Penetapan bea masuk bagi barang impor di Indonesia diatur oleh berbagai peraturan perundang-undangan yang bertujuan untuk melindungi kepentingan ekonomi nasional, serta menjaga keseimbangan dalam perdagangan internasional. Penetapan bea masuk atau pajak impor bukan hanya berfungsi untuk mengatur arus barang impor, namun juga sebagai salah satu instrumen kebijakan perdagangan yang mendukung pembangunan industri dalam negeri. 

Diatur dalam Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (“UU Kepabeanan”) disebutkan bahwa bea masuk adalah pungutan negara berdasarkan Undang-Undang ini yang dikenakan terhadap barang yang diimpor. Besaran tarif bea masuk yakni sekitar 7,5% (tujuh koma lima persen).  Barang yang dimasukkan ke dalam daerah pabean diperlakukan sebagai barang impor dan terutang bea masuk. UU Kepabeanan menjadi dasar hukum yang jelas terkait dengan prosedur, pengenaan, dan pengelolaan bea masuk, yang selanjutnya diatur lebih rinci dalam berbagai peraturan pelaksana. 

Orang yang bertindak atau diperlakukan sebagai importir barang kiriman bertanggung jawab atas pemenuhan kewajiban membayar bea masuk, cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau pajak dalam rangka impor, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2023 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak Atas Impor dan Ekspor Barang Kiriman (“PMK 96/2023”). Dalam sistem perpajakan di Indonesia, pajak yang dikenakan terhadap barang impor terdiri dari bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor, Pajak Penghasilan (PPh) impor, hingga Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). 

Terdapat beberapa kategori Barang Kena Pajak tertentu yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai Dibebaskan dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Tidak Dipungut atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Tertentu dari Luar Wilayah Pabean (“PP 49/2022”). 

Terkait dengan Pajak Pertambahan Nilai telah diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (“UU HPP”) bahwa tarif pajak pertambahan nilai yaitu:

  1. Sebesar 11% (sebelas persen) yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022;
  2. Sebesar 12% (dua belas persen) yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025.

Tarif Pajak Pertambahan Nilai yang dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen). 

Sementara itu, PPh yang dibebankan atas importasi adalah PPh Pasal 22 Impor. Dilansir dari laman Direktorat Jenderal Pajak, PPh Pasal 22 adalah pajak yang dikenakan atas penyerahan barang dan jasa, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. PPh Pasal 22 ini telah diatur dalam UU HPP. Besaran PPh Pasal 22 Impor dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
PPh Pasal 22 Impor = Tarif PPh Pasal 22 Impor x (Nilai Pabean + Bea Masuk). 

Baca juga: Pemberian Tarif Preferensi dalam Free Trade Agreement (FTA)

Cara Menghitung Pajak Impor Barang

Perhitungan pajak impor ini dikenakan atas barang yang dikirim ke wilayah pabean Indonesia, bukan barang yang dibeli dengan cara dibawa langsung dari luar negeri. Perhitungannya dapat dilakukan dengan:

  1. Menghitung CIF (Cost-Insurance-Freight) atau CIF = harga barang (Cost) + nilai asuransi (insurance) + biaya kirim (freight);
  2. Kemudian CIF x dengan tarif bea masuk, yakni sebesar 7,5% (tujuh koma lima persen);
  3. Selanjutnya nilai tersebut x PPN 11% (sebelas persen) x PPh 22 (kecuali PPh telah dikecualikan).

Pemerintah Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur tarif bea masuk barang impor sesuai dengan kebijakan ekonomi yang sedang berlaku. Dalam beberapa kasus, pemerintah dapat menetapkan tarif bea masuk yang lebih tinggi untuk melindungi industri dalam negeri dari persaingan yang tidak seimbang dengan produk impor yang lebih murah. Melalui berbagai ketentuan perhitungan pajak impor dan regulasi yang telah ditetapkan ini bertujuan untuk menciptakan harmonisasi sistem perpajakan dan menjaga keseimbangan perdagangan nasional dan internasional.

Baca juga: Cara Pengajuan Certificate of Origin, SKA Untuk Tarif Preferensi Ekspor

 Daftar Hukum:

  • Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (“UU Kepabeanan”).
  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2023 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak Atas Impor dan Ekspor Barang Kiriman (“PMK 96/2023”).
  • Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai Dibebaskan dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Tidak Dipungut Atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Tertentu dari Luar Wilayah Pabean (“PP 49/2022”). 
  • Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (“UU HPP”).

Referensi: