Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki sumber daya alam yang melimpah untuk dikembangkan sebagai sumber energi. Salah satu yang paling potensial adalah energi dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Transisi energi menuju penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT) menjadi prioritas utama pemerintah Indonesia untuk mencapai net zero emission paling lambat pada tahun 2060. Regulasi yang mendukung pengembangan PLTA dan berbagai insentif fiskal telah diterbitkan untuk mendorong investasi dan partisipasi sektor swasta dalam mengembangkan energi bersih ini.
Untuk mencapai target net zero emission, pemerintah Indonesia telah menetapkan beberapa kebijakan strategis yang difokuskan pada peningkatan penggunaan energi baru dan terbarukan. Salah satu langkah konkrit adalah dengan memperkuat peran PLTA dalam bauran energi nasional. Melalui Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, pemerintah menargetkan peningkatan kapasitas terpasang PLTA dan menjadi upaya mencapai target bauran EBT sebesar 23% (dua puluh tiga persen).
Pada awal tahun 2025, Presiden Prabowo Subianto meresmikan dua PLTA terbesar di Indonesia. PLTA yang diresmikan adalah PLTA Jatigede di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat yang telah berhasil diselesaikan oleh PT PLN (Persero) dengan kapasitas 2 x 55 megawatt (MW) dan PLTA Asahan 3 yang berlokasi di Kabupaten Asahan dan Kabupaten Toba, Sumatera Utara dengan kapasitas 2 x 87 megawatt (MW). Kedua proyek PLTA tersebut diharapkan dapat menjadi pasokan listrik untuk wilayah sekitarnya.
Sebagai langkah mempercepat pengembangan energi terbarukan untuk kepentingan ketenagalistrikan, perlu menata kembali ketentuan mengenai mekanisme pembelian tenaga listrik dari pembangkit listrik yang memanfaatkan sumber energi terbarukan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 4 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik (“Permen ESDM 4/2020”).
Dalam Pasal 7 ayat (1) Permen ESDM 4/2020 disebutkan bahwa pembelian tenaga listrik dari tenaga air oleh PT PLN (Persero) merupakan pembelian tenaga listrik untuk semua kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Air. Pembelian tenaga listrik dari tenaga air oleh PT PLN (Persero) dapat berasal dari tenaga air yang memanfaatkan:
- Tenaga dari aliran/terjunan air sungai; atau
- Tenaga air dari waduk/bendungan atau saluran irigasi yang pembangunannya bersifat multiguna.
Diatur dalam Pasal 7 ayat (4), tenaga air yang memanfaatkan:
- Aliran atau terjunan air sungai dengan kapasitas:
- Sampai dengan 10 MW (sepuluh megawatt) harus mampu beroperasi dengan faktor kapasitas (capacity factor) paling sedikit sebesar 65% (enam puluh lima persen);
- Lebih dari 10 MW (sepuluh megawatt) beroperasi dengan faktor kapasitas (capacity factor) sesuai dengan kebutuhan sistem.
- Aliran atau terjunan air dari waduk/bendungan atau saluran irigasi yang pembangunanya bersifat multiguna dapat beroperasi dengan faktor kapasitas (capacity factor) di bawah 65% (enam puluh lima persen) sesuai dengan kesiapan pembangkit dan/atau kebutuhan sistem.
Pembelian tenaga listrik dari tenaga air yang memanfaatkan tenaga air dari waduk/bendungan atau saluran irigas yang pembangunannya bersifat multiguna yang dibangun oleh pemenang milik negara sumber daya air dalam rangka penyediaan infrastruktur untuk tenaga air dilaksanakan berdasarkan penugasan dari Menteri kepada PT PLN (Persero). Peraturan Menteri ini berlaku sebagai penugasan pembelian tenaga listrik dan berlaku sebagai penunjukkan langsung untuk pembelian tenaga listrik oleh PT PLN (Persero) dengan harga pembelian yang didasarkan pada kesepakatan para pihak.
Dalam mempercepat pengembangan PLTA, pemerintah Indonesia juga memberikan berbagai insentif fiskal untuk badan usaha yang diatur dalam Pasal 22 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik (“Perpres 112/2022”). Insentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
- Fasilitas pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
- Fasilitas impor berupa pembebasan bea masuk impor dan/atau pajak dalam rangka impor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan kepabeanan;
- Fasilitas pajak bumi dan bangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
- Dukungan pengembangan panas bumi; dan/atau
- Dukungan fasilitas pembiayaan dan/atau penjaminan melalui badan usaha milik negara yang ditugaskan pemerintah.
Dukungan pemerintah melalui insentif fiskal ini tidak hanya bertujuan untuk menarik investasi, tetapi juga sebagai langkah menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi pengembangan energi terbarukan. Dengan adanya dukungan dari pemerintah ini, diharapkan dapat mendorong lebih banyak perusahaan untuk berinvestasi di sektor PLTA dan meningkatkan kontribusi energi terbarukan dalam bauran energi nasional.
Baca juga: Gunakan Panel Surya, Ini Komitmen SIP Law Firm Sebagai Firma Hukum Berkelanjutan
Daftar Hukum:
- Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 4 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik (“Permen ESDM 4/2020”).
- Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik (“Perpres 112/2022”).
Referensi:
- Presiden Prabowo Bakal Resmikan Dua PLTA Terbesar di Indonesia, Ini Lokasinya. Liputan6. (Diakses pada 12 Februari 2025 pukul 08.45 WIB).
- PLN Indonesia Power Resmi Operasikan PLTA dari Waduk Terbesar Kedua di Indonesia. PLN Indonesia Power. (Diakses pada 12 Februari 2025 pukul 09.02 WIB).