Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah, sehingga berpotensi terhadap pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT). Guna mewujudkan ketahanan energi dan mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil, pemerintah menetapkan beberapa kerangka hukum yang mendukung pemanfaatan EBT. Regulasi terkait EBT diterapkan oleh pemerintah dengan tujuan memberikan kepastian hukum dan kerangka hukum energi baru, insentif bagi investor, serta meningkatkan pengembangan teknologi ramah lingkungan pada sektor energi.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (“UU 30/2017”) menjadi regulasi utama terkait kebijakan energi dan pengelolaan energi berkelanjutan. Kemudian untuk melaksanakan ketentuan pada UU 30/2007, pada 17 Oktober 2014 pemerintah mengundangkan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (“PP 79/2014”).
Kehadiran investasi mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi pada suatu negara karena dengan adanya peningkatan penanaman modal, maka akan terjadi peningkatan pendapatan nasional. Selain itu, investasi pun berperan penting terhadap stabilitas ekonomi jangka panjang dan meningkatkan pertumbuhan sektor strategis, salah satunya adalah pada sektor EBT. Maka dari itu, untuk meningkatkan investasi dan mempercepat pencapaian target bauran energi terbarukan dalam bauran energi nasional serta penurunan emisi gas rumah kaca, Presiden Joko Widodo menetapkan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik (“Perpres 112/2022”).
UU 30/2007 menjadi acuan dasar kerangka hukum energi baru terkait pengelolaan energi di Indonesia. UU ini menjelaskan bahwa energi menjadi suatu kebutuhan dasar manusia dan sangat berperan penting terhadap pembangunan nasional. Untuk mewujudkan hal tersebut, pada Pasal 20 ayat (1) UU 30/2007 mengatur terkait langkah strategis yang dapat dilakukan, sebagaimana pasal tersebut berbunyi:
“Penyediaan energi dilakukan melalui:
- Inventarisasi sumber daya energi;
- Peningkatan cadangan energi;
- Penyusunan neraca energi;
- diversifikasi, konservasi, dan intensifikasi sumber energi dan energi; dan
- Penjaminan kelancaran penyaluran transmisi, dan penyimpanan sumber energi dan energi.”
Baca juga: Urgensi Pemisahan RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan
Pengelolaan EBT didasari atas asas kemanfaatan, rasionalitas, efisiensi berkeadilan, peningkatan nilai tambah, keberlanjutan, kesejahteraan masyarakat, pelestarian fungsi lingkungan hidup, ketahanan nasional, dan keterpaduan dengan mengutamakan kemampuan nasional sebagaimana hal ini tercantum dalam Pasal 2 UU 30/2007.
Pemanfaatan energi dapat dilakukan oleh pemerintah dengan cara mengeluarkan kebijakan energi nasional yang terdiri atas kebijakan utama dan kebijakan pendukung. Salah satu kebijakan utama adalah pemanfaatan sumber daya energi nasional. Pemanfaatan sumber daya energi nasional harus dilakukan secara efisien di semua sektor sebagai modal pembangunan demi kemakmuran rakyat dengan mempertimbangkan prioritas pengembangan energi.
Untuk mewujudkan keseimbangan keekonomian energi, prioritas pengembangan energi nasional didasari pada prinsip memaksimalkan penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT), meminimalisir penggunaan minyak bumi, mengoptimalkan pemanfaatan gas bumi dan EBT, serta menggunakan batu bara sebagai andalan pasokan energi nasional sebagaimana hal ini tertera dalam Pasal 11 ayat (2) PP 79/2014.
Salah satu langkah pemerintah untuk meningkatkan pengembangan pembangkit listrik berbasis EBT adalah dengan membuat Perpres 112/2022. Pada Pasal 2 ayat (1) Perpres 112/2022 menyebutkan bahwa PT. PLN sebagai perusahaan penyedia listrik di Indonesia bertugas menyusun rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) dengan memperhatikan pengembangan energi terbarukan sesuai target bauran, keseimbangan antara penyediaan dan permintaan, serta keekonomian pembangkit energi terbarukan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan alokasi EBT pada penyediaan tenaga listrik.
