Istilah waris menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang yang berhak menerima harta pusaka dari orang yang telah meninggal. Waris dibagi menjadi tiga yakni asli waris yang sesungguhnya, misalnya hak waris anak dan istri, karib waris yang dekat hubungan kekerabatannya dan waris sah atau penerima warisan yang sah berdasarkan hukum baik agama dan adat.

Terkait warisan dan hak waris ketentuannya diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP). Terdapat karakteristik masing-masing ketentuan waris pada kedua perundang-undangan tersebut. KHI mengatur ketentuan mengenai pewaris, ahli waris serta perhitungan pembagian harta waris.

Seperti ditulis oleh Kumparan.com, mengutip buku Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, Titik Triwulan Tutik (2015: 247), dalam KUHPer dikenal pula dengan istilah erfrecht yang diatur dalam Buku II KUHPerdata dari pasal 830 sampai 1130 yang kaitannya tentang hukum kebendaan.

Selain bersumber dari KUHPer, dasar hukum waris juga diatur berdasarkan Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam untuk menyelesaikan perkara waris bagi warga muslim di Indonesia.

Dalam pasal 830 KUHPerdata, harta waris baru terbuka (dapat diwariskan kepada pihak lain) apabila terjadinya suatu kematian. Sementara itu, menurut ketentuan pasal 832 KUHPerdata syarat hak waris adalah adanya hubungan darah di antara pewaris dan ahli waris. Untuk suami dan istri, yang memiliki ikatan pernikahan atau belum bercerai.

Untuk itu, ada 4 golongan yang menjadi ahli waris sebagaimana dikutip dari tempo.co, yakni :

Pertama, suami/istri yang hidup terlama dan anak/keturunannya. Dalam pasal 852 KUHPerdata dijelaskan, “Anak-anak atau keturunan-keturunan, sekalipun dilahirkan dan berbagai perkawinan, mewarisi harta peninggalan para orangtua mereka, kakek dan nenek mereka, atau keluarga-keluarga sedarah mereka selanjutnya dalam garis lurus ke atas, tanpa membedakan jenis kelamin atau kelahiran yang lebih dulu”.

Selanjutnya dijelaskan, “Mereka mewarisi bagian-bagian yang sama besarnya kepala demi kepala, bila dengan yang meninggal mereka semua bertalian keluarga dalam derajat pertama dan masing-masing berhak karena dirinya sendiri; mereka mewarisi pancang demi pancang, bila mereka semua atas sebagian mewarisi sebagai pengganti”.

Kedua, orang tua dan saudara kandung pewaris

Ketiga, Keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu pewaris

Keempat, Paman dan bibi pewaris baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu, keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung dari pewaris, saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai derajat keenam dihitung dari pewaris.

Lalu bagaimana jika ahli warisnya adalah warga negara asing (WNA) ?

Sebagaimana ketentuan Pasal 21 UU No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria, ayat (1) menyebutkan, Hanya warga-negara Indonesia dapat mempunyai hak milik. Kemudian ayat (2) menerangkan, oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya.

Dalam ayat (3) diterangkan, orang asing yang sesudah berlakunya Undang-undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warga-negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya Undang-undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu di dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.

Sementara itu ayat (4) menjelaskan, selama seseorang di samping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing maka ia tidak dapat mempunyai tanah dengan hak milik dan baginya berlaku ketentuan dalam ayat (3) pasal ini.

Sebagaimana ketentuan Pasal 21 UU No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria yang melarang WNA memiliki tanah di Indonesia, namun hal ini tidak menghilangkan hak waris anak yang memiliki kewarganegaraan asing. Dikutip dari hukumonline.com, larangan warga negara asing memiliki tanah bukan menyebabkan hak waris dari si WNA tersebut gugur. Namun harta waris berupa tanah harus dialihkan kepada orang lain dalam kurun waktu satu tahun agar tidak menjadi milik negara. Biasanya solusinya adalah ahli waris WNA mendapatkan warisan dalam bentuk uang tunai  sebagai hasil penjualan atas tanah dan bangunan.

Baca Juga: Jenis KDRT dan Ancaman Hukumannya