Kemajuan teknologi energi baru dan terbarukan kini menjadi fondasi utama dalam mendorong transformasi energi global menuju sistem yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. Di tengah tingginya tingkat konsumsi energi nasional, Indonesia dihadapkan pada tantangan besar untuk mengurangi ketergantungan terhadap sumber energi fosil. Salah satu strategi yang kini diprioritaskan pemerintah adalah pemanfaatan energi alternatif untuk mendukung pengembangan kendaraan listrik. Kehadiran kendaraan berbasis listrik bukan hanya mencerminkan kemajuan teknologi transportasi, tetapi juga menjadi langkah konkret dalam menurunkan emisi gas rumah kaca dan mendukung pencapaian target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060.
Upaya pemerintah dalam mempercepat pertumbuhan ekosistem kendaraan listrik tercermin melalui berbagai kebijakan strategis, pembangunan infrastruktur pendukung, serta pemberian insentif ekonomi. Regulasi yang mengatur arah pengembangan kendaraan listrik telah disusun untuk memperkuat fondasi hukum dan mendorong partisipasi industri. Meskipun demikian, pelaksanaan di lapangan masih menghadapi sejumlah kendala, mulai dari keterbatasan fasilitas pengisian daya, tingginya biaya produksi, hingga tingkat adopsi masyarakat yang belum merata.
Baca juga:
Seperti Apa Dorongan Pemerintah dalam Percepatan Ekosistem Kendaraan Listrik?
Pemerintah secara tegas mendorong percepatan ekosistem kendaraan listrik melalui Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2023 tentang Percepatan Pengembangan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan (“Perpres 79/2023”). Perpres ini merupakan revisi atas Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 (“Perpres 55/2019”) yang menegaskan komitmen pemerintah dalam mempercepat program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai untuk transportasi jalan.
Perubahan ini mencakup perluasan definisi kendaraan listrik, penyesuaian tingkat komponen dalam negeri (TKDN), serta penguatan peran pemerintah pusat dan daerah dalam mendukung ekosistem Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB). Selain itu, regulasi ini pun mengatur percepatan produksi, pemanfaatan, hingga dukungan terhadap rantai pasok industri baterai sebagai bagian dari strategi besar hilirisasi mineral nikel.
Perpres 79/2023 tidak hanya menetapkan arah kebijakan percepatan kendaraan listrik, tetapi juga membuka ruang kolaboratif yang sangat strategis bagi dunia industri, akademisi, dan lembaga riset. Seperti dalam Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (2) yang menjelaskan bahwa:
- Perusahaan industri, perguruan tinggi, dan/atau lembaga penelitian dan pengembangan dapat melakukan penelitian, pengembangan, dan inovasi teknologi industri KBL Berbasis Baterai;
- Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan perusahaan industri dapat bersinergi untuk melakukan penelitian, pengembangan, dan inovasi teknologi industri KBL Berbasis Baterai.
Hal ini menjadi sinyal positif bagi penguatan ekosistem teknologi kendaraan listrik di Indonesia. Dengan keterlibatan perguruan tinggi dan lembaga litbang, pengembangan teknologi baterai, sistem manajemen energi, dan efisiensi kendaraan dapat dilakukan secara lebih terarah dan berbasis data. Sementara itu, sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan pelaku industri membuka peluang untuk menciptakan inovasi yang aplikatif dan sesuai dengan kebutuhan pasar domestik. Inisiatif ini juga sejalan dengan semangat hilirisasi industri dan penguatan daya saing nasional dalam sektor energi terbarukan.
Selain itu, untuk melaksanakan percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai, perlu diatur penyediaan infrastruktur pengisian listriknya, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2023 tentang Penyediaan Infrastruktur Pengisian Listrik untuk Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (“Permen ESDM 1/2023”).
Regulasi ini menjadi fondasi penting dalam memastikan bahwa pengisian daya kendaraan listrik dilakukan secara aman, efisien, dan terintegrasi dengan sistem kelistrikan nasional. Melalui Permen ESDM 1/2023, pemerintah juga membuka peluang kerja sama antara PT PLN dan badan usaha lain dalam pengelolaan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) dan Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU), guna mempercepat pembangunan infrastruktur secara merata. Penetapan tarif pengisian listrik oleh Menteri ESDM turut memberikan kepastian ekonomi bagi investor dan pengguna, sekaligus mendorong pertumbuhan ekosistem kendaraan listrik yang berkelanjutan.
Baca juga: Peran Lembaga Internasional dalam Pengembangan Energi Baru Terbarukan Dalam Negeri
Dukungan Pajak dan Fiskal dalam Ekosistem Kendaraan Listrik
Melalui Pasal 17 ayat (1) Perpres 79/2023 telah menyebutkan bahwa Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memberikan insentif untuk mempercepat program KBL Berbasis Baterai untuk transportasi jalan. Insentif ini dapat berupa insentif fiskal maupun insentif nonfiskal. Sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (3) Perpres 79/2023, insentif tersebut diberikan kepada:
- Perusahaan industri, perguruan tinggi, dan/atau lembaga penelitian dan pengembangan yang melakukan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi teknologi serta vokasi industri KBL Berbasis Baterai;
- Perusahaan industri yang mengutamakan penggunaan prototipe dan/atau komponen yang bersumber dari perusahaan industri dan/atau lembaga penelitian dan pengembangan yang melakukan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi teknologi serta vokasi industri KBL Berbasis Baterai dalam negeri;
- Perusahaan industri yang memenuhi TKDN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan yang melakukan produksi KBL Berbasis Baterai dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9;
- Perusahaan industri KBL Berbasis Baterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10;
- Perusahaan industri KBL Berbasis Baterai Bermerek Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14;
- Perusahaan yang menyediakan penyewaan Baterai (battery swap) sepeda Motor Listrik;
- Perusahaan industri yang melakukan percepatan produksi serta penyiapan sarana dan prasarana untuk penggunaan KBL Berbasis Baterai;
- Perusahaan yang melakukan pengelolaan limbah Baterai;
- Perusahaan yang menyediakan SPKLU, SPBKLU, dan/atau instansi atau hunian yang menggunakan instalasi listrik privat untuk melakukan pengisian listrik KBL Berbasis Baterai;
- Perusahaan angkutan umum yang menggunakan KBL Berbasis Baterai; dan
- Orang perseorangan yang menggunakan KBL Berbasis Baterai.
Bentuk insentif tersebut mencakup dukungan fiskal maupun nonfiskal, seperti keringanan pajak penghasilan, pembebasan bea masuk untuk impor komponen strategis, serta fasilitas kemudahan perizinan. Kebijakan ini dirancang untuk memperkuat daya saing industri kendaraan listrik nasional sekaligus mendorong investasi, riset, dan pengembangan teknologi dalam negeri. Dengan adanya jaminan insentif, pelaku industri akan lebih terdorong untuk memperluas kapasitas produksi dan berkolaborasi dengan perguruan tinggi maupun lembaga penelitian.
Selain memberikan insentif kepada perusahaan, pemerintah juga menyiapkan kebijakan fiskal bagi masyarakat agar adopsi kendaraan listrik lebih masif. Dukungan ini tercermin dalam kebijakan pengurangan atau pembebasan sebagian Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)Sebagai bagian dari pelaksanaan program percepatan kendaraan listrik, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 12 Tahun 2025 (“PMK 12/2025”) yang memperpanjang pemberian insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang ditanggung oleh pemerintah (DTP) sepanjang tahun 2025.
Kebijakan ini secara khusus mengatur insentif PPN DTP bagi kendaraan listrik roda empat berbasis baterai (Battery Electric Vehicle/BEV) dan jenis baterai untuk bus listrik tertentu. Sementara itu, insentif PPnBM DTP diberikan untuk kendaraan roda empat beremisi rendah (Low Carbon Emission Vehicle/LCEV), termasuk mobil hybrid, sebagai bagian dari upaya transisi menuju transportasi yang lebih ramah lingkungan.
