Transisi menuju energi bersih bukan lagi sekadar pilihan, melainkan keharusan dalam lingkup global yang telah meresap ke dalam kebijakan nasional. Di tengah ancaman krisis iklim dan ketergantungan energi fosil, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat pencapaian signifikan dalam pengembangan energi terbarukan. Dalam satu tahun terakhir, bauran energi baru terbarukan (EBT) nasional meningkat sebesar 2% (dua persen) menjadi total kontribusi EBT mencapai 16,1% (enam belas koma satu persen) dari keseluruhan bauran energi nasional.

Angka ini mencerminkan kemajuan nyata dalam transisi energi nasional, sekaligus menjadi sinyal positif bahwa kebijakan energi terbarukan mulai membuahkan hasil. Melalui kontribusi EBT yang ada sejauh ini, Indonesia semakin mendekati target bauran energi nasional untuk tahun 2025. Capaian ini membuka peluang besar bagi sektor infrastruktur publik dalam berperan aktif sebagai bagian dari agen perubahan, baik dalam efisiensi energi maupun edukasi masyarakat terhadap pentingnya energi bersih dan berkelanjutan. 

 

Kewajiban Pemerintah dalam Memprioritaskan EBT dalam Proyek Infrastruktur Publik

 

Secara konstitusional, sumber daya alam, termasuk energi, dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat menurut Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945). Dalam kerangka tersebut, pemanfaatan energi harus mempertimbangan aspek kesejahteraan, keadilan, dan kelestarian lingkungan. Hal ini pun turut disinggung dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (UU Energi) sebagai payung hukum yang mendasari kebijakan energi nasional.

Dalam UU energi, Pasal 2 menyebutkan bahwa penyusunan kebijakan energi dilandasi dengan asas kemanfaatan, rasionalitas, efisiensi, keberlanjutan, dan kewaspadaan ekologis. Sementara pada Pasal 20 ayat (4) UU Energi ditegaskan bahwa:

“Penyediaan energi baru dan energi terbarukan wajib ditingkatkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.”

Untuk itu, setiap kebijakan atau proyek energi maupun infrastruktur publik seharusnya memperhatikan bahwa EBT bukan sekadar opsi, tetapi menjadi prioritas dan kewajiban. UU Energi juga menuntut diversifikasi sumber energi, konservasi, dan peningkatan efisiensi. 

Agar UU Energi tidak sekadar menjadi regulasi formal, pemerintah kemudian merumuskan Kebijakan Energi Nasional (KEN) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2025 tentang Kebijakan Energi Nasional (PP 40/2025) sebagai acuan operasional dalam mewujudkan target bauran energi nasional, termasuk target minimal EBT 23% (dua puluh tiga persen) pada 2025. Namun di tahun 2025 ini, target tersebut diturunkan oleh Kementerian ESDM dari 23% menjadi 17-20% (tujuh belas hingga dua puluh persen). 

Melalui Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik (Perpres 112/2022), pemerintah menegaskan arah kebijakan energi nasional dengan mempercepat pemanfaatan pembangkit berbasis energi baru terbarukan, termasuk PLTS Atap sebagai salah satu sumber utama yang dapat diaplikasikan pada fasilitas publik. Pada Pasal 2 ayat (1) Perpres 112/2022 mengatur bahwa PT PLN wajib menyusun Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) dengan memperhatikan pengembangan EBT sesuai target bauran energi nasional. 

Baca juga: Strategi Pajak dalam Mendorong Transisi Energi Baru Terbarukan di Indonesia

 

Bagaimana Penerapan Energi Terbarukan di Infrastruktur Publik dan Swasta?

 

Penerapan energi terbarukan dalam infrastruktur publik merupakan langkah strategis yang mencerminkan komitmen pemerintah terhadap pembangunan berkelanjutan dan efisiensi energi. Infrastruktur publik seperti gedung pemerintahan, sekolah, rumah sakit, dan fasilitas transportasi memiliki konsumsi energi yang tinggi dan beroperasi secara terus-menerus.

Dengan mengintegrasikan sumber energi terbarukan seperti tenaga surya, biomassa, energi angin atau yang lainnya ke dalam sistem operasionalnya, pemerintah tidak hanya mengurangi ketergantungan pada penggunaan energi fosil, tetapi juga menekan emisi karbon dan biaya operasional jangka panjang. Selain itu, infrastruktur publik yang menggunakan EBT dapat menjadi sarana edukatif dan simbol perubahan gaya hidup masyarakat menuju energi bersih. 

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menjadi salah satu pionir dalam implementasi EBT di fasilitas publik. Melalui pemasangan PLTS Atap di 40 fasilitas publik, termasuk kantor kelurahan dan puskesmas, Jakarta berhasil menghemat biaya listrik hingga Rp58 juta per tahun. Program ini tidak hanya berdampak pada efisiensi anggaran, tetapi juga mengurangi emisi karbon dan meningkatkan kesadaran publik terhadap energi bersih. 

Selain pada infrastruktur publik, sektor swasta juga mulai menunjukkan komitmen terhadap transisi energi bersih, salah satunya melalui langkah yang diambil oleh SIP Law Firm. Sebagai firma hukum, SIP Law Firm mengadopsi prinsip keberlanjutan dengan mengintegrasikan EBT dalam operasional kantor dengan 3 program utama, yakni konservasi energi, konservasi air, dan peduli sampah. Ketiga program tersebut pun membuat SIP Law Firm menjadi pelopor corporate law firm dengan konsep eco law office. 

Inisiatif seperti ini menunjukkan bahwa penerapan EBT tidak terbatas pada sektor pemerintahan, tetapi juga dapat diadopsi oleh pelaku usaha sebagai bagian dari strategi keberlanjutan dan reputasi korporat. Ketika sektor swasta ikut berperan aktif, maka ekosistem transisi energi akan semakin kuat dan inklusif, membuka peluang kolaborasi lintas sektor dalam mewujudkan Indonesia yang lebih hijau dan efisien secara energi. Diperlukan pula sejumlah strategi untuk mendorong penggunaan EBT supaya lebih masif digunakan di berbagai sektor.

Baca juga: Investasi Hijau, Peluang Emas di Balik Regulasi Energi Baru Nasional

 

Strategi Mendorong EBT dalam Infrastruktur Publik

 

Untuk memperluas penerapan EBT dalam infrastruktur publik, diperlukan strategi lintas sektor yang mencakup aspek pembiayaan, regulasi, dan edukasi. Kajian dari Kementerian Keuangan menyebutkan bahwa skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dapat menjadi solusi pembiayaan yang efektif, terutama untuk proyek berskala besar seperti pembangkit listrik dan sistem transportasi berbasis listrik.

Selain KPBU, pemerintah dapat mengoptimalkan Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Insentif Daerah (DID) untuk mendukung proyek EBT di daerah. Penguatan kapasitas teknis dan kelembagaan di tingkat lokal juga penting agar proyek tidak hanya berhenti di tahap perencanaan.

Dari sisi regulasi, harmonisasi antara kebijakan pusat dan daerah perlu diperkuat. Pemerintah pusat dapat menetapkan standar teknis dan insentif, sementara pemerintah daerah bertanggung jawab atas implementasi dan pengawasan. Edukasi publik melalui kampanye energi bersih di sekolah, media sosial, dan ruang publik juga berperan dalam membentuk budaya hemat energi dan ramah lingkungan.

Terwujudnya implementasi infrastruktur berkelanjutan bukan hanya ditujukan untuk memenuhi komitmen pemerintah Indonesia dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals), tetapi lebih dari itu, yakni untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat Indonesia di masa mendatang. ***

Baca juga: Pemanfaatan Energi Baru untuk Kendaraan Listrik di Indonesia Menuju Transisi Energi Berkelanjutan

Daftar Hukum:

  • Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945).
  • Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (UU Energi).
  • Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2025 tentang Kebijakan Energi Nasional (PP 40/2025).
  • Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik (Perpres 112/2022).

Referensi:

  • ESDM Cetak Rekor Pertumbuhan Bauran Energi, Kini Capai 16 Persen. Antara News. (Diakses pada 2 Oktober 2025 pukul 10.10 WIB).
  • Perubahan Target Bauran Energi Baru Terbarukan Indonesia. Badan Keahlian DPR RI. (Diakses pada 2 Oktober 2025 pukul 11.33 WIB).
  • Pemprov DKI Pasang PLTS Atap di Fasilitas Publik, Hemat Listrik Rp58 Juta/Tahun. Kumparan. (Diakses pada 2 Oktober 2025 pukul 13.28 WIB).
  • Peluncuran Eco Law Office di Hari Konservasi Alam Nasional. Media Indonesia. (Diakses pada 2 Oktober 2025 pukul 13.33 WIB).
  • Mewujudkan Infrastruktur Berkelanjutan: Aspek, Pembiayaan, dan Manfaat. Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha Kementerian Keuangan RI. (Diakses pada 2 Oktober 2025 pukul 13.51 WIB).