Dalam praktik hukum perdata, wanprestasi merupakan salah satu bentuk pelanggaran kontrak yang paling sering terjadi dan menjadi sumber sengketa antara para pihak. Wanprestasi atau ingkar janji terjadi ketika salah satu pihak dalam perjanjian tidak memenuhi kewajiban sebagaimana telah disepakati. Ketika hal ini terjadi, pihak yang dirugikan memiliki hak untuk mengajukan gugatan ke pengadilan guna memperoleh pemulihan hak, baik berupa pemenuhan prestasi, ganti rugi, maupun pembatalan perjanjian.
Dalam hukum perdata Indonesia, gugatan wanprestasi menjadi mekanisme penting untuk menuntut hak yang dilanggar akibat tidak dipenuhinya suatu perikatan. Namun, proses pengajuan gugatan ini memerlukan pemahaman mendalam tentang unsur-unsur wanprestasi, bentuknya, dan prosedur hukum yang berlaku. SIP Law Firm akan menguraikan lebih lanjut terkait dengan tata cara pengajuan wanprestasi melalui artikel berikut!
Definisi dan Dasar Hukum Wanprestasi
Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda wanprestasi yang dalam bahasa hukum Indonesia diartikan sebagai cedera janji. Wanprestasi terjadi ketika salah satu pihak dalam perjanjian tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana yang telah disepakati. Hal ini diatur dalam beberapa Pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) antara lain:
Pasal 1238 KUH Perdata
Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.
Definisi ini memperjelas bahwa wanprestasi tidak hanya terjadi ketika kewajiban tidak dipenuhi sama sekali, tetapi juga termasuk ketika kewajiban dipenuhi secara tidak tepat waktu atau tidak sesuai dengan isi perjanjian.
Pasal 1243 KUH Perdata
Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.
Pasal 1243 KUHPerdata merupakan dasar hukum yang mengatur mengenai hak kreditur untuk menuntut ganti rugi akibat tidak dipenuhinya suatu perikatan oleh debitur. Inti dari pasal ini adalah bahwa penggantian biaya, kerugian, dan bunga hanya dapat dimintakan apabila debitur tetap tidak melaksanakan kewajibannya meskipun telah dinyatakan lalai. Pernyataan lalai ini tidak terjadi secara otomatis, melainkan harus didahului oleh suatu tindakan formal seperti somasi atau peringatan tertulis dari kreditur.
Pasal 1267 KUH Perdata
Pihak yang terhadapnya perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih; memaksa pihak yang lain untuk memenuhi persetujuan, jika hal itu masih dapat dilakukan; atau menuntut pembatalan persetujuan, dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga.
Pasal 1267 KUH Perdata memberikan pilihan bagi pihak yang dirugikan akibat wanprestasi untuk memaksa pihak yang lalai melaksanakan perjanjian jika masih mungkin dilakukan atau menuntut pembatalan perjanjian disertai ganti rugi. Ketentuan ini menegaskan perlindungan hukum bagi kreditur dengan fleksibilitas dalam menuntut haknya.
Bentuk-bentuk Wanprestasi dan Akibat Hukumnya
Subekti dalam Hukum Perjanjian, sebagaimana dilansir dari laman HukumOnline menyebutkan bahwa terdapat 4 (empat) unsur dalam wanprestasi, di antaranya sebagai berikut:
- Tidak melaksanakan prestasi sama sekali
Bentuk ini terjadi ketika salah satu pihak sama sekali tidak memenuhi kewajibannya. Contohnya ketika penjual tidak mengirimkan barang sesuai dengan yang diperjanjikan.
- Melaksanakan prestasi, tapi tidak sesuai isi perjanjian
Dalam hal ini, kewajiban dilakukan tetapi berbeda dari yang dijanjikan. Contohnya ketika pengiriman barang tidak sesuai dengan spesifikasi yang disepakati.
- Melaksanakan prestasi, tapi tidak tepat waktu
Ini terjadi ketika kewajiban dipenuhi, namun melewati tenggat waktu yang telah ditentukan, misalnya pembayaran yang dilakukan setelah jatuh tempo.
