Kementerian Perindustrian Republik Indonesia menyebut jika industri makanan dan minuman menjadi sektor strategis yang berperan penting dalam menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada triwulan I tahun 2024, sektor makanan berhasil membukukan nilai sebesar 9,18 miliar dollar AS atau sekitar Rp150,3 triliun. Dalam 10 tahun terakhir, Indonesia masih mendominasi pasar ekspor rumput laut kering untuk konsumsi dan bahan baku industri. Selain itu, Kementerian Perdagangan melalui Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (Ditjen PEN) pun terus berupaya menggenjot ekspor produk makanan ke pasar global, yakni dengan cara memastikan keamanan produk dijual para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) melalui berbagai program dan inisiatif. Dalam rangka menggenjot kegiatan ekspor, pemerintah pun memberikan kemudahan para produsen yang ingin melebarkan sayapnya ke pasar internasional, salah satunya mengenai pengurusan perizinan dagang internasional.

Aturan mengenai kegiatan ekspor diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor (“Permendag 23/2023”). Pada Pasal 2 Permendag 23/2023 disebutkan beberapa persyaratan ekspor, di antaranya:

  1. Eksportir wajib memiliki NIB.
  2. Terhadap kegiatan Ekspor atas Barang tertentu, Eksportir wajib memiliki Perizinan Berusaha di bidang Ekspor dari Menteri.
  3. Penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
  4. Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
  1. Eksportir Terdaftar; dan/atau
  2. Persetujuan Ekspor.
  1. Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan Perizinan Berusaha Untuk Menunjang Kegiatan Usaha sektor Perdagangan Luar Negeri.
  2. Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang telah diterbitkan digunakan sebagai dokumen pelengkap pabean yang diwajibkan dalam penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor kepada kantor pabean.
  3. Terhadap Barang Tertentu, Eksportir yang tidak dapat memiliki NIB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
  4. Eksportir dapat memiliki 1 (satu) atau lebih Perizinan Berusaha di bidang Ekspor berupa Persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b terhadap Barang tertentu.
  5. Perizinan Berusaha di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b berupa Persetujuan Ekspor berlaku untuk 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Ekspor atau lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor.
  6. Barang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (7), dan Persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan (9) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Baca juga: Tugas, Wewenang DJBC dan Kontribusi Terhadap Perekonomian Nasional

Selain persyaratan ekspor secara umum yang harus dipenuhi, terdapat syarat ekspor yang yang dikhususkan untuk produk pangan, yakni adanya Surat Keterangan Ekspor (SKE) pangan. Tercantum dalam Dokumen Standar dan Persyaratan Ekspor dan Impor Sektor Obat dan Makanan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Sertifikat Keterangan Ekspor yang selanjutnya disingkat SKE adalah sertifikat keterangan yang diterbitkan oleh Badan POM yang dibutuhkan oleh industri untuk mengekspor produk jadi, bahan baku Obat dan Makanan, dan Kemasan Pangan. SKE bertujuan memberikan kepastian bahwa pangan yang diekspor layak dan aman untuk dikonsumsi, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. SKE dapat berupa Certificate of Free Sale, Health Certificate, To Whom It May Concern, dan Export Notification for Food Packaging.

Untuk mendapatkan Surat Keterangan Ekspor (SKE), ada beberapa persyaratan BPOM yang harus terpenuhi, yakni meliputi:

  1. Surat permohonan permintaan Surat Keterangan Ekspor;
  2. Bukti pembayaran penerimaan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  3. Dokumen ekspor seperti Purchase Order, Commercial Invoice, Packing List;
  4. Surat pernyataan di atas materai yang menyatakan bahwa produk pangan telah memenuhi syarat keamanan kemasan pangan sesuai ketentuan yang berlaku di negara tujuan ekspor;
  5. Dokumen spesifikasi lengkap kemasan produk pangan olahan;
  6. Certificate of Analysis (COA) produk yang diterbitkan oleh laboratorium terakreditasi yang berlaku paling lama 2 (dua) tahun sejak diterbitkan. Syarat ini dikecualikan untuk produk yang telah memiliki izin edar dari BPOM dan tidak terdapat perubahan komposisi produk;
  7. Izin pencantuman logo halal;
  8. Contoh sampel produk dan scan kemasan produk;
  9. Certificate of Compliance yakni dokumen yang menyatakan bahwa produk atau sistem telah memenuhi persyaratan peraturan atau standar keselamatan;
  10. Material Safety Data Sheet (MSDS);
  11. Certificate of Origin atau Surat Keterangan Asal.

Baca juga: Dorong Peningkatan Ekspor, Pemerintah Beri Insentif Ekspor Khusus Untuk Para Eksportir

Proses pengajuan Sertifikat Keterangan Ekspor (SKE) pangan dilakukan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Permohonan SKE terbagi menjadi 2 klasifikasi, yakni komoditi pangan dan komoditi obat tradisional, suplemen kesehatan, dan kosmetik. Tata cara pengajuan Sertifikat Keterangan Ekspor produk makanan yaitu sebagai berikut: 

  1. Melakukan registrasi pada laman https://e-bpom.pom.go.id/ 
  2. Mengisi kolom input data pemberitahuan;
  3. Melengkapi data eksportir;
  4. Melengkapi kolom detail barang;
  5. Mengisi dokumen lengkap;
  6. Submit formulir;

Diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2017 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Badan Pengawas Obat dan Makanan (“PP 32 Tahun 2017”) diatur bahwa SKE pangan per item produk dipungut biaya sebesar Rp50.000,- yang wajib dibayarkan maksimal 3 hari sejak permohonan diajukan.

Baca juga: Aturan Barang Bebas Bea Masuk dalam Undang-Undang Kepabeanan

 Daftar Hukum:

Referensi: