Obat merupakan komponen pokok dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Hal ini dikarenakan keberadaannya tidak hanya dijadikan sebagai komoditas perdagangan, tetapi juga sebagai sarana strategis guna menjamin kesehatan masyarakat. Maka dari itu, distribusi obat harus dikelola sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) dan diawasi secara ketat untuk memastikan bahwa obat yang beredar terjamin keamanannya, berkhasiat, bermutu, terjangkau, serta teruji kehalalannya sebagaimana isi amanat dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (“UU Kesehatan”).

Berdasarkan substansi di atas, maka dapat kita ketahui bahwa distributor obat memiliki peran yang krusial karena berperan sebagai jembatan bagi pasokan obat, yakni dari produsen ke pasien selaku konsumen. Untuk menjamin hal tersebut, sejak 3 Juli 2025 pemerintah telah mengundangkan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 20 Tahun 2025 Standar Cara Distribusi Obat yang Baik (“PerBPOM 20/2025”). Diundangkannya regulasi tersebut menegaskan adanya tolak ukur kepatuhan distributor dan memperbaharui instrumen penegakan, khususnya melalui sanksi administratif yang lebih tegas dan adaptif terhadap sistem elektronik.

Kewajiban Distribusi Obat sesuai Standar

Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (“UU Kesehatan”), obat termasuk ke dalam sediaan farmasi. Pada Pasal 1 angka 15 UU Kesehatan telah menjelaskan definisi mengenai obat, yakni sebagai berikut:

“Obat adalah bahan, paduan bahan, termasuk produk biologi, yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia.” 

Obat termasuk ke dalam kategori sediaan farmasi yang mana peredarannya harus dilaksanakan secara aman, berkhasiat, bermutu, dan terjangkau serta mematuhi jaminan produk halal sebagaimana hal ini tertera dalam Pasal 138 ayat (1) UU Kesehatan. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah telah mengundangkan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 20 Tahun 2025 Standar Cara Distribusi Obat yang Baik (“PerBPOM 20/2025”) sebagai pedoman bagi seluruh pihak yang terlibat dalam rantai distribusi obat, dari mulai produsen hingga fasilitas pelayanan kesehatan.

Terkait definisi cara distribusi obat yang baik telah diatur dalam Pasal 1 angka 3 PerBPOM 20/2025 yakni:

“Cara Distribusi Obat yang Baik yang selanjutnya disingkat CDOB adalah cara distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya.”

Distribusi obat tidak boleh dilakukan secara gegabah, melainkan harus dilakukan sesuai dengan standar CDOB yang telah ditetapkan oleh BPOM sebagaimana tertera dalam Pasal 2 ayat (2) PerBPOM 20/2025 yang berbunyi sebagai berikut:

“Standar CDOB terdiri atas:

  • Manajemen mutu;
  • Organisasi dan  personalia;
  • Bangunan dan peralatan;
  • Dokumentasi;
  • Operasional;
  • Keluhan, obat dan/atau bahan obat kembalian, diduga palsu dan penarikan kembali;
  • Kegiatan alih daya (outsourced activities);
  • Inspeksi diri;
  • Transportasi;
  • Ketentuan khusus Bahan Obat;
  • Ketentuan khusus produk rantai dingin (cold chain product/CCP); dan 
  • Ketentuan khusus narkotika, psikotropika, prekursor farmasi, dan obat-obat tertentu yang sering disalahgunakan.”

Penerapan standar CDOB diberlakukan melalui perubahan yang diperlukan (mutatis mutandis) terhadap kegiatan penyaluran obat yang dilaksanakan oleh Industri Farmasi. Berkenaan dengan hal tersebut, penerapan standar CDOB dapat dilakukan melalui sistem elektronik secara mandiri atau bekerja sama dengan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) atau Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) yang mana wajib dibuktikan dengan kepemilikan Sertifikat CDOB terbitan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (Kepala BPOM).

Baca juga: Hukum Tentang Penggunaan Obat Psikotropika di Indonesia

Sanksi Administrasi atas Pelanggaran Prinsip Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) bagi Distributor Obat

Ketika distributor obat tidak menerapkan standar CDOB dan tidak memiliki sertifikat CDOB, maka akan dikenakan sanksi administratif sebagaimana telah diatur dalam Pasal 6 ayat (2) PerBPOM 20/2025. Sanksi administratif dapat diberikan dalam bentuk:

  • Peringatan tertulis

Jenis sanksi ini akan diberikan kepada fasilitas penyedia produk obat dan pelaku usaha di bidang industri farmasi jika memenuhi beberapa kriteria berikut:

    1. Adanya 6 (enam) temuan mayor (sedang)
    2. Ada temuan minor (ringan) yang sama dalam 2 (duua) kali permeriksaan berturut-turut
    3. Tidak menyampaikan laporan, menyampaikan laporan yang tidak terjamin kebenarannya, ataupun terlambat menyampaikan laporan kepada Kepala BPOM sebanyak 2 (dua) kali
    4. Melakukan kegiatan yang menghalangi pengawasan
    5. Tidak melakukan perbaikan terhadap temuan
  • Penghentian sementara kegiatan 

Penghentian sementara kegiatan memiliki makna tidak menjalankan sebagian atau seluruh kegiatan yang sedang dijalani karena melakukan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. Pada proses distribusi obat, maka Fasilitas Distribusi sebagai distributor obat diharuskan untuk menghentikan kegiatan distribusi obat sampai batas waktu yang ditentukan. Hal ini dapat terjadi apabila fasilitas distribusi memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut:

