Pada tahun 2023, timbunan sampah di Indonesia mencapai 56,63 juta ton per tahun. Dari sekian banyak jumlah sampah yang ada, namun sayangnya pengelolaan sampah nasional baru mencapai 39,01%, sementara itu 60,99% sisanya masih dikelola melalui sistem pembuangan terbuka. Adanya pertumbuhan kepadatan penduduk diiringi dengan aktivitas ekonomi yang kian meningkat mengakibatkan pengelolaan sampah menjadi isu yang semakin rumit, khususnya di daerah perkotaan.

Volume sampah yang terus meningkat tiap tahunnya memberikan tekanan yang lebih besar terhadap kapasitas Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), bahkan banyak diantaranya yang sudah mendekati batas minimum. Kondisi tersebut menjadikan pemerintah harus mengatur strategi lebih lanjut dalam mengelola sampah, salah satunya dengan melakukan pengolahan sampah menjadi energi listrik. Melalui Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2025, pemerintah berupaya mempercepat transisi menuju teknologi pengolahan sampah berbasis energi terbarukan di perkotaan Indonesia.

 

Kriteria Teknis Penyelenggaraan PSEL

 

Definisi terkait pengolahan sampah berbasis teknologi ramah lingkungan telah diatur dalam Pasal 1 angka 6 Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2025 tentang Penanganan Sampah Perkotaan melalui Pengolahan Sampah menjadi Energi Terbarukan Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan (“Perpres 109/2025”) sebagaimana pasal tersebut berbunyi: 

“Pengolah Sampah Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan menjadi Energi Listrik yang selanjutnya disebut PSEL adalah sistem pengolahan sampah berbasis teknologi ramah lingkungan yang memenuhi baku mutu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan berupa pembangkit listrik berbasis Sampah (PLTSa) untuk dapat mengolah Sampah menjadi energi listrik dan mengurangi volume Sampah dengan waktu pengolahan secara signifikan yang efektif dan efisien serta telah teruji.”

Untuk dapat melaksanakan pembangunan PSEL, suatu daerah harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu:

  1. Tersedianya volume sampah yang disalurkan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) ke PSEL minimal 1.000 (seribu) ton per hari selama masa operasional PSEL
  2. Ketersediaan APBD yang dialokasikan dan direalisasikan oleh Pemda untuk melakukan pengolahan sampah, mencakup pengumpulan dan pengangkutan sampah dari sumber sampah ke lokasi PSEL
  3. Tersedianya lahan untuk mengelola sampah dan pembangunan PSEL
  4. Adanya komitmen dalam berupa penyusunan daerah tentang retribusi pelayanan kebersihan

Dalam kerangka hukum lingkungan, berdasarkan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup (“UU PPLH”), Badan Usaha Pengembang dan Pengelola PSEL (BUPP PSEL) selaku badan usaha yang merencanakan, membangun, dan mengoperasikan PSEL wajib menjalani uji kelayakan melalui analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) sebagaimana pasal tersebut menyatakan bahwa:

“Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki amdal.” 

Berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) UU PPLH di atas, maka dapat diketahui bahwa jika standar teknis dan lingkungan tidak dapat terpenuhi, maka BUPP PSEL tidak boleh beroperasi melaksanakan kegiatannya karena berpotensi menimbulkan risiko pencemaran yang mana hal tersebut bertentangan dengan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan lingkungan hidup. Oleh karena itu, pemerintah harus memastikan bahwa proses perencanaan hingga pelaksanaan PSEL telah sesuai dan lolos uji kelayakan melalui AMDAL.

 

Perencanaan Pengolah Sampah berbasis Teknologi Ramah Lingkungan menjadi Energi Listrik

 

Pada hakikatnya, penyelenggaraan pengolah sampah berbasis teknologi ramah lingkungan menjadi energi listrik (PSEL) harus dilakukan secara sistematis, terukur, serta berbasis data guna memastikan bahwa pelaksanaannya dapat beroperasi secara efektif, efisien, aman, serta berkelanjutan. Menurut Pasal 6 Perpres 109/2025, penyelenggaraan PSEL dapat dilaksanakan melalui 2 (dua) tahapan, yakni diawali dengan perencanaan dan kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan.

Sebagaimana telah diketahui, perencanaan menjadi tahap awal dan merupakan hal yang paling krusial karena pelaksanaan PSEL tidak hanya berkaitan dengan aspek teknis pengolahan sampah, melainkan juga dengan tata ruang, kesiapan infrastruktur, kelayakan lingkungan, serta kepastian kerja sama antara pemerintah dengan badan usaha. Maka dari itu, perencanaan PSEL harus didasari dengan berbagai pertimbangan, khususnya pada siklus sampah yang dimulai dari pengumpulan, pemilahan, hingga proses konversi energi. Merujuk pada Pasal 7 Perpres 109/2025, tahap perencanaan terdiri atas:

  • Penetapan kabupaten/kota;

Tahap ini dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) yang menyampaikan kesiapan daerahnya untuk membangun PSWL kepada Menteri Lingkungan Hidup dengan memenuhi persyaratan, seperti: memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Perpres 109/2025, mengintegrasi PSEL dalam perencanaan daerah, serta melakukan konsultasi publik dengan masyarakat sekitar lokasi yang akan dibangun PSEL.

  • Pemilihan Badan Usaha Pengembang dan Pengelola PSEL (BUPP PSEL)

Menurut Pasal 15 ayat (1) Perpres 109/2025, pemilihan BUPP PSEL diikuti oleh peserta yang memenuhi kriteria yang minimal memiliki teknologi PSEL yang teruji dan termutakhir, memiliki kapasitas finansial yang memadai dan berkomitmen melaksanakan investasi, serta berpengalaman melaksanakan PSE dan memenuhi standar yang berlaku.

  • Perjanjian kerja sama

Tahap perjanjian kerja sama dilaksanakan antara Pemda dengan BUPP PSEL. Dalam klausa perjanjian setidaknya mencantumkan: ketersediaan lahan untuk dipinjam tanpa biaya, komitmen memenuhi pengumpulan dan pengangkutan sampah, menetapkan jangka waktu kerja sama, mengatur konsekuensi wanprestasi, memberikan kompensasi jika pasokan sampah tidak sesuai ketentuan, serta menentukan status aset setelah berakhirnya kerja sama.

  • Pemenuhan perizinan sebelum melaksanakan konstruksi

Tahap ini membutuhkan bantuan teknologi berupa Sistem OSS. Setelah permohonan yang masuk ke Sistem OSS dinyatakan lengkap dan valid, maka dalam jangka waktu maksimal 2 (bulan) akan diterbitkan persetujuan lingkungan berupa Dokumen AMDAL.

  • Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL)

Untuk mengatur pembelian tenaga listrik, PT. PLN diwajibkan untuk menandatangani Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) dalam jangka waktu maksimal 10 (sepuluh) hari setelah BUPP PSEL memenuhi semua persyaratan perizinan yang diperlukan sebelum pembangunan konstruksi dimulai. Selanjutnya, masa berlaku PJBL ditetapkan selama 30 (tiga puluh) tahun terhitung sejak fasilitas PSEL mulai beroperasi secara komersial.

Setelah memahami tahap perencanaan PSEL, penting bagi Pemda dan BUPP PSEL untuk memastikan bahwa setiap langkah dalam mengimplementasikan rencana pembangunan PSEL dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan ketentuan teknis dan lingkungan yang relevan, meliputi: pemilihan teknologi yang tepat, pemenuhan seluruh perizinan yang diperlukan, patuh terhadap seluruh isi klausa dalam PJBL, serta kesiapan infrastruktur pendukung agar pembangunan PSEL dapat beroperasi secara optimal dan berkelanjutan. Dengan adanya perencanaan yang matang dan pelaksanaan yang mematuhi regulasi, diharapkan PSEL dapat menyelesaikan masalah sampah di daerah perkotaan sekaligus mendukung peningkatan bauran energi terbarukan nasional.

Baca juga: Investasi Hijau, Peluang Emas di Balik Regulasi Energi Baru Nasional

 

Tantangan Pengelolaan Sampah menjadi Energi Terbarukan di Daerah Perkotaan

 

Menurut laporan RRI, tantangan teknis menjadi hambatan yang sering kali muncul, lalu disusul dengan kesiapan sumber daya manusia untuk mengolah sampah. Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2023, sejumlah 60,44% sampah berasal dari aktivitas rumah tangga. Karakteristik sampah rumah tangga yang cenderung memiliki kadar air tinggi dan komposisi organik yang besar menyebabkan proses waste to energy memerlukan pre-treatment tambahan, sehingga berdampak pada biaya operasional. 

Tantangan selanjutnya berupa kesiapan pendanaan. Investasi pembangunan PSEL termasuk dalam kategori investasi tinggi. Hal ini pun diperkuat dengan pernyataan Rosan Roeslani selaku CEO Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara Indonesia) yang menyebutkan bahwa proyek waste to energy atau pembangunan stasiun PSEL di 33 kota di seluruh wilayah Indonesia membutuhkan investasi yang diperkirakan mencapai sekitar Rp91 Triliun. 

Selain itu, faktor sosial juga turut berperan terhadap tantangan pelaksanaan pembangunan PSEL, mengingat masyarakat seringkali menolak teknologi pembakaran sampah (insinerasi) karena kekhawatiran terkait polusi udara. Meskipun teknologi modern telah dilengkapi sistem pengendalian emisi, namun kondisi tersebut menuntut pemerintah menyelenggarakan sosialisasi berbasis data ilmiah secara terbuka agar meningkatkan dukungan masyarakat.

Dengan demikian, perencanaan Pengolahan Sampah berbasis Teknologi Ramah Lingkungan menjadi Energi Listrik (PSEL) seharusnya dilakukan secara komprehensif melalui pendekatan berbagai aspek, mencakup: analisis teknis, tata ruang, kemampuan finansial, lingkungan, sosial, maupun kebijakan pemerintah. Melalui Perpres 109/2025, pemerintah telah menyediakan kerangka hukum terkait PSEL, namun kesuksesan dalam pengimplementasiannya sangat bergantung kepada kemampuan Pemerintah Daerah dalam menerjemahkan ketentuan-ketentuan tersebut ke dalam dokumen rencana rinci, akurat, dan sederhana kepada masyarakatnya. Oleh karena itu, kesiapan perencanaan yang matang akan menentukan tingkat keberhasilan proyek PSEL dalam menangani masalah krisis limbah perkotaan, sekaligus mendukung transisi menuju energi terbarukan di tingkat nasional.***

Baca juga: Pemanfaatan Energi Baru untuk Kendaraan Listrik di Indonesia Menuju Transisi Energi Berkelanjutan

 

Daftar Hukum:

  • Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup (“UU PPLH”)
  • Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2025 tentang Penanganan Sampah Perkotaan melalui Pengolahan Sampah menjadi Energi Terbarukan Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan (“Perpres 109/2025”)

Referensi:

  • Penerapan Pengolahan Sampah menjadi Energi Terbarukan Butuh Persiapan. RRI. (Diakses pada 24 November 2025 Pukul 13.06 WIB).
  • Data Sampah di Indonesia Tahun 2025 dan Infografisnya! Indonesia Asri. (Diakses pada 24 November 2025 Pukul 15.27 WIB).
  • DANANTARA: Nilai Investasi Proyek “Waste to Energy” Capai Rp91 Triliun. BCA Sekuritas. (Diakses pada 24 November 2025 Pukul 15.50 WIB).