Hingga saat ini, masih banyak perusahaan yang memotong gaji karyawannya secara sepihak. Dengan kata lain, gaji karyawan dipangkas tanpa kesepakatan bersama kedua belah pihak. Hal ini pun sering berujung pada aksi unjuk rasa sejumlah karyawan yang merasa dirugikan atas kebijakan yang diambil pihak perusahaan.

Padahal, pemberian gaji atau upah seharusnya didasarkan pada kesepakatan bersama antara pekerja dan pihak pemberi kerja. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 (‘’UU 13/2003’’) yang telah direvisi melalui Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Pasal 88A Ayat (3) bahwa pengusaha wajib membayar upah kepada pekerja/buruh sesuai dengan kesepakatan. Peraturan ini pun turut ditegaskan pada Pasal 53 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, tercantum bahwa pembayaran upah oleh pengusaha dilakukan berdasarkan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, dan juga perjanjian kerja bersama.

Terkait dengan pemotongan gaji karyawan, perusahaan boleh melakukan pemotongan gaji sebesar maksimal 50% dari jumlah gaji yang seharusnya. Akan tetapi, hal ini tidak boleh dilakukan secara sembarangan dan harus memenuhi beberapa kriteria yang diatur dalam Pasal 63 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, di antaranya:

  1. Denda;
  2. Ganti rugi;
  3. Uang muka upah;
  4. Sewa rumah dan/atau sewa barang milik perusahaan yang disewakan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh;
  5. Utang atau cicilan utang pekerja/buruh; dan
  6. Kelebihan pembayaran upah.

Pemotongan upah yang dimaksud dalam huruf a, huruf, b, dan huruf c pun harus dilakukan sesuai dengan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Sementara pemotongan upah yang dimaksud dalam huruf d dan huruf e harus dilakukan berdasarkan kesepakatan tertulis atau perjanjian tertulis. Jika perusahaan melakukan pemotongan gaji secara sepihak tanpa alasan yang jelas dan tanpa persetujuan karyawan, maka hal tersebut dianggap ilegal karena tidak sesuai dengan hukum yang berlaku.

Ada beberapa hal yang dibebankan kepada para karyawan dengan cara dilakukannya pemotongan gaji. Namun, hal-hal terkait pemotongan gaji dan besarannya wajib dicantumkan ke dalam slip gaji. Berikut jenis potongan gaji menurut UU 13/2003:

  • Pajak Penghasilan (PPh)

Salah satu hal yang dibebankan kepada karyawan adalah pajak penghasilan yang harus dipotong dari gaji setiap karyawan. Regulasi terkait Pajak Penghasilan 21 sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 32/PJ/2015 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi. Besaran pajak penghasilan disesuaikan juga dengan penghasilan gaji setiap karyawan dan juga kepemilikan NPWP.

  • BPJS Kesehatan

Seluruh perusahaan di Indonesia diwajibkan untuk mendaftarkan karyawannya sebagai peserta BPJS Kesehatan. Besaran iuran bagi pekerja penerima upah adalah 5% di mana pembayaran dibagi menjadi 4% dibayarkan perusahaan dan 1% dibayarkan karyawan dengan dipotong dari gaji bulanan.

  • BPJS Ketenagakerjaan

Potongan BPJS Ketenagakerjaan adalah potongan untuk kepesertaan karyawan dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan. Potongan ini mencakup jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, dan jaminan pensiun. 

Perusahaan dapat melakukan pemotongan gaji karyawan jika telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan (PP), atau pun peraturan kerja bersama (PKB). Selain itu, jika ketentuan tersebut diatur dalam perjanjian kerja atau PKB, maka harus dilandasi kesepakatan kedua belah pihak yang membuatnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 52 Ayat (1) huruf a jo. Pasal 116 Ayat (1) jo. Pasal 117 UU 13/2003. Namun, jika dalam perjanjian kerja, PP, atau PKB tidak diatur mengenai pemotongan upah, maka perusahaan tidak berhak memotong upah karyawannya. Jika perusahaan tetap melakukan pemotongan upah, maka karyawan dapat melakukan upaya hukum.

Apabila terjadi perselisihan akibat pemotongan upah, hal ini dikategorikan sebagai perselisihan hak, yaitu perselisihan yang timbul karena tidak terpenuhinya hak akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan perundang-undangan, perjanjian kerja, PP atau PKB.

Jika terjadi perselisihan hak antara perusahaan dan karyawan, maka keduanya harus menempuh upaya hukum berupa perundingan bipartit, yaitu perundingan antara karyawan atau serikat pekerja dengan perusahaan untuk menyelesaikan hubungan industrial secara musyawarah untuk mencapai kesepakatan.

Baca Juga: Hak dan Kewajiban Pengusaha Menurut Hukum

Kesimpulan

Pemotongan gaji karyawan dapat terjadi jika telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau pun peraturan kerja bersama. Perusahaan tidak bisa melakukan pemotongan gaji secara sepihak tanpa adanya kesepakatan dengan karyawan. Terkait dengan pemotongan gaji karyawan, perusahaan boleh melakukan pemotongan gaji sebesar maksimal 50% dari jumlah gaji yang seharusnya dan harus memenuhi beberapa kriteria yang diatur dalam peraturan yang berlaku dalam Undang-Undang.

Baca Juga: Hak dan Kewajiban Karyawan Menurut UU Cipta Kerja

 Sumber :