Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mendapat penolakan dari sejumlah elemen masyarakat. Masyarakat Indonesia sebelumnya telah menghadapi pungutan PPN 10 persen setidaknya selama 37 tahun atau sejak tahun 1985 hingga 2022. Kemudian per 1 April 2022, PPN naik menjadi 11 persen dan kini kembali meningkat menjadi 12 persen per 1 Januari 2025. PPN adalah pajak yang diterapkan pada konsumsi barang dan jasa di dalam daerah pabean yang dikenakan secara berjenjang di setiap tahapan produksi dan distribusi. PPN dikenakan pada setiap transaksi jual beli barang atau jasa yang terjadi pada wajib pajak orang pribadi atau badan usaha yang mendapat status Pengusaha Kena Pajak (PKP). 

Dasar hukum kenaikan PPN diatur dalam Pasal 4 angka (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (“UU HPP”) yang mengubah Pasal 7 ayat (3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (“UU PPN”) bahwa berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan/atau peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan, tarif Pajak Pertambahan Nilai dapat diubah menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen). 

Jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai, yakni barang tertentu dalam kelompok barang sebagaimana diatur dalam Pasal 4A angka (2) UU HPP yakni sebagai berikut:

  1. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah; dan
  2. Uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, dan surat berharga

Sementara itu, dalam Pasal 4A angka (3) UU HPP dijelaskan sejumlah  jasa yang tidak dikenai PPN yakni jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut:

  1. Jasa keagamaan, meliputi jasa pelayanan rumah ibadah, jasa khotbah atau dakwah, penyelenggaraan kegiatan keagamaan, dan jasa di bidang keagamaan lainnya.
  2. Jasa kesenian dan hiburan, meliputi semua jenis jasa yang dilakukan oleh pekerja seni dan hiburan yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah;
  3. Jasa perhotelan, meliputi jasa penyewaan kamar dan/atau jasa penyewaan ruangan di hotel yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah;
  4. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, meliputi semua jenis jasa sehubungan dengan kegiatan pelayanan yang hanya dapat dilakukan oleh pemerintah sesuai kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan dan jasa tersebut tidak dapat disediakan oleh bentuk usaha lain;
  5. Jasa penyedia tempat parkir, meliputi jasa penyediaan dan penyelenggaraan tempat parkir atau pengusaha pengelola tempat parkir kepada pengguna tempat parkir yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daera sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah; 
  6. Jasa boga atau katering, meliputi semua kegiatan pelayanan penyediaan makanan dan minuman yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.

Baca juga: Dongkrak Tax Compliance Melalui Digitalisasi Sistem Perpajakan

Lebih lanjut terkait dengan barang dan jasa yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat tetap diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN dengan tarif 0% di antaranya:

1. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak meliputi:

  1. Beras;
  2. Gabah;
  3. Jagung;
  4. Sagu;
  5. Kedelai;
  6. Garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;
  7. Daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas, atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus;
  8. Telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas; 
  9. Susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas;
  10. Buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikelas atau tidak dikemas; dan
  11. Sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.

2. Jasa pelayanan kesehatan medis meliputi:

  • Jasa kesehatan tertentu, antara lain:
  1. Jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi;
  2. Jasa dokter hewan;
  3. Jasa ahli kesehatan seperti ahli akupunktur, ahli gigi, ahli gizi, dan ahli fisioterapi;
  4. Jasa kebidanan dan dukun bayi;
  5. Jasa paramedis dan perawat;
  6. Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan sanatorium;
  7. Jasa psikolog dan psikiater; dan
  8. Jasa pengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan oleh paranormal; dan
  9. Jasa kesehatan yang ditanggung oleh jaminan kesehatan nasional.

3. Jasa pelayanan sosial, meliputi:

  1. Jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo;
  2. Jasa pemadam kebakaran;
  3. Jasa pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan;
  4. Jasa lembaga rehabilitasi;
  5. Jasa penyedia rumah duka atau jasa pemakaman, termasuk krematorium; dan
  6. Jasa di bidang olahraga, yang tidak mencari keuntungan.

4. Jasa keuangan, meliputi:

  1. Jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu;
  2. Jasa menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana kepada pihak lain dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek, atau sarana lainnya;
  3. Jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, berupa:
  4. Sewa guna usaha dengan hak opsi;
  5. Anjak piutang;
  6. Usaha kartu kredit; dan/atau
  7. Pembiayaan konsumen;
  8. Jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai syariah dan fidusia; dan
  9. Jasa penjaminan

5. Jasa asuransi

Yang dimaksud dengan “jasa asuransi” adalah jasa pertanggungan yang meliputi asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan reasuransi, yang dilakukan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis asuransi, tidak termasuk jasa penunjang asuransi seperti agen asuransi, penilai kerugian asuransi, dan konsultan asuransi.

6. Jasa pendidikan, meliputi:

  1. Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan profesional; dan
  2. Jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah.

7. Jasa tenaga kerja, meliputi:

  1. Jasa tenaga kerja;
  2. Jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut; dan
  3. Jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja.

Alasan utama pemerintah menaikan tarif PPN menjadi 12 persen adalah untuk meningkatkan penerimaan pajak yang digunakan untuk mendukung pembangunan ekonomi. PPN sebagai salah satu sumber penerimaan negara memiliki peranan krusial untuk mendanai berbagai program pemerintah. Pemerintah berharap bahwa kenaikan tarif PPN ini dapat membantu mengatasi kekurangan anggaran yang dialami dalam berbagai sektor dan menjadi upaya pemulihan ekonomi pasca-pandemi yang menyebabkan kondisi fiskal memburuk. 

Baca juga: Pengurangan Beban Pajak Secara Legal dengan Tax Planning

 Daftar Hukum:

Referensi: