Dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan kebutuhan energi yang terus meningkat, Indonesia telah menegaskan komitmennya untuk beralih ke sumber energi yang lebih bersih dan berkelanjutan. Energi Baru dan Terbarukan (EBT) menjadi pilar utama dalam strategi nasional untuk mencapai ketahanan energi, sekaligus menurunkan emisi gas rumah kaca. Pemerintah tidak hanya menetapkan target ambisius dalam bauran energi nasional, tetapi juga menyediakan kerangka hukum, insentif fiskal, dan peta jalan transisi energi yang konkret.
Sebagai negara kepulauan dengan potensi EBT yang sangat besar, mulai dari energi surya, angin, hidro, bioenergi, hingga panas bumi, pemerintah Indonesia memiliki peran sentral dalam menciptakan ekosistem untuk mempercepat target bauran energi nasional. Dukungan Pemerintah ini tidak bersifat simbolik semata. Melalui regulasi yang progresif, fasilitas fiskal yang kompetitif, serta kolaborasi lintas sektor, pemerintah berupaya menciptakan ekosistem investasi yang kondusif bagi pengembangan proyek EBT.
Payung Hukum untuk Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan
Payung hukum bagi pengembangan EBT telah dirancang untuk memberikan kepastian hukum dan mendorong partisipasi aktif dari berbagai pemangku kepentingan. Salah satu pondasinya adalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (“UU Energi”) yang melalui Pasal 29 ayat (1) dan (2) yang menegaskan bahwa:
- Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi penyediaan dan pemanfaatan energi wajib difasilitasi oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya;
- Penelitian dan pengembangan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan terutama untuk pengembangan energi baru dan energi terbarukan untuk menunjang pengembangan industri energi nasional yang mandiri.
Lebih lanjut, Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (“PP 79/2014”) menjelaskan prioritas pengembangan energi yang dilakukan melalui:
a. Pengembangan energi dengan mempertimbangkan keseimbangan keekonomian energi, keamanan pasokan energi, dan pelestarian fungsi lingkungan hidup;
b. Memprioritaskan penyediaan energi bagi masyarakat yang belum memiliki akses terhadap energi listrik, gas rumah tangga, dan energi untuk transportasi, industri, dan pertanian;
c. Pengembangan energi dengan mengutamakan sumber daya energi setempat;
d. Pengembangan energi dan sumber daya energi diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri; dan
e. Pengembangan industri dengan kebutuhan energi yang tinggi diprioritaskan di daerah yang kaya sumber daya energi.
Untuk mewujudkan keseimbangan keekonomian energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, prioritas pengembangan energi nasional didasarkan pada prinsip:
a. Memaksimalkan penggunaan energi terbarukan dengan memperhatikan tingkat keekonomian;
b. Meminimalkan penggunaan minyak bumi;
c. Mengoptimalkan pemanfaatan gas bumi dan energi baru; dan
d. Menggunakan batubara sebagai andalan pasokan energi nasional.
Dukungan Pemerintah Melalui Insentif Fiskal dan NonFiskal
Selanjutnya, melalui Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik (“Perpres 112/2022”), presiden mengamanatkan kepada pemerintah untuk memberikan dukungan penuh terhadap pengembangan energi hijau, salah satunya terlihat dalam Pasal 22 ayat (1) yang menjelaskan bahwa:
“Dalam melaksanakan pengembangan pembangkit Tenaga Listrik yang memanfaatkan sumber Energi Terbarukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), Badan Usaha diberikan insentif dalam bentuk fiskal maupun nonfiskal.”
Insentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. Fasilitas pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
b. Fasilitas impor berupa pembebasan bea masuk impor dan/atau pajak dalam rangka impor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan kepabeanan;
c. Fasilitas pajak bumi dan bangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
d. Dukungan pengembangan panas bumi; dan/atau
e. Dukungan fasilitas pembiayaan dan/atau penjaminan melalui badan usaha milik negara yang ditugaskan pemerintah.
Mengacu pada laporan dari Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada, dijelaskan bahwa beberapa insentif fiskal dalam mendukung investasi pembangkit energi baru dan terbarukan PLTS dan PLTMH di antaranya:
1. Tax Allowance, dengan regulasi melalui Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu (“PP 78/2019”) dengan uraian insentif:
a. Pengurangan penghasilan neto selama 6 tahun (5 persen per tahun);
b. Penyusutan/amortisasi dipercepat;
c. PPh atas deviden WP luar negeri 30 persen/lebih rendah;
d. Kompensasi kerugian antara 5 tahun sampai 10 tahun dengan tambahan 1 tahun bagi pembangkit EBT.
2. Tax Holiday, dengan regulasi melalui PMK Nomor 35/PMK.010/2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan (“PMK 35/2018”) dengan uraian insentif:
a. Pengurangan penghasilan 100 persen dari PPh terutang;
b. Jangka waktu tax holiday bervariasi tergantung nilai investasi;
c. Pengurangan PPh sebesar 50 persen selama 2 tahun setelah jangka waktu pemberian fasilitas pengurangan PPh berakhir.
3. Fasilitas Impor, dengan regulasi melalui PMK Nomor 21/PMK/011/2010 tentang Pemberian Fasilitas Perpajakan Kepabeanan Untuk Kegiatan Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan (“PMK 21/2010”) dengan uraian insentif:
a. Pengurangan pajak PPh 21 untuk impor mesin dan peralatan;
b. Pembebasan PPN atas impor mesin dan peralatan;
c. Pembebasan bea masuk impor mesin serta bahan pembangunan atau pengembangan;
d. Pemerintah menanggung pajak DTP sebagaimana diatur UU APBN.
Sementara fasilitas insentif nonfiskal diberikan oleh Pemerintah Pusat dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Komitmen Pemerintah dalam Peta Jalan Transisi Energi
Komitmen Indonesia terhadap transisi energi tidak hanya tertuang dalam regulasi, tetapi juga dalam bentuk peta jalan (roadmap) yang konkret dan terukur. Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menyusun Peta Jalan Transisi Energi menuju Net Zero Emission (NZE) tahun 2060, yang menjadi acuan nasional dalam pengembangan energi bersih. Peta jalan ini mencakup beberapa pilar utama:
- Penghentian bertahap PLTU batu bara dan penggantian dengan pembangkit EBT.
- Elektrifikasi sektor transportasi dan industri, termasuk konversi kendaraan listrik dan efisiensi energi.
- Pengembangan teknologi rendah emisi, seperti Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS) dan super grid.
- Peningkatan bauran energi terbarukan, dengan target lebih dari 60% kapasitas pembangkit berasal dari energi surya pada 2060.
Indonesia menunjukkan komitmen yang semakin kuat dalam mempercepat transisi energi melalui pengembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) yang didukung oleh landasan hukum, insentif fiskal, serta perencanaan jangka panjang yang terukur. Sebagai negara kepulauan dengan potensi sumber energi bersih yang sangat beragam, pemerintah memegang peran strategis dalam menciptakan ekosistem yang kondusif bagi inovasi dan investasi berkelanjutan. Hal ini bukan hanya upaya memenuhi target energi nasional, tetapi juga kontribusi nyata Indonesia terhadap agenda global penanggulangan perubahan iklim dan pencapaian pembangunan berkelanjutan.***
Ingin mengetahui lebih dalam tentang isu terkini terkait pengembangan EBT?
Dapatkan analisis mendalam, opini hukum dari para ahli, serta pembagian regulasi yang penting bagi pelaku usaha dan profesional.
Simak artikel lainnya hanya di artikel SIP Lawfirm
Daftar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (“UU Energi”).
- Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (“PP 79/2014”).
- Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (“Perpres 22/2017”).
- Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu (“PP 78/2019”).
- PMK Nomor 35/PMK.010/2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan (“PMK 35/2018”).
- PMK Nomor 21/PMK/011/2010 tentang Pemberian Fasilitas Perpajakan Kepabeanan Untuk Kegiatan Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan (“PMK 21/2010”).
Referensi:
- Insentif Fiskal untuk Mendukung Investasi Pembangkit Energi Baru dan Terbarukan PLTS dan PLTMH. Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada. (Diakses pada 30 Juni 2025 pukul 14.30 WIB).
- Pemerintah Berkolaborasi Lakukan Pemodelan Peta Jalan Transisi Energi. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM). (Diakses pada 30 Juni 2025 pukul 14.40 WIB).