Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) merupakan Instansi Kepabeanan Indonesia yang memiliki kewenangan dalam penyelenggaraan kebijakan di bidang kepabeanan dan cukai. Wewenang DJBC selaras kepada Menteri Keuangan dan dipimpin oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Berdasarkan Pasal 743 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan telah dijelaskan bahwa direktorat jenderal bea dan cukai terdiri dari 14 organisasi yakni :

Sekretariat Direktorat Jenderal, Direktorat Teknis Kepabeanan, Direktorat Fasilitas Kepabeanan, Direktorat Teknis dan Fasilitas Cukai, Direktorat Kerja Sama Internasional Kepabeanan dan Cukai, Direktorat Keberatan Banding dan Peraturan, Direktorat Informasi Kepabeanan dan Cukai, Direktorat Kepatuhan Internal, Direktorat Audit Kepabeanan dan Cukai, Direktorat Penindakan dan Penyidikan, Direktorat Penerimaan dan Perencanaan Strategis, Direktorat Interdiksi Narkotika, Direktorat Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa dan Kelompok Jabatan Fungsional.

Dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, DJBC berpegang pada sejumlah ketentuan hukum yakni, Undang-undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan.

Lalu apa saja tugas dan wewenang DJBC? DJBC menjadi fasilitator pada pelaksanaan perdagangan kepabeanan dan cukai, serta barang impor dan ekspor. Selain itu juga membantu masyarakat untuk mendapatkan keamanan terkait barang yang dilarang atau dibatasi, serta turut membantu pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam skala nasional.

DJBC sebagai pelaksana tugas dan fungsi dari Departemen Keuangan di bidang kepabeanan dan cukai terdiri atas pejabat bea dan cukai, serta pegawai bea dan cukai. Antara pejabat dan pegawai bea cukai saling bekerja sama dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagai satu kesatuan.

Pada Pasal 33 ayat (1) Undang-undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai disebutkan, pejabat bea cukai memiliki wewenang dalam melaksanakan tugas administrasi kepabeanan dan cukai, khususnya dalam hal mengambil tindakan atas barang kena cukai. Selanjutnya tidak melayani pemesanan pita cukai, serta mencegah barang kena cukai.

Dengan kewenangan yang dimiliki, DJBC memiliki tugas pokok sebagai penyelenggara rumusan dan pelaksanaan kebijakan dalam bidang pengawasan, sebagai penegak hukum di bidang bea cukai, memberikan pelayanan dan fasilitas bea cukai, dan melakukan optimalisasi terkait penerimaan negara pada kepabeanan dan cukai.

Sebagaimana dikutip dari katadata, pendapatan negara yang berasal dari cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun 2022 mencapai Rp218,6 triliun. Sempat terjadi penurunan pada tahun 2023 menjadi Rp213,48 triliun, dan pada Januari 2024 hanya memenuhi 7,27% target APBN 2024, yakni 17,89 triliun. Sementara itu, pada periode yang sama pada tahun lalu (Januari 2023), pendapatan negara dari CHT mencapai 18,41 triliun atau mengalami penurunan sebesar 2,82% pada periode yang sama antara Januari 2024 dan Januari 2023. DJKI merupakan institusi yang  penting dalam hal berkontribusi pada pemasukan kas negara yang digunakan untuk pembangunan fasilitas, sarana dan prasarana untuk kebutuhan masyarakat.

Baca Juga: Mengenal Jasa Perusahaan Pengurus Jasa Kepabeanan (PPJK)

Sumber:

Referensi: