Restorative Justice adalah suatu pendekatan pada sistem peradilan pidana yang menekankan pada pemulihan, rekonsiliasi, dan perbaikan hubungan yang terganggu akibat tindakan kriminal. Pendekatan ini berfokus pada penyelesaian akar masalah serta dampak psikologis, sosial, & emosional yang disebabkan oleh kejahatan, baik bagi korban, pelaku, maupun masyarakat secara keseluruhan.

Inti dari Restorative Justice merupakan pergeseran perhatian dari hukuman dan balas dendam menuju penyelesaian kasus dan pemulihan. Dalam sistem peradilan konvensional, pelaku seringkali hanya mendapat sanksi penjara atau denda, sementara korban merasa tidak puas. 

Melalui Restorative Justice, diadakan dialog antara korban, pelaku, dan komunitas untuk membahas konsekuensi dari tindakan kriminal dan mencari solusi yang bermanfaat bagi seluruh pihak. Upaya ini bisa meliputi permintaan maaf, restitusi, atau upaya lainnya yang membantu memperbaiki dampak dari tindakan tersebut. Pendekatan ini bertujuan untuk mendorong rasa tanggung jawab dan pembelajaran menurut kesalahan, sehingga diharapkan dapat menurunkan angka kejahatan. 

Seperti diatur dalam Pasal 364, 373, 379, 384, 407, dan 482 KUHP, penerapan konsep Restorative Justice sangat relevan dalam perkara tindak pidana ringan yang ancaman pidananya paling lama tiga bulan dan denda sebesar Rp 2,5 juta.

Selain itu, Restorative Justice juga dapat diterapkan terhadap anak atau perempuan yang terlibat masalah hukum, anak yang menjadi korban atau saksi tindak pidana, dan individu yang mengalami kecanduan atau penyalahgunaan zat terlarang seperti obat-obatan dan narkotika.

Tujuan Restorative Justice

Restorative Justice diterapkan untuk mencapai keadilan antara kedua belah pihak yang tengah terlibat permasalahan hukum. Cara ini diterapkan karena bersifat adil, tidak memihak, dan tidak sewenang-wenang serta berfokus pada pencarian kebenaran sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pada praktiknya Keadilan restoratif memperhatikan kesetaraan hak kompensasi dan keseimbangan dalam setiap aspek kehidupan.

Sesuai dengan Peraturan Jaksa Agung No. 15 Tahun 2020, terdapat beberapa syarat untuk menerapkan Restorative Justice, yaitu:

  1. Tindak pidana yang dilakukan tersangka baru pertama kali;
  2. Tindak pidana yang dihadapi hanya dikenakan sanksi denda atau ancaman penjara tidak lebih dari 5 tahun;
  3. Kerugian yang ditimbulkan tidak melebihi Rp 2,5 juta;
  4. Terdapat pemulihan kembali pada keadaan semula oleh tersangka;
  5. Adanya kesepakatan perdamaian; dan
  6. Masyarakat merespon positif.

Keadilan restoratif (restorative justice) dalam sistem peradilan Indonesia merupakan pendekatan yang menekankan pada penyelesaian perkara dengan cara mempertemukan korban dan pelaku untuk mencapai kesepakatan damai. Namun, terdapat pengecualian tertentu di mana pendekatan ini tidak dapat diterapkan, seperti dalam kasus yang melibatkan keamanan negara, martabat kepala negara, ketertiban umum, kesusilaan, tindak pidana narkotika, pelanggaran lingkungan hidup, atau tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi.

Untuk menjalankan Restorative Justice, terdapat prosedur dan pedoman yang harus dipenuhi adalah:

  1. Permohonan perdamaian yang dibuat secara tertulis dari kedua belah pihak (korban dan pelaku) yang ditandatangani di atas materai;
  2. Setelah memastikan kelengkapan kelengkapan dan keabsahan syarat-syarat formil, permohonan diajukan kepada atasan penyidik untuk mendapatkan persetujuan; 
  3. Setelah permohonan disetujui, penandatanganan pernyataan damai dilakukan pada waktu yang ditentukan;
  4. Konferensi restoratif dengan menghadirkan semua pihak terkait, termasuk keluarga korban dan pelaku, serta perwakilan masyarakat dan berikutnya memberitahukan kepada pengawas penyidik pelaksanaan gelar perkara khusus; 
  5. Dalam gelar perkara khusus mengundang semua pihak termasuk pelapor, terlapor, penyidik, dan perwakilan dari fungsi pengawasan internal serta unsur pemerintahan jika diperlukan; 
  6. Setelah gelar perkara, diterbitkan surat perintah penghentian penyelidikan atau penyidikan atas dasar keadilan restoratif;
  7. Perkara yang diselesaikan melalui Restorative Justice dicatat sebagai perkara yang telah diselesaikan.

Keadilan restoratif diharapkan dapat memberikan solusi yang adil, tidak hanya bagi korban tetapi juga bagi pelaku, dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip keadilan dan keseimbangan dalam proses penegakan hukum.

Baca juga: Unsur dan Jenis Tindak Pidana Penggelapan

Kesimpulan

Restorative Justice merupakan pendekatan dalam sistem peradilan pidana yang mengutamakan pemulihan, rekonsiliasi, dan perbaikan hubungan akibat tindak pidana. Dalam pelaksanaannya, restorative justice menekankan penyelesaian kasus secara damai melalui dialog antara korban dan pelaku, yang menghasilkan solusi yang disepakati kedua belah pihak.

Prinsip utama dari Restorative Justice adalah memulihkan keadaan korban, memberikan kompensasi, serta memberikan kesempatan bagi pelaku untuk belajar dan bertanggung jawab atas kesalahannya. Meskipun demikian, Keadilan restoratif tidak dapat diterapkan pada kasus yang berkaitan dengan keamanan negara, ketertiban umum, atau kejahatan yang melibatkan korporasi. 

Baca juga: Hukum Pidana Islam Sebagai Sistem Hukum di Indonesia

Sumber Hukum: 

Referensi: