Arbitrase atau penyelesaian sengketa di luar pengadilan digunakan untuk penyelesaian sengketa bisnis. Proses penyelesaian sengketa non litigasi ini memiliki sejumlah keuntungan diantaranya meminimalisir timbulnya konflik berkepanjangan antara para pihak. 

Dalam proses arbitrase, para pihak sepakat menunjuk pihak ketiga sebagai arbiter, setelah menyerahkan dokumen dan bukti-bukti yang relevan. Proses arbitrase seperti tertuang dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase atau Alternatif (“UU Arbitrase”) proses tahapannya dilakukan secara tertutup, seperti diatur Pasal 27 dan Pasal 28.   

Jenis atau Alat Bukti Arbitrase

Pembuktian pada proses arbitrase tidak berbeda jauh dengan prosedur pembuktian perkara perdata pada pengadilan negeri, sepanjang tidak bertentangan dengan UU Arbitrase. Namun jika para pihak menunjuk lembaga arbitrase internasional, para pihak harus tunduk pada ketentuan pembuktian yang diatur dalam hukum perdata internasional.

Namun jika para pihak menunjuk lembaga arbitrase nasional atau Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), maka berlaku ketentuan pembuktian yang merujuk jika Pasal 1865 KUHPerdata.  

Para pihak bisa menentukan ketentuan yang akan digunakan sepanjang tidak bertentangan dengan sifat dan hakikat arbitrase. Penentuan alat bukti yang sah pada proses pemeriksaan perkara sangat penting karena alat bukti yang sah merupakan landasan kepastian hukum dalam proses pembuktian dan pengambilan keputusan. Adapun alat bukti yang sah menurut ketentuan Pasal 1866 KUHPerdata terdiri dari;

  1. bukti tulisan/dokumen; 
  2. bukti saksi;
  3. persangkaan; 
  4. pengakuan dan sumpah. 

Adanya bukti akan memberikan kemudahan bagi lembaga arbitrase menyelesaikan sengketa dan memberikan para pihak untuk membuktikan dalil atau bantahan berdasarkan alat bukti dimaksud, sesuai dengan tata cara yang ditentukan dalam KUHPerdata.

Baca Juga: Penyelesaian Arbitrase Ad Hoc di Indonesia

Pembuktian yang Tidak Sah

Penentuan alat bukti yang sah dalam proses pemeriksaan sengketa atau perkara sangat penting. Penentuan alat bukti secara limitatif dalam proses pembuktian akan menjadi landasan dalam pengambilan keputusan. 

Alat bukti yang sah dalam suatu pemeriksaan sengketa arbitrase tergantung pada ketentuan hukum yang ditunjuk dalam suatu perundang-undangan tertentu. Klausul arbitrase akan menentukan acuan hukum lembaga arbitrase yang ditunjuk untuk menyelesaikan sengketa para pihak. 

Apabila para pihak menunjuk Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) atau Lembaga Arbitrase Singapura (SIAC) sebagai lembaga penyelesaian sengketa, para pihak harus tunduk pada penentuan alat bukti berdasarkan ketentuan yang diatur masing-masing lembaga tersebut. 

Jika para pihak sepakat menunjuk BANI, para pihak harus tunduk terhadap hukum acara yang berlaku di Indonesia. Hal ini pun berlaku terhadap lembaga arbitrase internasional di mana para pihak harus tunduk pada ketentuan pembuktian yang sudah ditetapkan oleh lembaga/negara yang bersangkutan. 

Para pihak bisa menunjuk dan menundukan diri kepada ketentuan pembuktian yang diatur dalam hukum perdata internasional. Namun jika para pihak menunjuk hukum acara Indonesia sebagai ketentuan dalam pembuktian, bukti itu dikatakan sah jika merujuk pada Pasal 1865 KUHPerdata. 

Namun ada sejumlah ketentuan terkait dengan pembuktian yang tidak dapat diterima dalam proses perkara perdata, antara lain:

  1. Bukti termasuk dalam hak privilege atau bukti yang tertulis “without prejudice” atau sejenisnya;
  2. Bukti yang tidak relevan dengan masalah yang tengah diproses;
  3. Bukti kesaksian yang bersifat opini atau pendapat (kecuali kesaksian dari saksi ahli).
  4. Bukti kesaksian yang tidak berasal dari apa yang dilihat, didengar, atau dialaminya sendiri oleh saksi.

Baca Juga: Prosedur, Pendaftaran, Pemeriksaan dan Persidangan Arbitrase Indonesia

Kesimpulan

Arbitrase, sebagai bagian dari Alternative Dispute Resolution (ADR), menawarkan cara penyelesaian sengketa bisnis yang lebih cepat dibandingkan litigasi di pengadilan. Proses ini dilakukan secara tertutup dan fleksibel. Para pihak yang bersengketa juga dapat memilih aturan dan prosedur sesuai dengan kebutuhan mereka. 

Jenis-jenis bukti yang dapat diajukan dalam arbitrase mirip dengan pengadilan. Arbitrase memberikan kemudahan dan kepastian hukum dalam menyelesaikan sengketa melalui lembaga arbitrase nasional maupun internasional, sesuai dengan kesepakatan para pihak.

Pastikan Anda memahami proses dan persyaratan Arbitrase untuk menyelesaikan persoalan yang tengah dihadapi dengan adil dan efisien. Jika Anda memerlukan konsultasi lebih lanjut atau ingin mendapatkan bantuan dalam menyiapkan klaim atau pembelaan, jangan ragu untuk menghubungi ahli hukum yang berpengalaman dalam Arbitrase. 

Baca Juga: Binding Opinion Arbitrase: Solusi Efektif untuk Pencegahan Sengketa Bisnis

Dasar Hukum 

Referensi: