Ekonomi syariah merupakan sistem ekonomi yang berlandaskan prinsip-prinsip Islam yang bertujuan untuk menciptakan keadilan, keberkahan, serta kesejahteraan bagi seluruh pihak yang terlibat.
Dalam praktiknya, ekonomi syariah mencakup berbagai sektor, seperti perbankan syariah, asuransi syariah, pasar modal syariah, hingga bisnis halal. Namun, sebagaimana dalam sistem ekonomi lainnya, potensi terjadinya konflik dan sengketa dalam ekonomi syariah tetap ada. Oleh karena itu, pemahaman mengenai macam-macam sengketa ekonomi syariah, penyebabnya, serta metode penyelesaiannya menjadi penting bagi pelaku usaha dan masyarakat yang terlibat dalam sistem ini.
Selain itu, perkembangan ekonomi syariah yang semakin pesat juga menuntut adanya regulasi yang lebih ketat dan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah. Perbedaan interpretasi dalam penerapan akad-akad syariah serta kurangnya pemahaman terhadap hukum ekonomi Islam dapat memicu ketidaksepahaman di antara para pelaku usaha dan lembaga keuangan syariah. Oleh karena itu, edukasi mengenai hukum ekonomi syariah serta penerapan standar yang lebih transparan menjadi aspek yang sangat penting untuk memastikan kelangsungan ekonomi syariah yang berkeadilan.
Macam-Macam Sengketa Ekonomi Syariah
Sengketa ekonomi syariah dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan sektor. Salah satu bentuk sengketa yang sering terjadi adalah sengketa dalam perbankan syariah. Sengketa ini dapat timbul akibat perbedaan interpretasi mengenai akad-akad syariah seperti murabahah, mudharabah, musyarakah, dan ijarah. Misalnya, dalam akad murabahah, pihak nasabah dapat merasa dirugikan jika bank tidak transparan dalam menetapkan margin keuntungan.
Selain perbankan syariah, sengketa juga sering terjadi dalam sektor asuransi syariah (takaful). Permasalahan dalam asuransi syariah umumnya berkaitan dengan klaim yang ditolak oleh perusahaan asuransi atau adanya perbedaan tafsir mengenai hak dan kewajiban peserta serta pengelola dana tabarru’. Hal ini dapat menimbulkan perselisihan antara peserta dan penyedia jasa asuransi syariah.
Sengketa dalam pasar modal syariah juga menjadi perhatian dalam ekonomi syariah. Perbedaan pemahaman mengenai kesesuaian instrumen investasi dengan prinsip syariah dapat menimbulkan konflik antara investor dan perusahaan yang menerbitkan efek syariah. Misalnya, apabila suatu perusahaan yang telah masuk dalam daftar efek syariah kemudian terindikasi melakukan aktivitas yang bertentangan dengan syariah, investor dapat mengajukan sengketa.
Di luar sektor keuangan, sengketa ekonomi syariah juga dapat terjadi dalam bisnis berbasis syariah, seperti perdagangan produk halal. Perselisihan dapat terjadi terkait kepemilikan usaha, ketidaksepakatan dalam skema bagi hasil, atau bahkan persoalan mengenai keabsahan sertifikasi halal suatu produk.
Baca juga: Landasan Hukum, Pengertian, dan Jenis Usaha Bank Syariah di Indonesia
Penyebab Terjadinya Sengketa Ekonomi Syariah
Ada beberapa faktor utama yang menyebabkan terjadinya sengketa dan konflik dalam ekonomi syariah. Salah satu penyebab utama adalah kurangnya pemahaman terhadap prinsip-prinsip ekonomi syariah. Banyak pihak yang terlibat dalam transaksi ekonomi syariah tidak sepenuhnya memahami akad-akad syariah yang digunakan. Akibatnya, timbul perbedaan interpretasi yang dapat berujung pada sengketa.
Selain itu, faktor ketidakterbukaan dan kurangnya transparansi dalam kontrak syariah juga menjadi penyebab utama sengketa. Misalnya, dalam akad murabahah, jika informasi mengenai margin keuntungan atau biaya tambahan tidak dijelaskan secara rinci kepada nasabah, maka hal ini dapat menimbulkan ketidakpuasan dan konflik.
Regulasi yang belum sepenuhnya dipahami oleh pelaku usaha syariah juga menjadi faktor pemicu terjadinya sengketa. Meskipun pemerintah telah mengeluarkan berbagai regulasi terkait ekonomi syariah, seperti Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (“UU 21/2008”), masih banyak pelaku usaha yang belum memahami aturan secara mendalam. Hal ini menyebabkan praktik bisnis yang tidak sesuai dengan regulasi, yang pada akhirnya dapat menimbulkan sengketa hukum.
Faktor lain yang dapat menyebabkan sengketa adalah persaingan usaha yang tidak sehat dalam industri syariah. Misalnya, dalam bisnis halal, sering kali terjadi perselisihan terkait hak eksklusif atas suatu produk atau merek halal. Dalam beberapa kasus, sengketa ini berujung pada tuntutan hukum karena adanya pelanggaran hak kekayaan intelektual atau ketidaksepakatan dalam perjanjian kemitraan.
Baca juga: Keuangan Berkelanjutan (Sustainable Finance) Membentuk Masa Depan Ekonomi Global
Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah
Dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah, terdapat beberapa mekanisme yang dapat ditempuh. Penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui jalur non-litigasi maupun litigasi, tergantung pada kompleksitas permasalahan dan kesepakatan para pihak.
Salah satu mekanisme penyelesaian sengketa ekonomi syariah yang banyak digunakan adalah mediasi. Mediasi merupakan metode penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga yang bersifat netral, dengan tujuan untuk mencapai kesepakatan yang adil bagi semua pihak. Dalam konteks ekonomi syariah, mediasi sering kali menjadi pilihan utama karena lebih menekankan pada prinsip musyawarah dan kekeluargaan.
Selain mediasi, penyelesaian sengketa juga dapat dilakukan melalui arbitrase. Arbitrase ekonomi syariah di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (“UU 30/1999”). Lembaga yang berwenang dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah melalui arbitrase adalah Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS). Arbitrase menjadi pilihan yang sering digunakan dalam transaksi ekonomi syariah karena lebih cepat dibandingkan proses pengadilan dan tetap menjaga kerahasiaan para pihak yang bersengketa.
Jika penyelesaian sengketa melalui mediasi atau arbitrase tidak mencapai kesepakatan, maka jalur litigasi dapat ditempuh. Penyelesaian sengketa ekonomi syariah melalui jalur litigasi dilakukan di Pengadilan Agama sesuai dengan kewenangannya berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (“UU 3/2006”). Dalam hal ini, Pengadilan Agama memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa ekonomi syariah, termasuk perbankan syariah dan lembaga keuangan syariah lainnya.
Dengan adanya berbagai mekanisme penyelesaian sengketa, diharapkan setiap konflik dalam ekonomi syariah dapat diselesaikan dengan adil dan sesuai dengan prinsip syariah. Oleh karena itu, para pelaku usaha syariah perlu memahami dengan baik regulasi serta mekanisme penyelesaian sengketa yang tersedia agar dapat menjalankan kegiatan bisnis mereka secara lebih aman dan terhindar dari konflik hukum.
Baca juga: Kepatuhan Prinsip Perbankan Syariah dalam Peraturan OJK
Daftar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (“UU 21/2008”).
- Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (“UU 30/1999”).
- Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (“UU 3/2006”).
Referensi:
- Ekonomi Syariah dan Problematikanya. Pengadilan Agama Tangerang. (Diakses pada 6 Maret 2025 pukul 11.03 WIB).
- Bentuk Sengketa Ekonomi Syariah dan Penyelesaiannya. Jurnal Studi Islam & Peradaban. (Diakses pada 6 Maret 2025)
- Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah. Pengadilan Agama Mojokerto. (Diakses pada 6 Maret 2025 pukul 11.33 WIB).