Di samping regulasi teknis yang telah diterbitkan, pemerintah juga menetapkan ketentuan fiskal melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (“UU HKPD”). Dalam Pasal 7 ayat (3) huruf d, disebutkan bahwa kendaraan bermotor yang menggunakan energi terbarukan tidak termasuk dalam objek Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), sehingga dibebaskan dari kewajiban tersebut.
Selanjutnya, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2025 tentang Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Pajak Alat Berat Tahun 2025 (“Permendagri 7/2025”) memperkuat kebijakan dengan menyatakan dalam Pasal 3 ayat (2) huruf d dan Pasal 6 ayat (2) huruf d bahwa kendaraan listrik tidak dikenakan PKB maupun Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Ketentuan ini menjadi insentif tambahan yang mendukung percepatan adopsi kendaraan listrik di tingkat daerah.
Di tengah berbagai kebijakan yang progresif dan insentif fiskal yang terus diperluas, realisasi penggunaan kendaraan listrik di Indonesia belum sepenuhnya optimal. Dukungan pemerintah memang telah menciptakan kerangka hukum yang cukup kuat, namun keberhasilan transisi ini sangat bergantung pada kesiapan infrastruktur, daya saing produk, serta penerimaan masyarakat. Untuk memahami dinamika yang terjadi di lapangan, penting untuk menelaah sejumlah tantangan utama yang masih menghambat percepatan adopsi kendaraan listrik secara luas.
Baca juga: Intip Dukungan Pemerintah terhadap Proyek Energi Baru, Bertabur Insentif Pajak!
Apa Saja Tantangan Penggunaan Kendaraan Listrik di Indonesia?
Meskipun dukungan regulasi dan insentif telah diberikan, adopsi kendaraan listrik di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan besar. Data GoodStats mengidentifikasi beberapa tantangan utama dalam penggunaan kendaraan listrik, di antaranya keterbatasan infrastruktur SPKLU, harga kendaraan yang relatif mahal, keterbatasan pilihan model, hingga rendahnya tingkat literasi masyarakat mengenai manfaat kendaraan listrik.
Selain itu, terdapat kendala teknis terkait dengan daya jelajah kendaraan listrik (range anxiety), serta lamanya waktu pengisian baterai dibandingkan dengan pengisian bahan bakar konvensional. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah keterbatasan rantai pasok baterai dan teknologi daur ulang baterai yang masih dalam tahap pengembangan.
Dari sisi regulasi, harmonisasi kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah masih diperlukan agar insentif fiskal bisa dirasakan merata di seluruh wilayah Indonesia. Tanpa penyelesaian menyeluruh atas tantangan tersebut, penyebaran penggunaan kendaraan listrik ke pasar nasional masih akan berjalan lambat. Jika hal ini dijalankan dengan baik, kendaraan listrik bukan hanya akan menjadi bagian dari gaya hidup modern, tetapi juga simbol keberhasilan Indonesia dalam memanfaatkan energi baru demi mencapai masa depan yang lebih bersih dan berkelanjutan.***
Baca juga: Strategi Pajak dalam Mendorong Transisi Energi Baru Terbarukan di Indonesia
Daftar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (“UU HKPD”).
- Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2023 tentang Percepatan Pengembangan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan (“Perpres 79/2023”).
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12 Tahun 2025 tentang Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu dan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Bus Tertentu Serta Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor Roda Empat Emisi Karbon Rendah Listrik Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2025 (“PMK 12/2025”).
- Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2025 tentang Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Pajak Alat Berat Tahun 2025 (“Permendagri 7/2025”).
- Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2023 tentang Penyediaan Infrastruktur Pengisian Listrik untuk Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (“Permen ESDM 1/2023”)
Referensi:
- Pajak Kendaraan Listrik: Skema Insentif hingga Perhitungannya. Ayo Pajak. (Diakses pada 18 September 2025 pukul 13.04 WIB)
- 10 Tantangan Penggunaan Kendaraan Listrik di Indonesia. Data GoodStat. (Diakses pada 18 September 2025 pukul 13.08 WIB)