- Melakukan hal yang dilarang dalam perjanjian
Ketika salah satu pihak melakukan sesuatu yang seharusnya tidak boleh dilakukan menurut isi perjanjian, misalnya menyewakan barang yang masih dalam masa kontrak eksklusif dengan pihak lain.
Masing-masing bentuk wanprestasi memiliki akibat hukum yang berbeda. Menurut Pasal 1244 dan 1245 KUH Perdata, pihak yang dirugikan dapat menuntut beberapa hal, seperti:
- Pemenuhan perikatan secara paksa;
- Pemenuhan perikatan disertai dengan ganti rugi;
- Ganti rugi saja; atau
- Pembatalan perjanjian.
Namun, terdapat pengecualian sebagaimana diatur dalam Pasal 1245 KUHPerdata, di mana debitur tidak diwajibkan membayar ganti rugi jika wanprestasi terjadi karena keadaan memaksa (force majeure):
“Tidak ada penggantian biaya, kerugian, dan bunga. Bila karena keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau melakukan suatu perbuatan yang terlarang baginya.”
Baca juga: Inilah Tips Untuk Terhindar Dari Wanprestasi
Tata Cara Pengajuan Gugatan Wanprestasi
Pengajuan gugatan wanprestasi diatur dalam ketentuan hukum acara perdata. Berikut adalah tahapan umum yang perlu dilakukan oleh pihak yang dirugikan:
- Somasi atau Peringatan Tertulis
Somasi adalah teguran resmi dari kreditur kepada debitur agar memenuhi kewajibannya sesuai perjanjian. Ini merupakan langkah awal sebelum mengajukan gugatan, kecuali jika perjanjian sudah menentukan waktu wanprestasi secara tegas. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1238 KUH Perdata yang berkaitan dengan pihak yang lalai dengan surat perintah.
- Pendaftaran Gugatan di Pengadilan Negeri
Gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri di wilayah hukum tempat tinggal tergugat, sesuai dengan Pasal 118 ayat (1) Herzien Inlandsch Reglement (“HIR”). Penggugat harus membayar biaya panjar perkara yang meliputi biaya administrasi, pemanggilan, dan lain-lain.
- Pemeriksaan Pendahuluan dan Mediasi
Setelah gugatan terdaftar, Ketua Pengadilan akan menunjuk Majelis Hakim untuk memeriksa perkara. Sebelum pemeriksaan pokok perkara dimulai, pengadilan mewajibkan mediasi terlebih dahulu sebagaimana diatur dalam Perma Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan (“Perma 1/2016”). Jika mediasi gagal, perkara dilanjutkan ke sidang pembuktian.
- Pemeriksaan Persidangan
Persidangan dimulai dengan pembacaan gugatan, jawaban tergugat, replik, duplik, dan pembuktian. Bukti dapat berupa dokumen, saksi, pengakuan, dan keterangan ahli. Tahapan ini menentukan apakah wanprestasi terbukti secara hukum.
- Putusan Pengadilan
Setelah semua tahapan selesai, hakim akan menjatuhkan putusan. Jika wanprestasi terbukti, tergugat dapat dihukum untuk:
- Memenuhi prestasi
- Membayar ganti rugi (biaya, kerugian, dan bunga)
Dalam menghadapi sengketa wanprestasi, memahami alur hukum dan dasar-dasar peraturan perdata memang sangat penting. Namun, proses hukum sering kali melibatkan analisis detail, strategi penyusunan gugatan, serta kemampuan dalam membaca situasi persidangan dengan tepat. Oleh karena itu, pendampingan dari ahli hukum atau praktisi perdata menjadi krusial guna memastikan hak-hak hukum pihak yang dirugikan dapat ditegakkan secara efektif. Dengan bimbingan profesional, setiap tahapan mulai dari somasi hingga eksekusi putusan dapat ditempuh secara terarah dan sesuai kaidah hukum, sehingga meminimalkan risiko kekeliruan prosedural dan mengoptimalkan hasil yang berkeadilan.***
Baca juga: Apa Saja Perbedaan antara Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum?
Daftar Hukum:
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”).
- Herzien Inlandsch Reglement (“HIR”).
- Perma Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan (“Perma 1/2016”).
Referensi:
- Unsur dan Cara Menyelesaikan Wanprestasi. HukumOnline. (Diakses pada 8 Juli 2025 pukul 12.00 WIB).