Hak dan kewajiban pengusaha atau orang yang menjalankan kewirausahaan adalah seorang atau lebih yang memiliki kemampuan untuk menciptakan dan mengelola usaha dengan melibatkan orang lain untuk men-support sebagai pekerja/pegawai. Sebagaimana dikutip dari katadata.co.id, pengusaha, wirausahawan atau entrepreneur menurut Buku Prinsip-Prinsip Dasar Kewirausahaan, inti dari kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (create new and different) melalui berpikir kreatif dan bertindak inovatif untuk menciptakan peluang dalam menghadapi tantangan hidup.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 5 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), pengusaha merupakan orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan perusahaan milik sendiri ataupun menjalankan perusahaan bukan miliknya yang berada dalam lingkup wilayah Indonesia yang mewakili perusahaan yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. Kemudian pada Pasal 1 angka 2 dijelaskan, pekerja merupakan perorangan yang bekerja untuk menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Pengusaha atau pemilik usaha memiliki komitmen kerja dengan pegawainya yang diwujudkan dengan sebuah perjanjian kerja atau yang lebih dikenal dengan istilah kontrak kerja. Kontrak kerja adalah perjanjian yang dilakukan antara pengusaha selaku pemberi kerja dengan karyawan selaku penerima kerja. Perjanjian tersebut dapat dibuat secara tertulis atau lisan. Berdasarkan Pasal 1313 KUHPerdata, perjanjian berarti perbuatan yang mengikatkan satu pihak dengan pihak lain.
Dalam hukum perdata khususnya pada ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, suatu perjanjian akan sah apabila telah memenuhi persyaratan, yakni syarat subjektif dan syarat objektif. Adapun yang dimaksud dengan syarat subjektif adalah kecakapan dan kesepakatan para pihak, sementara syarat objektif perjanjian adalah suatu hal tertentu dan sebab yang halal.
Perjanjian kerja sangat diperlukan bagi pengusaha dan pekerja karena dengan adanya perjanjian kerja, baik pengusaha maupun pekerja dapat merasa aman dari kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi di kemudian hari. Tak hanya itu, perjanjian kerja pun memuat seluruh ketentuan terkait pekerjaan, khususnya hak dan kewajiban bagi pengusaha maupun pekerja, sehingga sudah sepatutnya kedua belah pihak menaati perjanjian kerja yang telah disepakati.
Berdasarkan perubahan ketentuan pada Pasal 56 Undang-undang Ketenagakerjaan yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-undang (UU Cipta Kerja), perjanjian kerja terbagi atas perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerjaan kerja waktu tidak tertentu (PKWTT).
Berdasarkan Pasal 1 angka 10 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang PKWT, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP PKWT), PKWT merupakan perjanjian kerja antara pengusaha dengan pekerja terkait hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu. Kemudian pada Pasal 1 angka 11 PP PKWT, PKWTT merupakan perjanjian kerja antara pengusaha dengan pekerja terkait hubungan kerja untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
Baca Juga: Hak dan Kewajiban Karyawan Kontrak Menurut UU Ciptaker
Hak Pengusaha
Berdasarkan Pasal 53 UU Ketenagakerjaan, pengusaha berhak membuat isi perjanjian kerja untuk mengatur pekerja dan pada Pasal 22, pengusaha mendapatkan hasil kerja/jasa dari pekerja. Namun demikian, pengusaha juga berhak memutus hubungan kerja jika pekerja melanggar ketentuan yang telah disepakati dalam perjanjian kerja sebagaimana ketentuan Pasal 151.
UU Ketenagakerjaan juga mengatur kewajiban pengusaha yakni membayar upah yang diatur dalam Pasal 1 angka 4, memberikan jaminan sosial sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 99, dan menyediakan fasilitas kesejahteraan menurut ketentuan Pasal 100. Selain itu, pengusaha juga memiliki kewajiban untuk memberikan pelatihan kerja sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 11.
Selain itu, pengusaha juga memiliki kewajiban memberikan perlakuan yang sama tanpa diskriminasi yang tertera dalam Pasal 6, memberikan waktu istirahat dan cuti yang diatur dalam Pasal 79, memberi perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, perlakuan sesuai harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama sebagaimana tertera dalam Pasal 86, serta membayar tunjangan dan fasilitas lain yang diatur dalam Pasal 157.
Lalu apa saja landasan hukum yang mengatur kedudukan seorang pengusaha ? Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-undang, Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.
Menjadi seorang pengusaha tidak hanya berpikir tentang mendapatkan keuntungan dari usaha yang dijalankan, namun berpikir juga bagaimana untuk bisa memanage pekerjanya dengan baik. Pengusaha dan pekerja harus memiliki hubungan timbal balik yang saling menguntungkan, sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku.
Baca Juga: Resign Kerja Menurut Ketentuan Hukum