Energi terbarukan menjadi salah satu pilar utama dalam transisi menuju sistem energi yang lebih berkelanjutan. Pemerintah Indonesia telah menetapkan berbagai kebijakan untuk mendukung pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT), termasuk melalui mekanisme subsidi. Subsidi energi terbarukan merupakan instrumen vital dalam mendorong pengembangan sumber energi yang ramah lingkungan di Indonesia.
Melalui pemberian subsidi, pemerintah berupaya menciptakan iklim investasi yang kondusif, menurunkan biaya produksi, dan meningkatkan daya saing energi terbarukan dibandingkan dengan energi fosil. Hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (“UU Energi”) yang menekankan pentingnya diversifikasi energi dan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) untuk mencapai ketahanan dan kemandirian energi nasional.
Peran Subsidi dalam Mendorong Pengembangan Energi Terbarukan
Indonesia berupaya untuk terus berkontribusi dalam mengatasi pemanasan global dan mengurangi emisi karbon dioksida. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (“PP 79/2014”), Indonesia menargetkan penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT) minimum 23% (dua puluh tiga persen) di tahun 2025 dan 31% (tiga puluh satu persen) di tahun 2050. Penggunaan EBT tentunya terus ditingkatkan dan diimplementasikan secara berlanjut dan terus menerus melalui konservasi energi, diversifikasi energi, dan intensifikasi energi guna mencapai target tersebut.
Saat ini, pemberian subsidi dan insentif bagi investor teknologi hijau masih relatif rendah. Pemberian subsidi masih terlalu kecil jika dibandingkan dengan subsidi untuk energi primer fosil. Investasi teknologi EBT pun masih tinggi dikarenakan komponen domestik untuk mendukung hal ini masih sangat minim. Hal ini menyebabkan nilai EBT tidak kompetitif dibandingkan dengan energi fosil.
Padahal, subsidi pada sektor ini memiliki peran strategis dalam mempercepat adopsi energi terbarukan. Tanpa dukungan finansial dari pemerintah, banyak proyek energi bersih yang akan sulit bersaing dengan sektor energi fosil seperti batubara dan minyak bumi. Beberapa peran utama subsidi dalam pengembangan EBT di antaranya:
- Meningkatkan daya saing energi terbarukan
Subsidi membantu menurunkan biaya produksi energi terbarukan, sehingga harga jualnya lebih kompetitif dibandingkan energi fosil. Dengan demikian, konsumen dan industri lebih terdorong untuk beralih ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan.
- Mendorong investasi dan inovasi
Dengan adanya insentif finansial, investor lebih tertarik untuk mengembangkan teknologi energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, dan biomassa. Hal ini juga mendorong inovasi dalam efisiensi energi dan penyimpanan daya
- Mempercepat transisi energi
Subsidi memungkinkan pemerintah untuk mencapai target bauran energi nasional dengan lebih cepat. Dengan dukungan dari pemerintah, target yang diamanatkan dalam Pasal 9 huruf f PP 79/2014 dapat dicapai.
Baca juga: Peran Swasta dalam Pengembangan Energi Baru
Alokasi Subsidi EBT di Indonesia
Pemerintah Indonesia telah menetapkan alokasi subsidi energi untuk tahun 2025, dengan fokus utama pada bahan bakar minyak (BBM), gas LPG, dan listrik. Berikut beberapa poin penting terkait alokasi subsidi:
- Subsidi BBM dan LPG
Pemerintah mengalokasikan 19,41 juta kiloliter (KL) BBM bersubsidi, dengan rincian minyak tanah sebesar 0,52 juta KL dan minyak solar sebesar 18,89 juta KL. Sementara itu, untuk LPG 3 kg, dialokasikan volume sebesar 8,2 juta metrik ton.
- Subsidi Listrik
Anggaran subsidi listrik tahun 2025 mencapai Rp90,22 triliun, meningkat dari target tahun sebelumnya sebesar Rp73,24 triliun. Kenaikan ini didorong oleh peningkatan jumlah penerima subsidi listrik dari 40,89 juta pelanggan di tahun 2024 menjadi 42,08 juta pelanggan di tahun 2025.
Peraturan Menteri ESDM Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik (“Permen ESDM 50/2017”) pun memberikan panduan mengenai tarif pembelian tenaga listrik dari sumber EBT oleh PT PLN (Persero).
- Subsidi untuk Energi Terbarukan
Meskipun subsidi untuk energi fosil masih mendominasi, pemerintah juga mengalokasikan dana untuk pengembangan energi terbarukan. Salah satu langkah konkret adalah peningkatan pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap, mandatori Biodiesel 35%, serta implementasi program co-firing pada PLTU.
Baca juga: Kerangka Hukum Energi Baru di Indonesia
Tujuan dan Implementasi Pemberian Subsidi pada Sektor EBT
Kebijakan subsidi energi terbarukan bertujuan untuk mempercepat transisi energi, meningkatkan ketahanan energi nasional, serta mengurangi emisi karbon, yang lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut:
- Meningkatkan Akses Energi Bersih: Subsidi memungkinkan masyarakat mendapatkan akses ke energi yang lebih bersih dan berkelanjutan, sejalan dengan prinsip energi berkeadilan.
- Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca: Dengan mendorong penggunaan EBT, subsidi berkontribusi pada penurunan emisi karbon dan mitigasi perubahan iklim.
- Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Hijau: Pengembangan sektor EBT membuka peluang lapangan kerja baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Sementara itu, Implementasi subsidi EBT di Indonesia dilakukan melalui beberapa mekanisme, seperti:
- Insentif Fiskal dan Pembiayaan
Pemerintah memberikan berbagai insentif fiskal, seperti penghapusan pajak untuk investasi energi terbarukan, pembebasan bea masuk untuk peralatan dan teknologi EBT, serta penyederhanaan perizinan. Selain itu, skema pendanaan dari lembaga keuangan nasional dan internasional diperkenalkan untuk mendukung proyek-proyek EBT.
- Pengembangan Infrastruktur Energi Bersih
Kebijakan subsidi digunakan untuk membangun infrastruktur yang mendukung integrasi sumber energi terbarukan ke dalam jaringan listrik nasional. Hal ini mencakup pembangunan pembangkit listrik berbasis tenaga surya, angin, dan hidro.
- Penetapan Feed-in Tariff
Feed-in Tariff (FiT) adalah mekanisme kebijakan yang menetapkan harga jual listrik dari energi baru dan terbarukan (EBT) dengan tarif yang kompetitif, bertujuan untuk mendorong investasi di sektor energi bersih. Dengan FiT, pengembang pembangkit listrik berbasis EBT mendapatkan kepastian harga untuk jangka waktu tertentu, sehingga dapat meningkatkan daya tarik proyek-proyek energi terbarukan bagi investor.
Kebijakan subsidi energi terbarukan memainkan peran krusial dalam mempercepat transisi energi di Indonesia. Dengan alokasi yang tepat dan implementasi yang efektif, subsidi dapat meningkatkan daya saing energi bersih, mendorong investasi, serta mempercepat pencapaian target bauran energi nasional. Meskipun tantangan masih ada, langkah-langkah strategis yang telah diterapkan pemerintah menunjukkan komitmen kuat dalam mewujudkan sistem energi yang lebih berkelanjutan.
Baca juga: Langkah Strategis Indonesia Menuju Bauran Energi Baru Terbarukan dengan PLTA
Daftar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (“UU Energi”).
- Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (“PP 79/2014”).
Referensi:
- Energi Baru dan Terbarukan (EBT) Sebagai Teknologi Alternatif di Masa Depan dalam Mendukung Pertahanan Negara. Kementerian Pertahanan RI (Kemenhan). (Diakses pada 9 April 2025 pukul 14.40 WIB).
- Ini Besaran Alokasi Subsidi Energi di Tahun 2025. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI (Kementerian ESDM). (Diakses pada 9 April 2025 pukul 14.45 WIB).