Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) merupakan salah satu metode yang kerap digunakan dalam melakukan upaya restrukturisasi utang milik debitur. PKPU hadir untuk memberikan kesempatan pada debitur yang memiliki utang jatuh tempo dan dapat ditagih sebelum dinyatakan bangkrut atau pailit. Kehadiran PKPU seolah menjadi kesempatan bagi perusahaan untuk memenuhi kewajibannya. 

Hukum Indonesia mengatur PKPU dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU (“UUK PKPU“). Di mana pengajuan permohonan PKPU dapat dilakukan ke Pengadilan Niaga. Pada prakteknya, PKPU memberikan kesempatan kepada debitur dan kreditur untuk melakukan perdamaian dalam menyelesaikan kewajibannya baik sebagian maupun seluruhnya. 

Syarat Permohonan PKPU

PKPU dan pailit merupakan solusi bagi pelaku bisnis yang mengalami kesulitan keuangan atau terkait utang piutang. Dibandingkan pengajuan permohonan pailit, PKPU memiliki kelebihan yakni dapat diajukan oleh para pihak baik kreditur maupun debitur. 

Pada dasarnya syarat pengajuan pailit dan PKPU adalah sama, yakni ada dua kreditur atau lebih, terdapat utang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dan dapat dibuktikan secara sederhana. Hal ini sebagaimana diatur oleh Pasal 222 ayat (1) dan ayat (2) jo. Pasal 8 ayat (4) UUK PKPU. Bagi debitur yang tidak bisa melanjutkan pembayaran utang-utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dapat mengajukan permohonan PKPU, dengan maksud untuk menawarkan perdamaian. 

Pada prosesnya, PKPU terbagi menjadi dua tahapan, yakni PKPU sementara yang membutuhkan waktu maksimal 45 hari penundaan dan PKPU tetap yang memiliki periode waktu maksimal selama 270 hari sejak putusan PKPU sementara diucapkan oleh majelis hakim. Hal ini seperti tertuang dalam Pasal 225 ayat 4 dan Pasal 228 UUK PKPU. 

Pasal 225 ayat (4) UUK PKPU menyatakan bahwa setelah putusan PKPU sementara diucapkan, pengadilan dapat memanggil debitur dan kreditur, untuk menghadap dalam sidang yang diselenggarakan paling lama pada hari ke 45 hari terhitung sejak putusan PKPU sementara diucapkan. 

Sedangkan pada Pasal 228 ayat 6 menyatakan bahwa, apabila PKPU tetap disetujui, penundaan tersebut berikut perpanjangannya tidak boleh melebihi 270 hari setelah putusan PKPU sementara diucapkan. 

Baca juga: Dampak Kepailitan dan PKPU Terhadap Perusahaan

Restrukturisasi Utang Dalam PKPU 

Permohonan pailit dan PKPU memiliki keuntungan karena prosesnya lebih cepat dan jelas dalam melakukan restrukturisasi utang. Proses PKPU maupun pailit hanya memerlukan waktu tidak lebih dari 270 hari setelah dikabulkannya PKPU. Proses ini tentunya lebih cepat dibandingkan gugatan perdata yang diproses melalui Pengadilan Negeri. Pengajuan gugatan perdata hanya akan menghabiskan waktu lebih lama bagi kreditur untuk dapat segera memperoleh haknya.

Permohonan gugatan perdata tentunya berbeda dibandingkan dengan PKPU. Di mana proses restrukturisasi utang melalui PKPU akan dibantu oleh Pengurus dan apabila rencana perdamaian antara debitur dan kreditur (Homologasi)  tidak tercapai, maka Kurator dapat mengambil alih sepenuhnya dan mengawal proses kepailitan. JIka tidak ada pengajuan proposal perdamaian, dan debitur masih tidak bisa melunasi utangnya, maka debitur bisa dinyatakan pailit.

Baca juga: Perlindungan Hukum Kreditor Berdasarkan UU Kepailitan

Kesimpulan

PKPU memberikan kesempatan bagi debitur yang menghadapi kesulitan keuangan agar dapat menunda kewajiban pembayaran utangnya dan mengupayakan perdamaian dengan kreditur. Adanya PKPU sementara dan tetap, debitur dan kreditur dapat bekerja sama untuk mencapai kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak. Jika rencana perdamaian tidak tercapai, maka debitur dapat dinyatakan pailit. Selain itu, proses PKPU yang lebih cepat dibandingkan gugatan perdata membuatnya menjadi solusi dalam upaya restrukturisasi utang dan menyelamatkan perusahaan dari kebangkrutan. 

Baca juga: Undang-undang Kepailitan Dalam Mendukung Perkembangan Ekonomi Indonesia

Sumber Hukum: 

Referensi: