Perkembangan teknologi dalam bidang kesehatan berhasil membawa perubahan yang signifikan dalam pendekatan pengobatan. Salah satu inovasi yang tengah berkembanga adalah personalized medicine atau pengobatan yang disesuaikan dengan karakteristik individu pasien. Pengobatan jenis ini bertujuan meningkatkan efektivitas pengobatan dan mengurangi efek samping sebagai risiko medis. Implementasi personalized medicine di Indonesia masih dalam tahap perkembangan, termasuk regulasi dan kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan.
Definisi Personalized Medicine
Dalam laman health.ec.europa.eu milik Direktorat Kesehatan dan Keamanan Pangan Uni Eropa (Directorate-General for Health and Food Safety) menyebutkan bahwa personalized medicine merupakan suatu konsep dalam dunia medis yang bertujuan menyediakan strategi pencegahan dan pengobatan– dibuat khusus berdasarkan karakteristik individu pasien. Strategi tersebut mencakup informasi genetik, biomarketer, serta faktor lingkungan. Menurut National Human Genome Research Institute, personalized medicine menggunakan data genetik individu pasien untuk menentukan keputusan terkait metode medis yang paling optimal, khususnya dalam langkah pencegahan, diagnosis, dan pengobatan penyakit.
Pendekatan melalui personalized medicine berbeda dengan population based medicine yang mengandalkan satu prosedur untuk seluruh pasien. Dengan memahami adanya perbedaan tiap-tiap individu pasien, personalized medicine memungkinkan pasien untuk mendapatkan pengobatan yang lebih tepat sasaran dengan tingkat keberhasilan lebih tinggi apabila dibandingkan dengan population based medicine (pengobatan konvensional).
Personalized Medicine untuk Menghindari Kegagalan Pengobatan
Untuk memperoleh personalized medicine yang tepat bagi pasien, hubungan antara tenaga medis dengan pasien saling mempengaruhi dan berkaitan– tenaga medis membutuhkan data pasien secara lengkap dan benar untuk menentukan metode medis yang tepat bagi pasien, sementara itu pasien wajib memberikan informasi yang lengkap secara jujur terkait permasalahan kesehatannya sebagaimana hal ini tertera dalam Pasal 277 huruf a Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (“UU Kesehatan”) yang berbunyi:
“Pasien mempunyai kewajiban memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya”.
Pada Pasal 4 ayat (1) huruf k UU Kesehatan menyebutkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelindungan dari risiko kesehatan. Risiko medis terkadang tetap dapat terjadi meskipun tenaga medis telah memberikan pelayanan kesehatan kesehatan sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP). Dalam hal ini, kehadiran personalized medicine dapat menjadi salah satu solusi untuk menghindari kegagalan pengobatan karena pemberian pelayanan kesehatan oleh tenaga medis melalui personalized medicine disesuaikan dengan kemampuan kondisi tubuh dan kebutuhan pasien, termasuk terapi yang harus dilakukan oleh pasien.
Tidak hanya itu, personalized medicine juga dapat digunakan sebagai tindakan pencegahan terhadap suatu penyakit tertentu. Dengan mengetahui predisposisi genetik seseorang terhadap penyakit tertentu, maka langkah-langkah pencegahan terhadap penyakit tertentu dapat dilakukan sedini mungkin, seperti pemeriksaan rutin dan perubahan gaya hidup guna mengurangi risiko perkembangan penyakit.
Baca juga: Masa Depan Terapi Gen di Indonesia, Harapan Baru untuk Penyakit Genetik
Landasan Hukum Personalized Medicine di Indonesia
- UU Kesehatan dan PP Kesehatan sebagai Regulasi Sistem Kesehatan di Indonesia
UU Kesehatan merupakan dasar hukum bagi seluruh kegiatan kesehatan di Indonesia, termasuk pelayanan kesehatan, tenaga medis, fasilitas kesehatan, serta perlindungan konsumen dalam dunia medis. Meskipun UU Kesehatan tidak membahas personalized medicine secara eksplisit, namun pembahasan mengenai personalized medicine secara tersirat tercantum dalam Pasal 338 yang membahas mengenai teknologi biomedis.
Teknologi biomedis merupakan bentuk inovasi dengan cara melakukan penerapan sains dan rekayasa sistem biologis untuk memperkuat sistem pelayanan kesehatan. Dalam Pasal 338 ayat (2) UU Kesehatan menyebutkan bahwa:
“Pemanfaatan teknologi biomedis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup teknologi genomik, transkriptomik, proteomik, dan metabolomik terkait organisme, jaringan, sel biomolekul, dan teknologi biomedis lain.”
Kemudian dalam Pasal 338 ayat (3) UU Kesehatan menjelaskan lebih lanjut terkait penggunaan teknologi biomedis, sebagaimana berbunyi:
“Pemanfaatan teknologi biomedis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan mulai dari kegiatan pengambilan, penyimpanan jangka panjang, serta pengelolaan dan pemanfaatan material dalam bentuk spesimen klinik dan materi biologi, muatan informasi, dan data terkait, yang ditujukan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan dan pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan kedokteran presisi.”
