Perwalian anak dalam sistem hukum di Indonesia memiliki beberapa syarat yang diimplementasikan dalam hak dan kewajiban. Perwalian ini bukan sekadar seseorang yang mewakili secara fisik, namun juga terkait dengan tanggung jawab secara hukum. Secara umum wali merupakan orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas anak dikarenakan orang tua maupun keluarga anak tidak mampu melaksanakan kewajibannya. 

Ketika orang atau badan hukum telah memutuskan untuk menjadi wali, maka ia memiliki kekuasaan secara penuh terhadap anak tersebut. Berdasarkan Pasal 3 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2019 tentang Syarat dan Tata Cara Penunjukan Wali (PP Wali Anak), pihak-pihak yang dapat menjadi wali adalah orang yang berasal dari keluarga anak, saudara, orang lain, atau badan hukum yang memenuhi persyaratan sebagaimana ketetapan Pengadilan. Maka dari itu, dapat diketahui bahwa pengadilan tetap mengutamakan pihak keluarga anak untuk menjadi wali. 

Lalu apa saja syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi wali? Pada Pasal 4 Ayat (1) PP Wali Anak disebutkan bahwa seseorang harus memenuhi seluruh persyaratan untuk menjadi wali yang baik bagi keluarga anak, saudara, ataupun orang lain. Salah satunya adalah agama yang dianut wali tersebut sama dengan anak dalam perwalian. Poin dalam pasal ini mengedepankan aspek persamaan keyakinan sebagai bagian dari proses pengasuhan ketika anak berada dalam pengawasan dan tanggungjawab dalam walinya.

Syarat-syarat lainnya untuk mengajukan permohonan wali adalah, Warga Negara Indonesia dan berdomisili di Indonesia, minimal berusia 30 tahun bagi keluarga anak dan orang lain, serta minimal berusia 21 tahun bagi saudara, sehat secara fisik dan mental, Berkelakuan baik, dan memiliki kemampuan ekonomi.

Syarat lainnya adalah, jika sudah menikah, maka ia harus mendapat persetujuan secara tertulis dari suami/istri, bersedia menjadi wali yang dinyatakan dalam surat pernyataan, membuat pernyataan tidak akan melakukan pelanggaran hukum terhadap anak dan tidak menerapkan hukuman fisik kepada anak, mendahulukan keluarga anak derajat terdekat dan mendapat persetujuan dari orang tua jika masih ada, diketahui keberadaannya, dan cakap hukum.

Proses perwalian juga bisa dilakukan oleh badan hukum. Sama halnya dengan wali perseorangan, sebagaimana tertera pada Pasal 7 PP Wali Anak, badan hukum yang ditunjuk sebagai wali anak saat menjalankan berbagai kegiatannya sesuai dengan ajaran agama yang dianut oleh anak yang akan diwakilkan tanggung jawabnya secara hukum. 

Sementara itu, syarat lain yang ditetapkan terdiri atas unit pelaksana teknis kementerian/lembaga, unit pelaksana teknis perangkat daerah, dan lembaga kesejahteraan sosial anak yang terbentuk atas peraturan perundang-undangan, serta melaksanakan tugas dan fungsi pengasuhan anak, berbadan hukum dalam bentuk yayasan dan memiliki akreditasi dan bersedia menjadi wali yang dinyatakan dalam surat pernyataan dari pengurus yang ditunjuk atas nama lembaga kesejahteraan sosial anak.

Selain itu badan hukum tersebut harus mendapat rekomendasi dari dinas sosial, membuat pernyataan tertulis tidak pernah dan tidak akan melakukan diskriminasi, mendapat persetujuan tertulis dari orang tua jika masih ada, diketahui keberadaannya, dan cakap hukum, tidak membedakan suku, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya, bahasa, urutan kelahiran, kondisi fisik, dan/atau mental anak.

Selain menetapkan syarat perwalian, hukum yang berlaku juga menetapkan hak dan kewajiban bagi wali sebagai berikut:

HakKewajiban
Berhak untuk mengasuh anakMengelola harta kekayaan milik anak untuk keperluan anak 

((Pasal 33 angka (4) UU No 35/2014))

Berhak untuk diurus oleh anak saat tuaMelakukan kuasa asuh orang tua
(Pasal 14 PP 29/2019)
Melaksanakan kewajiban dan bertanggung jawab secara penuh atas tumbuh kembang anak

(Pasal 14 PP 29/2019)

Memberikan pendidikan terbaik bagi anak

(Pasal 14 PP 29/2019)

Membimbing anak dalam mengamalkan ilmu agama

(Pasal 14 PP 29/2019)

Mewakili anak pada setiap perbuatan hukum, baik di dalam maupun di luar Pengadilan

(Pasal 14 PP 29/2019)

Mendaftarkan pencatatan penunjukan wali kepada disdukcapil

((Pasal 14 ayat (2) PP 29/2019))

Baca Juga: Memahami Kekuatan Hukum Surat Wasiat

Perwalian tersebut bisa saja berakhir karena berbagai alasan dan kondisi yang mengharuskan untuk itu. Putusnya perwalian jika anak telah berusia 18 tahun, anak meninggal dunia, wali meninggal dunia; atau wali yang badan hukum bubar atau pailit sebagaimana ketentuan dalam pasal 16 PP Nomor 29 Tahun 2019 tentang Syarat dan Tata Cara Penunjukan Wali. Hak perwalian bisa berakhir karena dicabut berdasarkan penetapan/putusan pengadilan karena melalaikan kewajiban, tidak cakap melakukan perbuatan hukum; menyalahgunakan kewenangan, melakukan tindak kekerasan terhadap anak yang ada dalam pengasuhannya; dan/atau  orang tua tidak mampu melaksanakan kewajibannya.

Pemerintah mengatur perwalian tersebut yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah agar semua anak mendapatkan perlindungan hukum dan pengasuhan sebagaimana yang seharusnya. Aturan hukum perwalian tersebut hendaknya menjadi payung pelindung bagi anak yang kehilangan kesempatan mendapat pengasuhan dari orangtua karena berbagai sebab. 

Baca Juga: Ketentuan Hukum Hak Waris Anak Berstatus WNA

Sumber:

Artikel