    1. Ada temuan kritis (berat)
    2. Tidak melakukan perbaikan atas temuan yang dijadikan sebagai dasar pengenaan sanksi peringatan keras pada hasil pengawasan sebelumnya.
  • Pencabutan sertifikat CDOB

Pencabutan sertifikat CDOB dapat diberlakukan kepada Fasilitas Distribusi Obat pada ruang lingkup Sertifikat CDOB apabila memenuhi beberapa kriteria berikut:

    1. Fasilitas berubah fungsi, sehingga menyebabkan hilangnya aktivitas pendistribusian obat
    2. Tidak melaksanakan kegiatan pengadaan dan distribusi komoditi selama 6 (enam) bulan berturut-turut, dikecualikan bagi fasilitas distribusi yang baru mendapatkan Sertifikat CDOB dan baru beroperasional untuk pertama kalinya
    3. Tetap menjalankan kegiatan distribusi selama menjalani sanksi penghentian sementara kegiatan
    4. Telah mendapatkan sanksi berupa penghentian sementara kegiatan, namun tetap mengulang kesalahan tersebut
    5. Terbukti melakukan tindak pidana di bidang obat 
    6. Terbukti melakukan pelanggaran atas beredarnya obat, sehingga menimbulkan akibat dalam bentuk risiko kesehatan yang membahayakan jiwa

Baca juga: Regulasi Terkait Obat Personalized Medicine

Peran BPOM dalam Mengawasi Kegiatan Distribusi Pasokan Obat

Menurut Pasal 1 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan (“Perpres 80/2017”), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merupakan lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BPOM berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden melalui Menteri Kesehatan yang kemudian dipimpin oleh Kepala BPOM.

Sebagaimana telah diketahui bahwa BPOM memiliki fungsi pengawasan terhadap produk obat dan makanan, baik sejak awal proses produksi hingga dikonsumsi oleh masyarakat. Tanpa adanya tahap distribusi, tidak mungkin obat dapat dikonsumsi oleh konsumen. Dalam hal ini, distribusi menjadi mata rantai penting yang menjembatani antara produsen dengan masyarakat selaku konsumen. Jika tahap distribusi tidak diawasi dengan baik, maka berpotensi menimbulkan risiko peredaran obat palsu, rusaknya mutu obat, serta penyaluran melalui pihak yang tidak memiliki kewenangan dapat terjadi. Maka dari itu, dalam rangka mengawasi jalannya distribusi obat, BPOM memiliki peran sebagai berikut:

  • Regulator dan Standarisasi Distribusi Obat

BPOM memiliki kewenangan dalam menetapkan regulasi dan standar terkait distribusi obat, salah satu regulator yang telah terbentuk adalah PerBPOM 20/2025. Upaya tersebut penting dilakukan guna memastikan rantai pasokan obat berjalan sesuai dengan SOP.

  • Penerbitan Izin dan Sertifikasi

BPOM memiliki otoritas dalam menerbitkan izin, termasuk sertifikat CDOB kepada distributor yang telah memenuhi persyaratan. Pemberian izin dilakukan sebagai bentuk kontrol awal agar hanya pelaku usaha yang memiliki kredibilitas yang diperbolehkan menyalurkan obat kepada masyarakat. 

  • Pengawasan, Inspeksi, dan Penindakan

Inspeksi rutin yang diadakan oleh BPOM sebagai bentuk pengawasan yang mana jika ditemukan kejanggalan, maka BPOM berwenang untuk menindak distributor tersebut melalui pemberian sanksi administratif. 

  • Sistem Pengawasan Berbasis Risiko dan Teknologi

Pengembangan sistem pengawasan berbasis elektronik dilakukan oleh BPOM untuk mengawasi dan memantau rantai pasokan obat. Penggunaan sistem berbasis elektronik bertujuan memperkuat pelacakan distribusi obat yang diharapkan mampu meminimalisir terjadinya praktik penyalahgunaan oleh pihak lain.

  • Menindak Pelanggaran Distribusi

Penindakan pelanggaran distribusi dapat dilakukan melalui sanksi administratif, seperti teguran, penghentian kegiatan, hingga pencabutan izin. 

Pada tahap distribusi obat, distributor bertanggung jawab secara penuh untuk memastikan bahwa obat-obatan yang diedarkan telah sesuai dengan SOP dan peraturan perundang-undangan. Adapun kewajiban bagi distributor obat adalah mendapat izin edar, menerapkan sistem mutu, hingga memastikan penyimpanan dan pengangkutan dengan tepat. Jika tidak melaksanakan kewajiban atau bahkan melanggar prinsip CDOB, distributor dapat dikenakan sanksi administratif dalam bentuk peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan, bahkan pencabutan sertifikat CDOB. Untuk memastikan bahwa peredaran obat telah dilakukan dengan semestinya, BPOM berkontribusi secara aktif melalui pengawasan distribusi obat. Hal ini dilakukan demi melindungi masyarakat dari obat-obatan yang tidak aman, tidak efektif, ataupun penyalahgunaan obat.***

Baca juga: Peran Obat Tradisional dalam Formularium Fitofarmaka

Daftar Hukum:

  • Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (“UU Kesehatan”)
  • Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan (“Perpres 80/2017”)
  • Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 9 Tahun 2024 tentang Pedoman Tindak Lanjut Hasil Pengawasan Obat, Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif (“PerBPOM 9/2024”)
  • Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 20 Tahun 2025 Standar Cara Distribusi Obat yang Baik (“PerBPOM 20/2025”).