Dalam beberapa tahun terakhir, sektor pertambangan Indonesia kembali menjadi sorotan global, bukan hanya karena potensi cadangan mineral strategis seperti nikel, tembaga, dan bauksit, tetapi juga karena kebijakan pemerintah yang semakin agresif dalam mendorong hilirisasi dan kemandirian industri. Langkah ini, meskipun bertujuan meningkatkan nilai tambah dalam negeri, telah memicu perdebatan di kalangan investor asing. Salah satu isu terkini yang mengemuka adalah kewajiban divestasi saham hingga 51% dan larangan ekspor bahan mentah, yang dinilai oleh sejumlah negara mitra sebagai hambatan perdagangan dan investasi.

Kritik dari Amerika Serikat terhadap kebijakan divestasi dan hilirisasi Indonesia menjadi bukti bahwa regulasi pertambangan kini tidak hanya berdampak pada pelaku usaha, tetapi juga berimplikasi geopolitik dan diplomatik. Kebijakan ini pun dinilai dapat menghambat masuknya investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) ke Indonesia. Di tengah upaya pemerintah menarik investasi asing untuk mendukung transisi energi dan pembangunan infrastruktur, muncul pertanyaan besar, apakah regulasi yang ada justru menjadi penghalang bagi investor global?

Melalui artikel ini, SIP Law Firm akan menguraikan pengaruh regulasi pertambangan terhadap iklim investasi asing di sektor pertambangan Indonesia!

Mengenal Regulasi Perizinan Pertambangan bagi Pihak Asing

Indonesia membuka peluang investasi asing di sektor pertambangan dengan tetap mengedepankan prinsip kedaulatan sumber daya alam dan penguatan ekonomi nasional. Investor asing yang ingin berpartisipasi dalam sektor pertambangan Indonesia wajib mengikuti ketentuan hukum yang berlaku, yang mencakup berbagai regulasi nasional terkait penanaman modal, perizinan usaha, dan pengelolaan sumber daya alam. Partisipasi asing dalam industri pertambangan tak hanya diatur dalam 1 aturan saja, melainkan tunduk pada beberapa peraturan beserta turunannya. 

Untuk dapat menjalankan kegiatan usaha pertambangan secara legal, investor asing diwajibkan membentuk badan hukum yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) dengan status Penanaman Modal Asing (PMA), sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU Penanaman Modal) bahwa:

“Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.”

Lebih lanjut dalam Pasal 5 ayat (3) UU Penanaman Modal disebutkan pula bahwa Penanam modal dalam negeri dan asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilakukan dengan:

  1. Mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas;
  2. Membeli saham; dan
  3. Melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketentuan ini memberikan fleksibilitas bagi investor asing dalam mengakses kepemilikan perusahaan tambang di Indonesia, namun tetap harus dalam koridor hukum nasional yang mengatur batasan dan mekanisme kepemilikan. Fleksibilitas ini pun dibatasi oleh kewajiban divestasi saham kepada pihak Indonesia. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba):

“Badan Usaha pemegang IUP atau IUPK pada tahap kegiatan Operasi Produksi yang sahamnya dimiliki oleh asing wajib melakukan divestasi saham sebesar 51% (lima puluh satu persen) secara berjenjang kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN, badan usaha milik daerah, dan/atau Badan Usaha swasta nasional.” 

Ketentuan tersebut pun selaras dengan aturan dalam Pasal 195A ayat (1) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (PP 25/2024).

Sementara itu, Salim dalam bukunya berjudul Hukum Divestasi di Indonesia (Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 2/SKLN-X/2012) dikutip dari Tanaya (2016:234) mengungkap alasan non-yuridis penanam modal asing berkewajiban mendivestasikan sahamnya pada mitra lokal ini bertujuan untuk:

  1. Meningkatkan pendapatan negara;
  2. Meningkatkan pendapatan daerah;
  3. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat; dan
  4. Mengurangi peran badan hukum asing dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam tambang di Indonesia. 

Dengan kata lain, tujuan utama dari kebijakan divestasi ini adalah untuk meningkatkan penguasaan nasional atas sumber daya alam strategis, memperkuat peran entitas lokal dalam pengelolaan tambang, serta memastikan bahwa manfaat ekonomi dari kegiatan pertambangan dapat dinikmati secara lebih merata oleh masyarakat Indonesia. Meskipun kebijakan ini sering menjadi sorotan dan kritik dari investor asing karena dianggap mengurangi daya tarik investasi, pemerintah menilai bahwa divestasi merupakan instrumen penting dalam menjaga kedaulatan ekonomi dan mendorong pembangunan industri pertambangan yang berkelanjutan dan inklusif.

Perlindungan Hukum bagi Investor Asing dalam Investasi Tambang di Indonesia

Investor asing yang ingin beroperasi di sektor pertambangan Indonesia diwajibkan untuk mendirikan badan usaha berbadan hukum dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT), sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (2) UU Penanaman Modal. Badan usaha berbadan hukum menjadi syarat mutlak agar kegiatan usaha dapat dijalankan secara sah dan terdaftar di Indonesia. Ketentuan ini bertujuan untuk memastikan bahwa entitas usaha memiliki struktur kepemilikan yang jelas dan kapasitas finansial yang memadai untuk menjalankan kegiatan pertambangan yang bersifat padat modal dan berisiko tinggi.

Lebih jauh, UU Penanaman Modal juga memberikan jaminan perlindungan hukum yang kuat bagi investor asing. Dalam Pasal 6 ayat (1) UU Penanaman Modal, ditegaskan bahwa pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada semua penanam modal yang melakukan kegiatan penanaman di Indonesia, yakni dengan tanpa memandang asal negara. Prinsip non-diskriminasi ini menjadi fondasi penting dalam membangun kepercayaan investor asing terhadap iklim investasi di Indonesia. Selain itu, Pasal 7 ayat (1) UU Penanaman Modal menyatakan bahwa pemerintah tidak akan melakukan tindakan nasionalisasi atau pengambilalihan hak kepemilikan penanam modal, kecuali berdasarkan undang-undang. Jika pengambilalihan tersebut terjadi, pemerintah berkewajiban memberikan kompensasi yang adil, yang nilainya ditentukan berdasarkan harga pasar pada saat pengambilalihan dilakukan.

Ketentuan ini diperkuat oleh Pasal 7 ayat (3) UU Penanaman Modal yang mengatur bahwa apabila tidak tercapai kesepakatan antara pemerintah dan penanam modal terkait besaran kompensasi atau ganti rugi, maka penyelesaian sengketa dilakukan melalui mekanisme arbitrase. Mekanisme ini memberikan ruang bagi investor asing untuk memperoleh penyelesaian yang objektif dan independen, baik melalui arbitrase nasional maupun internasional, sesuai dengan perjanjian investasi bilateral atau multilateral yang berlaku. Perlindungan hukum ini menjadi elemen penting dalam menarik investasi asing di sektor pertambangan, yang secara alami memiliki risiko politik dan ekonomi yang tinggi. Dengan jaminan kepastian hukum dan mekanisme penyelesaian sengketa yang transparan, Indonesia berupaya menciptakan iklim investasi yang kompetitif dan berkelanjutan di tengah dinamika global.

Baca juga: Bagaimana Tanggung Jawab Industri Pertambangan terhadap Pencemaran Lingkungan?

Tantangan Investasi Asing dalam Sektor Pertambangan

Investasi asing di sektor pertambangan Indonesia menghadapi sejumlah tantangan yang bersifat struktural, regulatif, dan operasional. Salah satu tantangan utama adalah kompleksitas regulasi yang terus berkembang, termasuk kewajiban divestasi saham bagi perusahaan tambang asing. Ketentuan ini mewajibkan investor asing untuk secara bertahap mengalihkan kepemilikan saham kepada pihak Indonesia, yang dalam praktiknya dapat menimbulkan ketidakpastian terhadap kontrol dan pengembalian investasi jangka panjang. Selain itu, proses perizinan yang berlapis, perubahan kebijakan yang tidak konsisten, serta keterbatasan infrastruktur di wilayah pertambangan turut memperbesar risiko operasional dan biaya investasi.

Aturan terkait divestasi dan regulasi yang ketat berpotensi menurunkan minat investor asing untuk masuk atau bertahan di industri pertambangan nasional. Meskipun kebijakan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan partisipasi nasional dan kedaulatan sumber daya alam, investor asing sering kali memandangnya sebagai hambatan terhadap kepastian hukum dan stabilitas investasi. Ketidakjelasan dalam implementasi divestasi, termasuk penentuan valuasi saham dan mekanisme pengalihan, dapat menimbulkan keraguan terhadap komitmen pemerintah dalam menciptakan iklim investasi yang kompetitif dan terbuka.

Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) dalam laporannya pun menyampaikan kebijakan yang ada berpotensi menciptakan ketidakpastian hukum dan regulasi yang bisa menahan laju investasi baru, terutama di sektor strategis seperti pertambangan. Apabila investor asing enggan berinvestasi di Indonesia akibat aturan yang dianggap rumit dan tidak ramah terhadap modal asing, dampaknya dapat dirasakan secara luas. Penurunan investasi akan menghambat eksplorasi dan pengembangan sumber daya mineral, mengurangi transfer teknologi dan keahlian, serta memperlambat pertumbuhan ekonomi di daerah penghasil tambang. 

Selain itu, berkurangnya investasi asing dapat menyebabkan Indonesia kehilangan daya saing di pasar global, terutama dalam menarik modal dan mitra strategis untuk pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan antara kepentingan nasional dan daya tarik investasi agar sektor pertambangan tetap menjadi motor pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berdaya saing tinggi.***

Baca juga: Membedah Kewajiban Legalitas di Sektor Pertambangan

Daftar Hukum:

  • Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU Penanaman Modal).
  • Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
  • Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (PP 25/2024).

Referensi:

  • Hilirisasi Tambang, Transformasi Ekonomi Indonesia dari Bahan Mentah ke Produk Bernilai Tambah. Indonesia.go.id. (Diakses pada 8 Agustus 2025 pukul 08.55 WIB).