapat dilakukan jika diduga adanya cacat hukum administrasi dan/atau cacat yuridis terhadap produk hukum, serta pelaksanaan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Cacat hukum administratif dan/atau cacat yuridis disebabkan karena:

  • Kesalahan dalam proses/prosedur penerbitan hak atas tanah, pendaftaran hak dan proses pemeliharaan data pendaftaran tanah;
  • Kesalahan dalam proses/prosedur pengukuran;
  • Kesalahan dalam proses/prosedur penerbitan sertipikat pengganti;
  • Kesalahan dalam proses/prosedur penerbitan sertipikat Hak Tanggungan;
  • Kesalahan penerapan peraturan perundang-undangan;
  • Kesalahan subjek hak;
  • Kesalahan objek hak;
  • Kesalahan jenis hak;
  • Tumpang tindih hak atas tanah;
  • Tumpang tindih dengan kawasan hutan;
  • Kesalahan penetapan konsolidasi tanah;
  • Kesalahan penegasan tanah objek landreform;
  • Kesalahan dalam proses pemberian izin peralihan hak;
  • Kesalahan dalam proses penerbitan surat keputusan pembatalan;
  • Putusan pengadilan pidana berkekuatan hukum tetap yang membuktikan adanya tindak pidana pemalsuan, penipuan, penggelapan dan/atau perbuatan pidana lainnya;
  • Dokumen atau data yang digunakan dalam proses penerbitan sertipikat bukan produk instansi tersebut berdasarkan surat keterangan dari instansi yang bersangkutan;
  • Putusan pengadilan yang dalam pertimbangan hukumnya terbukti terdapat fakta adanya cacat dalam penerbitan produk hukum Kementerian dan/atau adanya cacat dalam perbuatan hukum dalam peralihan hak tetapi dalam amar putusannya tidak dinyatakan secara tegas.

Baca juga: Mengenal Gugatan Badan Hukum Perdata

Proses Pembatalan Sertifikat Tanah

Melalui Pembatalan Kepada Menteri ATR/BPN 

Pembatalan sertifikat tanah karena adanya alasan cacat hukum administratif seperti kesalahan perhitungan dan luas tanah, atau adanya tumpang tindih hak atas tanah, kesalahan prosedural, atau perbuatan lain. Contohnya seperti pemalsuan surat atas sertifikat tanah.

Adapun dokumen persyaratan yang harus kamu lampirkan ketika menggugat sertifikat tanah adalah:

  • Fotokopi surat bukti identitas dan surat bukti kewarganegaraan (bagi perorangan) atau fotokopi akta pendirian (bagi badan hukum);
  • Fotokopi surat keputusan dan atau sertifikat;
  • Dokumen lain yang berkaitan dengan permohonan pembatalan tersebut.

Melalui Gugatan ke PTUN

Pasal 1 angka 7 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 mengenai Administrasi Pemerintah (“UU Administrasi Pemerintahan”), Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) adalah ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Sertifikat tanah adalah salah satu bentuk Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN), sehingga perlu diperhatikan batas waktu untuk mengajukan gugatan ke PTUN. Batas waktu terhitung 90 hari sejak diterimanya atau diumumkannya keputusan badan atau Pejabat Tata Usaha Negara sebagaimana diatur Pasal 55 UU PTUN.

Jika masa waktu yang diberikan melewati lebih dari 90 hari, maka jalur yang ditempuh harus melalui Pengadilan Negeri. 

Baca juga: Jenis dan Unsur Hukum Perikatan

Kesimpulan 

Sertifikat tanah merupakan bukti legal atas hak kepemilikan tanah yang berisi data fisik dan yuridis. Penerbitan sertifikat ini dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk memberikan kepastian hukum atas kepemilikan tanah. Pembatalan sertifikat tanah dapat dilakukan jika terdapat cacat hukum administratif dalam penerbitannya atau melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. 

Proses pembatalan bisa dilakukan melalui dua jalur: pengajuan permohonan kepada Menteri ATR/BPN atau melalui gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Batas waktu pengajuan gugatan ke PTUN adalah 90 hari sejak dikeluarkannya keputusan terkait. 

Baca juga: Perbedaan Jaminan Hipotik dan Hak Gadai dalam Hukum Perdata Indonesia

Sumber Hukum: 

Referensi: