Proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) merupakan mekanisme hukum yang dirancang untuk memberikan waktu dan ruang bagi debitur serta kreditur untuk mencapai kesepakatan dalam mengatasi permasalahan utang-piutang. PKPU memberikan perlindungan sementara kepada debitur dari tindakan hukum oleh kreditur sehingga debitur memiliki kesempatan untuk merumuskan rencana perdamaian yang dapat disetujui oleh kreditur.
Diatur dalam Pasal 222 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UUK-PKPU”) dijelaskan bahwa Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang diajukan oleh debitor yang mempunyai lebih dari 1 (satu) kreditor atau oleh kreditor. Lebih lanjut dalam Pasal 222 ayat (2) dan (3) UUK-PKPU disebutkan:
“Debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada Kreditor.”
“Kreditor yang memperkirakan bahwa Debitor tidak dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon agar kepada Debitor diberi penundaan kewajiban pembayaran utang, untuk memungkinkan Debitor mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada Kreditornya.”
Proses voting PKPU memberikan kesempatan bagi debitur yang mengalami kesulitan keuangan untuk mengajukan rencana perdamaian kepada kreditur-krediturnya. Hal ini bertujuan untuk menghindari kepailitan dan mencapai kesepakatan mengenai restrukturisasi utang, sehingga debitur dapat melanjutkan kegiatan usahanya. Dalam hal ini, PKPU berfungsi sebagai upaya preventif yang diharapkan mampu memberikan jalan tengah bagi kedua belah pihak, di mana debitur memiliki kesempatan untuk memperbaiki kondisi keuangannya, sementara kreditur mendapatkan jaminan pelunasan utang dalam jangka waktu yang disepakati.
Syarat utama yang harus dipenuhi untuk mengajukan permohonan PKPU adalah debitur harus menunjukkan itikad baik dalam upaya penyelesaian utangnya. Hal ini mencakup kesediaan debitur untuk bernegosiasi dengan kreditur dan mengajukan rencana perdamaian yang realistis dan dapat dilaksanakan. Kedua, debitur harus mampu meyakinkan pengadilan bahwa ia memiliki prospek usaha yang baik dan terdapat kemungkinan besar bahwa rencana perdamaian yang diajukan akan diterima oleh kreditur. Dengan kata lain, debitur harus dapat menunjukkan bahwa perusahaannya masih memiliki potensi untuk bangkit dan kembali beroperasi secara normal jika diberi kesempatan.
Baca juga: PKPU, Solusi Restrukturisasi Utang bagi Perusahaan Terancam Pailit
Berdasarkan Pasal 224 ayat (1) hingga (6) UUK-PKPU dijelaskan bahwa permohonan PKPU harus diajukan pada pengadilan dengan ditandatangani oleh pemohon PKPU. Permohonan yang diajukan harus memuat sifat, jumlah piutang, dan utang debitur beserta surat bukti yang sesuai. Kemudian permohonan PKPU akan diajukan ke Ketua Pengadilan Niaga. Pengadilan pun akan memeriksa kelengkapan dokumen dan memutuskan apakah permohonan dapat diterima atau ditolak. Jika permohonan diterima, pengadilan akan menetapkan PKPU sementara yang akan berlangsung selama maksimal 45 hari. Dalam periode ini, debitur dilindungi dari tindakan hukum oleh kreditur dan pengadilan akan menunjuk pengurus untuk mengawasi dan mengelola proses PKPU.
Selanjutnya setelah permohonan PKPU masuk ke Pengadilan Niaga, persidangan permohonan PKPU akan memuat jawaban termohon PKPU, pemeriksaan pembuktian dari termohon PKPU, dan kreditur pemohon serta kreditur lain (jika ada) yang dilanjutkan dengan kesimpulan dari masing-masing pihak yang akan diatur dengan dikeluarkannya suatu putusan PKPU. Dalam sidang ini, pengadilan akan mengevaluasi rencana perdamaian yang diajukan oleh debitur dan menentukan apakah ada prospek untuk mencapai kesepakatan. Jika rencana perdamaian telah disiapkan debitur, maka pemungutan suara dapat dilakukan. Debitur memiliki kewajiban untuk mengajukan rencana perdamaian yang memuat rencana pembayaran utang kepada kreditur. Namun, apabila debitur belum siap dengan rencana perdamaiannya, maka debitur dapat mengajukan permohonan perpanjangan waktu melalui mekanisme PKPU Tetap.
PKPU Tetap adalah perpanjangan dari PKPU Sementara. Beberapa kondisi yang menyebabkan terjadinya PKPU Tetap antara lain, debitur belum siap dengan rencana perdamaian atau kreditur belum dapat memberikan keputusan mengenai rencana perdamaian yang diajukan. Keputusan apakah debitur mendapatkan PKPU Tetap atau tidak, harus melalui mekanisme voting yang dilakukan oleh semua kreditur dengan perhitungan kuorum yakni mengacu pada Pasal 229 ayat (1) UUK-PKPU, bahwa pemberian Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang tetap berikut perpanjangannya ditetapkan oleh Pengadilan berdasarkan:
- Persetujuan lebih dari ½ (satu per dua) jumlah kreditor konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui yang hadir dan mewakili paling ⅔ (dua per tiga) bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau yang sementara diakui dari kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut; dan
- Persetujuan lebih dari ½ (satu per dua) jumlah kreditor yang piutangnya dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik, atau hak agunan atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit ⅔ (dua per tiga) bagian dari seluruh tagihan kreditor atas kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut.
Terkait dengan voting untuk mendapatkan PKPU Tetap, baik kreditur konkuren maupun kreditur separatis berhak menentukan kelanjutan proses PKPU. Apabila hasil voting memenuhi kuorum untuk pemberian PKPU Tetap, maka proses dilanjutkan dengan PKPU tetap yang memiliki jangka waktu maksimal 270 hari sejak putusan PKPU Sementara diucapkan. Jangka waktu 270 tersebut merupakan masa bagi debitur dan kreditur untuk berunding dan membahas rencana perdamaian yang akan ditetapkan, bukan batas waktu debitur melunasi utang-utangnya. Namun, bila setelah jangka waktu PKPU Tetap berakhir dan belum tercapai kesepakatan atas rencana perdamaian yang disampaikan, maka debitur akan dinyatakan pailit oleh pengadilan.
Baca juga: Konsekuensi Hukum Terhadap Kepailitan Perorangan
Daftar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU K-PKPU”).
Referensi:
- Proses PKPU Sementara dan PKPU Tetap. Hukumonline. (Diakses pada 15 Januari 2025 pukul 14.33 WIB).
- 2 Tahapan dalam Proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Bplawyers. (Diakses pada 15 Januari 2025 pukul 15.20 WIB).