Berdasarkan Perpres 112/2022 Pasal 2 ayat (3) menyatakan bahwa pada pelaksanaan RUPTL, PT. PLN wajib memprioritaskan penggunaan energi terbarukan, memastikan operasional berkelanjutan, serta menyesuaikan dengan kondisi sistem kelistrikan setempat. Selain itu, PT. PLN pun berkewajiban menggunakan produk dalam negeri dan terus mengembangkan pembangkkit listrik berbasis energi terbarukan.
Menurut Pasal 9 huruf f angka 1 PP 79/2014, pemerintah menargetkan peran EBT mencapai minimal 23% pada 2025 dan 31% pada 2050, sepanjang keekonomiannya terpenuhi. Untuk mencapai target tersebut, pemerintah telah mengimplementasikan beberapa program dan kebijakan, yakni sebagai berikut:
- Pembangunan Infrastruktur EBT dan Keekonomian Proyek
Meskipun Indonesia berpotensi besar terhadap pengembangan EBT, namun terdapat tantangan besar yang harus dihadapi oleh pemerintah, yakni proses perizinan yang lama dan keterbatasan infrastruktur transmisi. Oleh karena itu, pemerintah berupaya mempercepat pembangunan transmisi dan menetapkan harga listrik berbasis EBT yang kompetitif guna mengatasi hambatan yang ada dan menjadi penghalang pengembangan EBT.
- Peningkatan Investasi
Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2024 (Permen ESDM 11/2024) guna mengatasi hambatan investasi pada sektor EBT. Setelah dikeluarkan regulasi ini, sejumlah proyek menunjukan adanya pengembangan positif, diantaranya adalah Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Singkarak dan Saguling, serta PLTS Terapung Karangkates. Tak hanya pada industri PLTS, pada Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) pun berkembang secara positif, beberapa diantaranya: PLTP Hululais, Dieng, Dieng 2, dan Patuha 2.
- Pengembangan Teknologi dan Sumber Daya Manusia (SDM)
Tak dapat dipungkiri, transformasi teknologi digital dan SDM yang kompeten akan berdampak besar terhadap efisiensi operasional dan inovasi di berbagai sektor industri. Untuk mencapai hal tersebut, pemerintah berupaya mengadakan koordinasi dengan badan yang bergerak di sektor pendidikan melalui program sertifikasi dan pelatihan di bidang EBT.
- Edukasi dan Sosialisasi
Guna meningkatkan kesadaran manusia terkait pentingnya energi baru dan terbarukan (EBT), pemerintah mengadakan edukasi masyarakat melalui sosialisasi, baik secara offline maupun online.
Melalui regulasi kerangka hukum energi baru di atas, pemerintah berupaya memperkuat lingkungan investasi, meningkatkan pemanfaatan EBT, serta mengurangi emisi karbon dalam mendukung transisi energi nasional.
Baca juga: Langkah Strategis Indonesia Menuju Bauran Energi Baru Terbarukan dengan PLTA
Daftar Hukum:
- Undang-undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (“UU 30/2017”).
- Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (“PP 79/2014”).
- Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik (“Perpres 112/2022”).
Referensi:
- Tarik Minat Investor EBT, Pemerintah Perkuat Pembangunan Transmisi dan Tawarkan Harga Kompetitif. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. (Diakses pada 13 Februari 2025 pukul 11.15 WIB).
- Kementerian ESDM Gaet Investasi, Tingkatkan Bauran Energi dari EBT. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. (Diakses pada 13 Februari 2025 pukul 11.37 WIB).
- Pengembangan SDM Jadi Faktor Penentu Transisi Energi. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. (Diakses pada 13 Februari 2025 pukul 11.45 WIB).
- Kebijakan Strategis Pemanfaatan EBT, Berbasis Produktivitas dan Inovasi. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. (Diakses pada 13 Februari 2025 pukul 11.56 WIB).