Sebagai penyempurna UU Kesehatan, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (“PP Kesehatan”) berperan penting dalam mengimplementasikan UU Kesehatan, salah satunya mengenai pemanfaatan teknologi biomedis yang diatur dalam Pasal 1021 ayat (5) PP Kesehatan berbunyi:
“Pemanfaatan teknologi biomedis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, dapat berupa penggunaan vaksin, obat, produk biologi, diagnostik, kedokteran presisi, dan terapi berdasarkan identifikasi genetik dan biomarker.”
Penerapan personalized medicine tidak hanya memanfaatkan teknologi biomedis, namun juga sangat bergantung terhadap pengumpulan dan pemrosesan data pribadi pasien. Dengan kata lain, data dan informasi pasien menjadi aspek yang tak kalah penting, serta harus dijaga kerahasiaannya guna mencegah terjadi penyalahgunaan data maupun pelanggaran privasi. Hal ini diatur dalam Pasal 351 ayat (1) UU Kesehatan yang menjelaskan bahwa seluruh data dan informasi kesehatan pasien harus dijamin perlindungannya oleh pengelola sistem informasi kesehatan. Data maupun informasi yang bersifat rahasia tersebut hanya dapat diakses oleh pihak yang berwenang sebagaimana hal ini tertera dalam Pasal 986 ayat (4) PP Kesehatan, Pemanfaatan teknologi dengan tujuan pengobatan dan perlindungan hak-hak individu menjadi dasar utama dalam pengembangan personalized medicine di Indonesia.
- Peraturan BPOM sebagai Regulasi Obat dan Makanan di Indonesia
Sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas pengawasan obat dan makanan di Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengeluarkan pengaturan terkait peredaran obat dan makanan di Indonesia sebagaimana hal ini tercantum dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan ke dalam Wilayah Indonesia (“PerBPOM 27/2022”) berbunyi:
“Obat dan Makanan yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk diedarkan wajib memiliki izin edar”
Hingga saat ini, masih belum ada Peraturan BPOM yang mengatur secara khusus mengenai obat personalized medicine. Meskipun demikian, pendekatan personalized medicine harus tetap mematuhi regulasi terkait pengembangan dan penggunaan obat, salah satunya melalui uji klinik. Dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 8 Tahun 2024 tentang Tata Laksana Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (“PerBPOM 8/2024”) menjelaskan bahwa uji klinik bertujuan untuk memenuhi standar, serta menjamin keamanan dan manfaatnya.
Regulasi lain yang mendukung penerapan personalized medicine tertera dalam Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 8 Tahun 2025 tentang Pedoman Penilaian Produk Terapi Advanced (“PerBPOM 8/2025”). Produk terapi advanced termasuk ke dalam bidang biomedis yang berpotensi tinggi sebagai terapi pada berbagai penyakit yang pengobatannya belum terpenuhi (unmet medical need). Produk terapi advanced diklasifikasikan ke dalam 3 kelompok utama, yakni sebagai produk obat terapi sel somatik, produk rekayasa jaringan, dan produk obat terapi gen yang secara keseluruhan sebagai produk biologi.
Personalized medicine menawarkan pendekatan yang lebih efektif dan efisien dalam pengobatan dengan menyesuaikan pemberian pelayanan kesehatan berdasarkan karakteristik individu pasien. Meskipun belum secara eksplisit diatur dalam regulasi yang berlaku di Indonesia, tetapi personalized medicine menunjukkan potensi yang besar untuk berkembang di Indonesia guna meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan memberikan manfaat secara signifikan bagi pasien.***
Baca juga: Mengenal Terapi RNA sebagai Inovasi Dunia Kesehatan
Daftar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (“UU Kesehatan”)
- Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 tentang Kesehatan (“PP Kesehatan”)
- Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 8 Tahun 2025 tentang Pedoman Penilaian Produk Terapi Advanced (“PerBPOM 8/2025”)
- Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 8 Tahun 2024 tentang Tata Laksana Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (“PerBPOM 8/2024”)
- Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan ke dalam Wilayah Indonesia (“PerBPOM 27/2022”)
Referensi:
- Personalised Medicine. health.ec.europa.eu. (Diakses pada 19 Mei 2025 pukul 13.21 WIB).
- Personalized Medicine. genome.gov. (Diakses pada 19 Mei 2025 pukul 13.48 WIB).
- Budiyanti, R, T., Herlambang, P, M., & Nandini N. (2019). Tantangan Etika dan Hukum Penggunaan Rekam Medis Elektronik dalam Era Personalized Medicine. Jurnal Kesehatan Vokasional, Vol. 4, No. 1, Hal. 50. (Diakses pada 19 Mei 2025 pukul 14.00 WIB).
- Telehealth vs Telemedicine: Key Differences and Applications. linkedin.com. (Diakses pada 19 Mei 2025 pukul 14.27 WIB).