Mahkamah Konstitusi (MK) belakangan menjadi sorotan terkait keputusan menolak syarat usia maksimal 70 tahun untuk capres dan cawapres di Pilpres 2024. Buntut dari keputusan ini, MK membentuk majelis kehormatan sebagaimana diatur dalam Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Tujuannya mengusut dugaan pelanggaran etik oleh hakim konstitusi dalam putusannya.
MK adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945 yang terikat pada prinsip umum penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lembaga lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 24C ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945. Tugas MK adalah, menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan hasil pemilihan umum dan memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil.
MK mempunyai empat kewenangan yakni, mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Sementara kewajiban MK adalah, memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.
Pelanggaran yang dimaksud sebagaimana disebutkan dan diatur dalam ketentuan Pasal 7A UUD 1945 yaitu melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Alasan dan Wewenang MKMK
Mahkamah Konstitusi (MK) membentuk MKMK untuk menindaklanjuti banyaknya laporan terkait dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi. Wewenang MKMK sebagaimana diatur dalam pasal 3 Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 yakni:
Pertama, Majelis Kehormatan berwenang menjaga keluhuran martabat dan kehormatan Mahkamah.
Kedua, Majelis Kehormatan berwenang memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.
Ketiga, Dugaan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi dapat diperiksa dan diputus paling lama 30 hari kerja sejak laporan dicatat dalam e-BRLTP.
Keempat, Dalam hal jangka waktu 30 hari belum selesai pemeriksaannya, dapat diperpanjang paling lama 15 hari kerja berikutnya.
Keanggotaan MKMK
Sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 dijelaskan, keanggotaan MKMK terdiri dari tiga orang yang terdiri dari satu Hakim Konstitusi, satu tokoh masyarakat, dan satu akademisi yang berlatar belakang di bidang hukum.
Keanggotaan Majelis Kehormatan bersifat tetap untuk masa jabatan 3 tahun atau bersifat ad hoc yang ditentukan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH), rapat yang dilaksanakan untuk menentukan Hakim Konstitusi sebagai Anggota Majelis Kehormatan dan hal-hal lainnya.
Kriteria anggota dari tokoh masyarakat diatur dalam dalam Pasal 5 ayat (1), bahwa calon anggota harus memenuhi syarat integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, tidak memihak, dan non-partisan, berusia paling rendah enam puluh tahun, berwawasan luas dalam bidang etika, moral, dan profesi hakim serta memahami konstitusi dan putusan mahkamah konstitusi. Syarat yang hamper sama juga untuk kriteria calon anggota akademisi.
Hal Penting Terkait MKMK
Pertama, dalam Pasal 11 Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 dijelaskan, obyek pemeriksaan MKMK adalah dugaan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 yang dapat berupa laporan atau temuan.
Kedua, Pasal 29 Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 menyebutkan, pembuktian, pelaporan, hakim terlapor dan atau hakim terduga dapat mengajukan alat bukti
Ketiga, Pasal 30 Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 menyatakan bahwa alat bukti yang digunakan dalam sidang pemeriksaan lanjutan meliputi keterangan saksi, keterangan ahli, surat atau tulisan, alat bukti lain berupa data dan/atau informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan petunjuk.
Keempat, Pasal 37 Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 menyatakan, Rapat MKMK dilakukan secara tertutup. Rapat mengambil keputusan antara lain: pembahasan hasil pemeriksaan pendahuluan, pembahasan hasil pemeriksaan lanjutan dan pembahasan dan penyusunan Putusan Majelis Kehormatan.
Kelima, Pasal 38 Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 menjelaskan, rapat MKMK dihadiri seluruh anggota dan dipimpin oleh Ketua Majelis Kehormatan. Pengambilan putusan dilakukan secara mufakat dan jika tidak tercapai, putusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
Keenam, Pasal 40 Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 terkait saksi dijelaskan, dalam hal menjatuhkan sanksi, MKMK mengedepankan prinsip menjaga keluhuran martabat dan perilaku hakim konstitusi.
Ketujuh, Pasal 41 Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 menyebutkan, sanksi pelanggaran dapat berupa teguran lisan, teguran tertulis atau pemberhentian tidak dengan hormat.
Sebelumnya, MKMK telah memutuskan kasus Hakim GH yang dinyatakan melanggar kode etik mengusulkan perubahan substansi dalam putusan uji materi perkara Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK dan dikenai teguran tertulis.
Baca Juga: Mengenal Syarat Bakal Caleg Untuk Pemilihan Umum 2024